Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ahmad muttaqillah Muttaqillah

Tulis yang Baik atau Diam: Cermin Akhlak Muslim di Dunia Maya

Eduaksi | 2025-10-23 14:57:30

Media sosial kini menjadi dunia kedua bagi sebagian besar generasi muda. Setiap hari, jutaan kata diunggah dalam bentuk status, komentar, caption, dan pesan. Di balik kemudahan itu, tersimpan sebuah tanggung jawab besar yang sering kali terlupakan: tanggung jawab dalam berbahasa.

Ilustrasi Komunikasi yang Baik. Foto Pribadi

Bahasa: Cermin Akhlak Seorang Muslim

Islam mengajarkan bahwa lidah dan kata-kata adalah amanah. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa berbicara, termasuk menulis di media sosial, bukanlah hal sepele. Kata yang keluar dari lisan atau jari-jemari kita bisa menjadi kebaikan, namun juga bisa menjadi dosa.

Dalam konteks digital, status dan komentar adalah bentuk “ucapan” modern. Maka, menjaga etika berbahasa di media sosial berarti menjaga kehormatan diri dan keimanan kita.

Fenomena Bahasa di Dunia Maya

Kita bisa melihat dua sisi yang kontras di media sosial. Di satu sisi, media sosial memberi ruang luas bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri, berkreasi, dan bahkan berdakwah. Banyak anak muda yang membuat konten Islami, menulis refleksi keagamaan, atau menyebarkan pesan moral melalui kata-kata yang indah dan sopan.

Namun di sisi lain, tidak sedikit pula yang menggunakan bahasa kasar, sarkastik, atau menghina orang lain. Ada pula kecenderungan mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan istilah asing, bahkan menggunakan kata-kata yang tidak pantas hanya untuk terlihat “gaul”. Padahal, hal itu perlahan-lahan mengikis rasa hormat terhadap bahasa dan nilai kesantunan.

Etika Berbahasa dalam Islam

Dalam ajaran Islam, bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga alat dakwah dan cerminan akhlak. Al-Qur’an banyak menyinggung pentingnya berkata dengan cara yang baik, seperti dalam surah Al-Isra ayat 53:

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (ahsanu qawlan). Sesungguhnya setan menimbulkan perselisihan di antara mereka.”

Ayat ini mengingatkan bahwa setiap kata yang kita tulis atau ucapkan seharusnya membawa kedamaian, bukan perpecahan. Karenanya, di era digital, etika berbahasa Islami menjadi semakin penting: memilih kata yang lembut, tidak menyebarkan hoaks, tidak menghina, dan tidak menyinggung perasaan orang lain.

Tantangan bagi Generasi Muda

Generasi muda Muslim hari ini hidup di tengah arus informasi yang deras. Tantangannya bukan hanya pada kemampuan teknologi, tetapi juga pada kemampuan menjaga adab berbahasa. Media sosial yang semestinya menjadi sarana silaturahmi, sering kali berubah menjadi medan perdebatan, bahkan pertengkaran.

Di sinilah pentingnya self control yaitu kemampuan mengendalikan diri sebelum menulis atau berkomentar. Sebuah prinsip sederhana namun kuat, “Tulis hanya yang baik, atau jangan tulis sama sekali.”

Menjadi Generasi Bijak Berbahasa

Menjadi bijak berbahasa bukan berarti kaku atau formal. Justru, generasi muda dapat menampilkan keislaman dan kecerdasannya melalui bahasa yang santun namun tetap kreatif. Gunakan media sosial untuk menyebarkan kebaikan, motivasi, dan ilmu. Jadikan setiap kata yang ditulis sebagai amal jariyah digital yang pahalanya terus mengalir.

Penutup

Media sosial hanyalah alat, namun bahasa adalah cerminan hati. Jika hati kita baik, maka bahasa yang keluar pun akan baik. Sebaliknya, jika hati penuh amarah dan kebencian, maka bahasa yang muncul pun akan kasar.

Mari kita jadikan media sosial sebagai sarana memperindah akhlak, memperkuat ukhuwah, dan menunjukkan bahwa generasi muda Muslim adalah generasi yang cerdas, santun, dan beradab dalam berbahasa.

Karena dalam setiap kata yang kita tulis, ada nilai, ada tanggung jawab, dan ada cermin keimanan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image