Menjadi Santri di Era Algoritma: Adab, Ilmu, dan Tantangan Digital
Trend | 2025-10-22 14:46:27Oleh Muliadi Saleh
Alumnus PESANTREN IMMIM
“Zaman boleh berubah, tapi hakikat kesantrian tetap sama: belajar dengan adab, berilmu dengan rendah hati, dan mengamalkannya dengan kasih.”
Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober bukan sekadar nostalgia perjuangan ulama dan santri masa lalu. Ia adalah cermin untuk menatap masa kini — tentang bagaimana ruh pesantren tetap hidup di tengah derasnya arus teknologi dan hiruk-pikuk dunia digital.
Dulu, santri dikenal sebagai mereka yang tinggal di pondok, belajar kitab kuning, dan berkhidmat pada kiai dengan penuh takzim. Kini, generasi baru santri belajar dari ruang yang berbeda: melalui YouTube, Zoom, TikTok, dan podcast dakwah. Mereka adalah penuntut ilmu di era algoritma — yang menapaki jalan spiritual lewat layar dan jaringan.
Belajar di Dunia Tanpa Sekat
Transformasi digital telah menghapus batas ruang pesantren. Kitab tak lagi tersimpan di rak, melainkan di gawai. Majelis ilmu bisa diikuti dari mana saja, kapan saja. Namun, kemudahan ini membawa ujian baru: bagaimana menjaga adab di tengah kecepatan dan kerapuhan atensi digital.
Santri sejati bukan ditentukan oleh tempatnya belajar, tapi oleh cara ia menghormati ilmu. Adab adalah ruh kesantrian yang tidak bisa diunduh, tidak bisa diajarkan lewat emoji, dan tidak bisa dipercepat oleh algoritma.
Dulu, santri menunduk saat kiai bicara. Kini, santri digital harus belajar menundukkan ego di kolom komentar. Dulu, mereka mencuci hati dengan khidmat dan sabar; kini, mereka harus mencuci layar dari riuh sensasi dan debat sia-sia.
Antara Zikir dan Algoritma
Dunia maya adalah ruang yang ramai — penuh sorotan, popularitas, dan jebakan narsisme. Di sana, dakwah bisa viral, tapi juga mudah kehilangan ruh. Ada banyak ustaz digital, tapi tak semuanya memiliki sanad keilmuan yang jelas.
Santri digital sejati tidak mencari viralitas, tapi keberkahan. Ia menulis dengan hati, membagikan dengan niat baik, dan berkomentar dengan adab. Ia paham bahwa like bukan tanda ridha Allah, dan subscriber bukan ukuran derajat ilmu.
Algoritma boleh menuntun konten, tapi adab-lah yang menuntun hati. Zaman digital hanya mengubah medium; ia tidak boleh mengubah kemuliaan akhlak.
Ilmu yang Menyentuh Tanah
Menjadi santri di era digital bukan berarti hidup di awan maya selamanya. Ilmu sejati menuntut amal, dan amal selalu berpijak di tanah nyata. Santri digital yang baik akan membawa nilai pesantren keluar dari layar: menjadi relawan sosial, penggerak ekonomi umat, atau pendidik masyarakat.
Dari ruang digital, ia menginspirasi generasi muda untuk mencintai ilmu, menghormati ulama, dan menjadikan agama bukan sekadar wacana, melainkan jalan kehidupan.
Teknologi hanyalah kendaraan; ruhnya tetap pada keikhlasan dan ketulusan dalam menuntut ilmu. Jika keduanya dijaga, maka setiap klik menjadi amal, setiap unggahan menjadi dakwah, dan setiap pesan menjadi doa.
Santri Tak Pernah Virtual
Pada akhirnya, “santri” bukanlah label atau status, melainkan keadaan jiwa. Ia bisa hidup di bilik pondok, di ruang kuliah, atau di balik layar ponsel — selama ia menjaga adab terhadap ilmu dan guru.
Zaman algoritma mungkin mengubah cara kita belajar, tetapi tidak boleh mengubah cara kita berakhlak. Karena santri sejati tidak lahir dari teknologi, tetapi dari ketundukan hati.
Maka benar adanya: di era digital ini, ada santri daring, santri maya, santri konten. Namun hakikatnya tetap satu — santri tak pernah virtual. Ia hidup dalam setiap jiwa yang menunduk di hadapan ilmu dan merendah di hadapan Allah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
