Kontroversi Pemerintahan Prabowo Gibran, Catatan Evaluasi 1 Tahun Pengabdian
Politik | 2025-10-23 15:39:31Tepat di tanggal 21 kemarin saya bertemu dengan salah seorang kerabat di sebuah kafe deket tugu Yogyakarta. Pertemuan itu berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB. Adapun alasan pertemuan ini dikarenakan pertemuan pertemuan yang di wacana kan di chat WA itu tak kunjung di laksanakan. akhirnya tepat di tanggal 21 kemarin kami memutuskan untuk bertemu.
Sejak pertemuan itu berlangsung ada banyak pembahasan sebenarnya. Namun, pembuka dalam pertemuan kami waktu itu di mulai dari mempertanyakan kabar antar sesama. Yang kebetulan beliau ini baru siuman dari musibahnya akhirnya menghantarkan pertemuan diskusi itu menanyakan kronologi kejadian yang menimpa dan bagaimana perjuangan beliau untuk melakukan pemulihan.
Seiring perjalanan diskusi yang dimulai dengan pembuka yang menanyakan keadaan kerabat tersebut. Di sepanjang pertemuan itu kami juga banyak sekali membahas terkait beberapa kejadian yang terjadi belakangan ini di Indonesia. Banyak pertanyaan yang bermunculan. Mulai dari demontrasi yang gila gilaan, penggusuran warga dimana mana dan masalah 1 tahun pemerintahan Prabowo-Gibran.
Beberapa point pertanyaan yang menghampiri pertemuan kami waktu itu, saya rasa beberapa point pertanyaan yang dilontarkan itu sebagian besar pertanyaan masyarakat Indonesia. Kalau kita melihat lebih jauh pun masalah yang menghampiri di periode pemerintahan Prabowo-Gibran begitu terlihat.
Namun, kita tak patut heran dengan banyaknya masalah di pemerintahan Prabowo-Gibran sekarang. Kalau kita mengingat kebelakang bagaimana dorongan yang tidak sehat hadir waktu Gibran di calonkan sebagai Wakil Presiden. Ituu salah satu petunjuk bahwa prediksi banyak masyarakat Indonesia bahwa pemerintahan ini akan banyak masalah. Lebih jauh dari itu, kenaikan Gibran bukanlah cerita tentag meritokrasi. Ia bukan tumbuh dari perjuangan politik yang Panjang. Bukan pula buah dari gagasan besar yang lahir dari pergulatan pemikiran.
Tetapi ia lahir dari garis keturunan. Di tengah realitas sosial yang keras, dimana anak jutaan anak muda berjuang menapaki tangga kehidupan dengan darah dan air mata, Gibran justru dipapah dengan tanga kekuasaan yang begitu protektif.
Beberapa pendapat yang penulis baca juga penghantaran Gibran menjadi Wapres memakai dasar filsafat kehormatan. Yang dimana menuntut syarat seperti siapa yang hendak dihormati, harus terlebih dahulu layak dihormati.
Namun, di sini, panggung politik diperlakukan bak warisan keluarga, bukan arena perjuangan ide dan integritas. Kenaikan Gibran menjadi potret telanjang bagaimana sistem politik kita telah dipelintir menjadi panggung dinasti. Ia naik bukan karena kerja kerasnya, melainkan karena “dipaksa naik”—didorong oleh kekuatan yang lebih besar dari dirinya, yakni ambisi ayahanda yang tak pernah kenyang pada kuasa.
Masalah mendasar dari kehancuran pemerintah Prabowo-Gibran sejak kenaikan waktu itu. Paksaan yang tidak sehat hadir bukan pula kerja keras pribadi melainkan karpet merah yang digelar oleh tangan tangan kekuasaan. Di titik inilah adigium itu bekerja, yang penulis narasikan seperti orang yang tidak pernah berkeringat normal memiliki kondisi yang disebut anhidrosis dan dapat menghadapi masalah besar. Dari awal perjalanan itulah masalah yang menghampiri di pemerintahan sekarang.
Berkaca dari demonstrasi besar besar an sampai banyak kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, polisi dan pos polisi yang dibakar. Presiden tidak pernah untuk serius menerima dan meng iyakan apa yang menjadi tuntutan para masyarakat indonesia. Kemarahan yang terjadi sampai menewaskan driver ojek online ini adalah masalah yang serius untuk diamati sehingga menjadi pekerjaan serius pemerintah untuk menata kembali apa yang menjadi masalah untuk diselesaikan.
