Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rosyda Ainun Nadhira

Pengaruh Gawai terhadap Kualitas Tidur Remaja dan Dewasa

Edukasi | 2025-10-20 11:28:58
ilustrasi pengaruh gadget pada kesehatan remaja

Pendahuluan

Di tengah gemerlap era digital yang menjanjikan konektivitas tanpa batas, ironisnya, gawai yang seharusnya mempermudah hidup justru menjadi penghalang bagi salah satu kebutuhan biologis paling mendasar manusia: tidur. Ponsel pintar telah bertransformasi menjadi ekstensi diri kita, sebuah perangkat yang selalu berada dalam jangkauan, bahkan menjadi objek terakhir yang dilihat sebelum memejamkan mata. Kebiasaan ini kini telah menjadi ritual global, namun membawa konsekuensi serius bagi kesehatan publik. Paparan cahaya biru artifisial dari layar, ditambah dengan stimulasi mental yang berkelanjutan dari notifikasi dan media sosial, secara langsung mengganggu produksi hormon tidur, melatonin, yang vital. Jika ritual malam ini diabaikan, dampaknya tidak hanya sebatas mata yang mengantuk, tetapi meluas pada penurunan fungsi kognitif, masalah mood, dan risiko kesehatan jangka panjang.

HP (handphone) telah menjadi perangkat teknologi yang susah lepas dari genggaman pengguna. Banyak aktivitas pengguna yang selalu ditemani HP, salah satunya mungkin adalah aktivitas menjelang tidur. Tak sedikit pengguna yang main HP sebelum tidur atau istirahat malam. Banyak hiburan yang bisa diakses di HP, seperti menonton film, menjelajahi media sosial, dan sebagainya. Dengan hiburan itu, main HP harapannya bisa menemani tidur.

Oleh karena itu, esai ini akan membahas secara mendalam dan analitis bagaimana penggunaan telepon genggam yang berlebihan, terutama menjelang waktu istirahat, merupakan penyebab utama dari gangguan tidur yang semakin meluas di kalangan masyarakat kontemporer.

Isi

I. Mekanisme Fisiologis dan Psikologis Gangguan Tidur oleh Gawai

Penggunaan gawai menjelang waktu tidur bukanlah sekadar kebiasaan buruk, melainkan sebuah intervensi langsung terhadap ritme sirkadian tubuh, yang merupakan jam biologis internal. Secara fisiologis, cahaya yang dipancarkan oleh layar ponsel, terutama yang termasuk dalam spektrum cahaya biru (wavelength pendek), ditangkap oleh sel-sel sensitif cahaya di retina yang dikenal sebagai intrinsically photosensitive retinal ganglion cells (ipRGCs). Sinyal dari sel-sel ini kemudian dikirim ke otak, secara keliru menginterpretasikannya sebagai sinyal siang hari. Akibatnya, pelepasan hormon melatonin, yang bertugas memberi sinyal kepada tubuh bahwa sudah waktunya untuk beristirahat dan tidur, akan terhambat atau tertunda. Penundaan pelepasan melatonin ini dapat menggeser waktu tidur selama berjam-jam, sebuah kondisi yang dikenal sebagai sleep phase delay. Selain faktor biologis, gawai juga memberikan stimulasi psikologis yang intens. Aktivitas seperti scrolling media sosial, menonton video, atau merespons pesan memicu produksi hormon stres, kortisol, yang justru membuat otak berada dalam kondisi waspada (alertness). Kombinasi penekanan melatonin dan peningkatan kortisol inilah yang membuat seseorang merasa "susah tidur," bahkan ketika tubuhnya sudah lelah secara fisik.

