Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nadia Naysilla

Secanggih Apapun AI, 4 Hal Ini Membuat Peran Dokter Tak Tergantikan

Riset dan Teknologi | 2025-10-21 07:23:24

Di era yang serba cepat ini, kemajuan teknologi telah menyebar ke setiap sendi kehidupan, tidak terkecuali di dunia kesehatan. Peran teknologi teknologi dalam dunia kesehatan terlihat sejak adanya penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang membantu mendiagnosis pasien dalam hitungan detik, hingga teknologi robotika yang membantu pelaksanan operasi dengan tingkat akurasi tinggi. Kemajuan teknologi ini telah merombak pelayanan kesehatan wajah, membuatnya seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam praktik medis sehari-hari.

Namun, di tengah semua kecanggihan itu, timbul stigma dari masyarakat bahwasannya penggunaan teknologi lebih akurat dan kredibel dibandingkan sentuhan manusia, seperti dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran sekaligus pertanyaan “Jika AI bisa mendiagnosis lebih akurat dan robot bisa mengoperasi lebih presisi, apakah peran dokter, dengan segala kehangatan dan empatinya akan digantikan oleh teknologi?” Jawabannya tegas, tidak.

AI sebagai asisten

Pertanyaan mengenai tergantinya peran dokter muncul bukanlah tanpa dasar. Kecerdasan buatan (AI) mampu menganalisis suatu penyakit, melakukan diagnosis, dan memprediksi risiko kesehatan di masa depan hanya dengan hitungan detik. Masyarakat cenderung lebih percaya pada teknologi daripada dokter karena dianggap dapat mengurangi risiko kesalahan manusia (human error ). Faktanya, peran dokter sebagai jembatan kemanusiaan lebih dari sekedar itu. Teknologi di dunia medis bukanlah pengganti, melainkan asisten yang dapat mendukung kinerja dokter sebagai tenaga kesehatan. Teknologi akan menjadi mitra bagi seorang dokter untuk mengambil keputusan dengan lebih baik dan cepat, sehingga mereka bisa lebih fokus pada inti dari profesi ini, yaitu merawat manusia, bukan sekadar mengobati penyakit.

Rasa kemanusiaan yang tidak bisa ditiru mesin

Seorang dokter tidak hanya bekerja menggunakan logika, seperti yang dilakukan oleh AI atau robot, tetapi mereka juga mengandalkan etika dan empati. Dalam melakukan diagnosis, seorang dokter tidak hanya mengandalkan anamnesis, tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor di luar medis yang mempengaruhi pasien. Misalnya, kondisi finansial pasien, kondisi psikologis dan dukungan keluarga, hingga keyakinan spiritual yang dapat mempengaruhi keputusan pengobatan. Semua ini adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari komunikasi medis dan kesehatan holistik yang tidak dapat dipahami oleh teknologi sebagaimana manusia memahaminya. Teknologi mungkin dapat memberikan daftar opsi pengobatan secara klinis dengan optimal, tetapi hanya dokter yang dapat membantu pasien memilih opsi terbaik yang paling sesuai dengan kenyataan hidup mereka.

Fondasi kepercayaan

Lebih lanjut lagi, hubungan antara dokter dan pasien dibangun atas fondasi kepercayaan. Ketika seorang pasien sakit, mereka tidak hanya membutuhkan pengobatan secara klinis, tetapi juga kepastian, dukungan, dan harapan. Sentuhan di pundak, menutupi mata yang berjanji, atau kata-kata penenang yang keluar dari seorang dokter dapat memberikan kekuatan psikologis yang jauh lebih besar dari sekedar resep obat. Sebuah mesin tidak bisa menjadi teman dalam perjalanan pemulihan pasien, ia tidak bisa memberikan dukungan emosional, mencapai keberhasilan kecil, atau memberikan kekuatan saat harapan menipis. Selain itu, dokter memiliki peran vital dalam upaya preventif. Mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat, memberikan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan dan pola hidup sehat. Teknologi mungkin bisa mengirimkan notifikasi pengingat, tetapi tidak akan pernah bisa membangun hubungan pribadi yang meyakinkan seseorang untuk mengubah kebiasaan hidupnya.

Karakteristik komunikasi dokter

Selain aspek empati dan kepercayaan, kemampuan dokter dalam berkomunikasi secara interaktif merupakan aset yang tidak bernilai. Komunikasi dokter yang efektif ditandai dengan penyampaian informasi yang jelas dan jujur mengenai kondisi pasien, tetapi disampaikan tanpa menghilangkan harapan pasien untuk sembuh. Penyampaian ini menggunakan Bahasa yang sederhana dan menggunakan istilah umum (bukan istilah medis) sehingga pasien dapat mencerna informasi yang disampaikan dengan baik. Komunikasi seorang dokter juga dilaksanakan dalam dua arah, seorang dokter yang baik memahami bahwa mendengarkan keluhan, ketakutan, dan pandangan pasien sama pentingnya dengan berbicara. Mereka menghargai otonomi pasien dalam mengambil keputusan terkait diri mereka sendiri

Masa depan dokter lebih humanis

Alih-alih menjadi ancaman, teknologi justru memberikan kesempatan bagi profesi dokter untuk berevolusi. Dengan teknologi yang mengambil alih tugas-tugas administratif, dokter dapat mengalihkan waktu dan energi mereka untuk menangani pasien secara klinis. Di masa depan, kita akan melihat dokter yang lebih manusiawi. Mereka akan memiliki banyak waktu untuk mendengar, berempati, dan membangun hubungan yang lebih dalam dengan pasien.

Pada akhirnya, di tengah lautan data dan algoritma, yang membedakan antara manusia dengan teknologi bukanlah apa yang mereka ketahui, melainkan bagaimana mereka merawat. Teknologi mungkin bisa meniru diagnosis dokter, tetapi tidak akan pernah bisa meniru sentuhan tulus dan empati seorang dokter. Itulah alasannya, peran dokter tidak akan pernah tergantikan. Mereka akan selalu menjadi poros dimana pengetahuan kesehatan bertemu dengan kemanusiaan.

REFERENSI

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 2024. Peran Artificial Intelligence Diagnosis Penyakit Tidak Menular . Diakses pada 21 Oktober 2025, dari https://brin.go.id/news/119965/peran-artificial-intelligence-diagnosis-penyakit-tidak-menular

MetroTV. 2024. Teknologi AI Untuk Diagnosa dan Obati Kondisi Medis Serius. Video Youtube. Diakses pada 21 Oktober 2025, dari https://youtu.be/9u98iOi-DK0?si=UlnmF7O4hl4TRx6d

Sumber: Artificial Intelligence Indonesia

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image