Kalau kita melihat pernyataan pernyataan pemerintahan Prabowo-Gibran atas demo yang terjadi, tak satupun menimbulkan kepercayaan publik. Hanya melontarkan berupa permintaan minta maaf dan menyudutkan kemarahan warga yang terjadi di demonstrasi besar besar an waktu itu. Yang seharusnya pemeritahan Prabowo-gibran menyodorkan Langkah Langkah dan mendengarkan apa yang menjadi masalah ini seakan tutup telinga.
Kepekaan pemerintahan prabowo-gibran memang terlihat begitu kurang. Apakah akibat latar belakang prabowo militer sehingga susah untuk menerima aspirasi dari warga negaranya. Karna ranah militier yang selalu mengedepankan perintah atasan sehingga prabowo masih terbawa suasana lama dan akhirnya ber pengaruh kepada suara suara tuntutan warga negara yang tak pernah didengarkan.
Sudah terlalu banyak sebenarnya permasalahan yang menghampiri di periode pemerintahan prabowo-gibran sekarang ini. Peringatan 1 tahun pemerintahan prabowo-gibran pun, kerja kerjanya tak terlihat, terlalu banyak wacana dan pengen terlihat peduli dengan wacana yang disebutkan.
Seharunsya ada banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan pemerintahan prabowo-gibran. dikarenakan ulah presiden sebelumnya yang ugal ugal-an untuk menjalankan roda pemerintahannya waktu itu.
Terlihat dari banyaknya penggusuran yang terjadi dari presiden sebelumnya hingga merembet ke pemerintahan saat ini untuk penempatan proyek strategis nasional. seharusnya ini menjadi pekerjaan yang paling serius bagi pemerintahan sekarang.
Sudah banyak contoh yang terlihat, banyaknya penggusuran yang . dilakukan penguasa untuk warga warga kecil. Sehingga mengakibatkan warga kehilangan tanahnya.
Mengembalikan makna reforma agraria juga pekerjaan yang diperlukan pemerintah saat ini. mengembalikan makna reforma agraria yang sesungguhnya. Tidak ada lagi pemaknaan reforma agraria hanya membagi sertifikat yang kelihatan lucu dan memperlihatkan ketidakpahaman pemerintah tentang apa itu reforma agraria yang sebenarnya. Ketika pemerintah sudah mengembalikan makna reforma agraria yang sesungguhnya, akan mengurangi sedikit perampasan perampasan tanah yang terjadi akhir akhir ini.
Tidak hanya itu, banyaknya surat yang hadir dari jeruji besi kepolisian juga menjadi tantangan prabowo-gibran untuk memastikan setiap mereka yang bersuara tidak akan ada kriminalisasi. Justru ini malah sebaliknya kriminalisasi hadir untuk mereka yang bsersuara.
Banyak sekali kepolisian di berbagai daerah memenjarakan dan menyematkan status tersangka kepada mereka yang melakukan unjuk rasa, hampir 1.000 orang. Polisi membuat klaim bahwa sebagian besar mereka yang dijadikan tersangka ialah yang membuat kerusuhan. Sebagian lainnya seperti pedro, Muzaffar salim, syahdan husein, serta khaira anhar disangkakan sebagai 'penghasut', yang dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Cukup buruk memang demokrasi di era prabowo-gibran. Seharusnya hak hak mereka yang bersuara di jamin oleh konstitusi malah di kriminalisasi dan di tuduh dengan tuduhan yang tidak benar.
Yang dilakukan kawan kawan yang melakukan unjuk rasa seharusnya sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat. Tapi langkah hukum yang diambil kepolisian justru menjadi bentuk "pembungkaman dan penyempitan ruang sipil" untuk menciptakan ketakutan bagi "aktivis-aktivis muda". Hal inilah yang menjadi ketakutan Bersama untuk iklim demokrasi.
Situasi pergolakan politik di tahun 1997-1998 seharusnya menjadi pengingat dan pembelajaran untuk pemerintahan prabowo-gibran. Yang kita tau pembungkaman bukanlah sebuah solusi, melainkan menimbulkan Kembali perlawawan perlawanan baru yang jauh lebih besar.
Maka dari itu, dengan peringatan 1 tahun pemerintah prabowo-gibran harus masih banyak melakukan evaluasi. Kurangi berbau wacana yang seakan peduli. Perbaiki yang kelihatan buruk. Jauhi sikap militer selama memimpin Indonesia. terima segala masukan dari berbagai kalangan untuk membangun Indonesia.
Dan terakhir, Penguasa yang mendengarkan warganya menerapkan konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang partisipatif
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