II. Konsekuensi Jangka Panjang: Kerusakan Kognitif dan Risiko Kesehatan Kronis

Jika penundaan tidur (sleep delay) menjadi kronis, konsekuensinya meluas dari sekadar mengantuk menjadi ancaman serius bagi keseimbangan kognitif dan kesehatan metabolik tubuh. Dalam jangka pendek, otak yang kekurangan tidur (sleep deprivation) menunjukkan penurunan drastis pada fungsi eksekutif, yang meliputi kemampuan memori kerja, pengambilan keputusan rasional, dan fokus perhatian. Hal ini berdampak langsung pada produktivitas akademis maupun profesional. Namun, dampak yang lebih mengkhawatirkan muncul dalam jangka panjang. Kurang tidur kronis mengganggu regulasi hormon lapar (ghrelin dan leptin), yang seringkali memicu peningkatan nafsu makan dan risiko obesitas. Selain itu, tidur yang terfragmentasi atau tidak cukup dapat menyebabkan resistensi insulin, yang merupakan prekursor utama Diabetes Melitus Tipe 2. Pada tingkat kardiovaskular, kurang tidur yang berlangsung lama dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah dan inflamasi sistemik, secara signifikan menaikkan risiko penyakit jantung dan stroke. Dengan demikian, gawai tidak hanya mencuri waktu tidur sesaat, tetapi juga secara perlahan merusak sistem kognitif dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap berbagai penyakit degeneratif.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan gawai menjelang waktu tidur telah menjadi kontributor utama krisis kurang tidur kronis di masyarakat modern. Mekanisme ini berlangsung dalam dua jalur: pertama, secara fisiologis, cahaya biru menekan pelepasan melatonin, mengganggu ritme sirkadian; dan kedua, secara psikologis, konten yang menarik memicu kortisol dan kewaspadaan, menjauhkan individu dari kondisi rileks yang dibutuhkan untuk beristirahat. Dampak dari kekurangan tidur yang diakibatkan oleh gawai ini tidak berhenti pada kelelahan sementara, melainkan berevolusi menjadi risiko kesehatan jangka panjang yang serius, meliputi penurunan fungsi kognitif, serta peningkatan kerentanan terhadap penyakit metabolik dan kardiovaskular. Oleh karena itu, sudah saatnya kesadaran kolektif ditingkatkan mengenai pentingnya batasan digital. Solusi yang efektif harus mencakup penegakan "zona bebas gawai" minimal satu jam sebelum tidur, serta edukasi publik tentang bahaya cahaya biru dan hiper-stimulasi mental. Mengembalikan tidur sebagai prioritas utama adalah langkah krusial untuk menjaga tidak hanya produktivitas, tetapi juga kesehatan kognitif dan fisik secara menyeluruh di era digital ini.

Daftar Pustaka

Cajochen, C., Frey, S., Anders, D., Späti, J., Bues, M., Pross, A., ... & Stefani, O. (2011). Paparan layar komputer dengan pencahayaan LED pada malam hari memengaruhi fisiologi sirkadian dan kinerja kognitif. Journal of Applied Physiology, 110(5), 1432–1438. https://doi.org/10.1152/japplphysiol.00165.2011

Harvard Health Publishing. (2020). Cahaya biru memiliki sisi gelap. Harvard Medical School. https://www.health.harvard.edu/staying-healthy/blue-light-has-a-dark-side

Levenson, J. C., Shensa, A., Sidani, J. E., Colditz, J. B., & Primack, B. A. (2017). Penggunaan media sosial sebelum tidur dan gangguan tidur pada dewasa muda di Amerika Serikat: Studi representatif nasional. Sleep Health, 3(6), 496–502. https://doi.org/10.1016/j.sleh.2017.05.003

Walker, M. (2017). Mengapa kita tidur: Mengungkap kekuatan tidur dan mimpi. Scribner.

Chang, A. M., Aeschbach, D., Duffy, J. F., & Czeisler, C. A. (2015). Penggunaan pembaca elektronik (e-Reader) dengan cahaya LED pada malam hari berdampak negatif terhadap tidur, waktu sirkadian, dan kewaspadaan keesokan paginya. Proceedings of the National Academy of Sciences, 112(4), 1232–1237. https://doi.org/10.1073/pnas.1418490112

Cain, N., & Gradisar, M. (2010). Penggunaan media elektronik dan tidur pada anak-anak serta remaja usia sekolah: Sebuah tinjauan. Sleep Medicine, 11(8), 735–742. https://doi.org/10.1016/j.sleep.2010.02.006

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image