Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Ekaputri

Santri Masa Kini: Menjaga Tradisi, Menggerakkan Inovasi

Eduaksi | 2025-10-22 11:35:39

Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional, hari yang penuh makna. Peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan pengingat akan peran santri dalam sejarah perjuangan bangsa dan pembentukan karakter nasional. Santri tidak hanya identik dengan kehidupan pesantren, tetapi juga dengan nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi moral bangsa: keikhlasan, kesederhanaan, keteguhan, dan cinta tanah air.

Hari Santri ditetapkan pertama kali pada tahun 2015 melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Tanggal 22 Oktober dipilih untuk mengenang Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1945. Resolusi ini menyerukan bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah kewajiban bagi setiap umat Islam. Seruan tersebut menjadi pemicu semangat perlawanan rakyat terhadap penjajah dan berujung pada pertempuran heroik 10 November di Surabaya. Dari sinilah jelas terlihat, bahwa santri bukan hanya tokoh keagamaan, melainkan juga pejuang kemerdekaan yang tulus dan berani.

Kini, delapan dekade lebih setelah proklamasi, wajah santri Indonesia telah banyak berubah. Jika dahulu mereka berjuang di medan perang, maka santri masa kini berjuang melalui medan ilmu, teknologi, dan pengabdian sosial. Santri tidak lagi terbatas di lingkungan pesantren tradisional; mereka hadir di universitas, ruang publik, bahkan di panggung global. Dengan bekal spiritualitas yang kuat dan akhlak yang terjaga, santri masa kini menunjukkan bahwa religiusitas dan modernitas dapat berjalan beriringan.

Peran santri di era digital menjadi semakin penting. Ketika arus informasi mengalir begitu cepat, santri diharapkan mampu menjadi penyeimbang moral di tengah masyarakat. Literasi digital, pemahaman keagamaan yang moderat, serta kemampuan berpikir kritis menjadi bekal utama agar santri tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen gagasan dan inspirasi. Santri masa kini harus hadir di ruang-ruang media sosial dengan membawa pesan kedamaian, toleransi, dan kebenaran.

Pendidikan Santri Indonesia Oleh: Fokusrasa Wikimedia Commonshttps://commons.wikimedia.org/wiki/File:Pendidikan_Santri_Indonesia.jpg

Selain itu, dunia pesantren sendiri terus bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang adaptif dan inovatif. Banyak pesantren kini mengintegrasikan kurikulum keagamaan dengan sains, teknologi, kewirausahaan, dan pengembangan karakter. Santri diajarkan untuk berpikir kritis, kreatif, dan solutif terhadap permasalahan masyarakat. Dari sinilah lahir generasi santri yang tidak hanya pandai berdoa, tetapi juga mampu berkarya. Santri modern adalah mereka yang mampu memaknai “ngaji” bukan sekadar membaca kitab, melainkan juga membaca zaman.

Hari Santri 2025 menjadi momentum untuk meneguhkan kembali jati diri santri sebagai penjaga tradisi sekaligus penggerak inovasi. Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, bangsa ini memerlukan lebih banyak sosok yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kematangan spiritual. Santri yang berpegang pada nilai-nilai keislaman, tetapi juga terbuka terhadap perubahan, akan menjadi ujung tombak lahirnya masyarakat yang beradab dan maju.

Kita semua, baik santri maupun non-santri, dapat meneladani nilai-nilai kesantrian: keikhlasan, kedisiplinan, kebersahajaan, dan semangat pengabdian. Jiwa santri sejatinya bukan hanya milik mereka yang tinggal di pondok pesantren, tetapi milik siapa pun yang menempatkan ilmu dan akhlak sebagai pedoman hidup. Dalam konteks kehidupan modern, semangat santri berarti terus belajar tanpa henti, bekerja dengan niat yang tulus, serta berbuat baik tanpa pamrih.

Selamat Hari Santri 2025! Semoga semangat santri terus hidup dalam setiap langkah generasi muda Indonesia: belajar dengan tekun, berjuang dengan ikhlas, dan berkarya untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image