Digitalisasi Pembelajaran PAI: Antara Peluang dan Tantangan di Era 5.0
Pendidikan dan Literasi | 2025-10-20 06:18:46
Perubahan zaman memang nggak bisa kita hindari. Dunia pendidikan pun ikut terkena dampaknya, termasuk dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Kalau dulu belajar agama identik dengan papan tulis, kitab, dan ceramah di kelas, sekarang semuanya bisa dilakukan lewat layar gadget. Inilah bukti nyata bahwa kita sudah benar-benar hidup di era digital bahkan sudah masuk ke era Society 5.0, di mana teknologi dan nilai kemanusiaan berjalan beriringan.
Buat sebagian orang, mungkin terasa aneh membayangkan pelajaran agama lewat media digital. Tapi faktanya, digitalisasi justru membawa banyak peluang baru bagi pembelajaran PAI. Guru PAI kini bisa mengemas materi dengan cara yang lebih menarik. Bayangkan, belajar tajwid atau sejarah Islam lewat Quizizz, diskusi hadis di Google Classroom, atau nonton penjelasan tafsir lewat YouTube Edu. Semua jadi terasa lebih interaktif dan menyenangkan.
Generasi sekarang juga jauh lebih akrab dengan teknologi. Mereka lebih cepat memahami sesuatu kalau disajikan secara visual. Jadi, saat guru membuat video pembelajaran, infografis, atau bahkan animasi dakwah singkat, pesan keislaman bisa lebih mudah diterima. Artinya, teknologi bukan lagi “musuh” nilai-nilai religius, tapi justru bisa jadi alat dakwah yang kekinian.
Namun, sebagaimana dua sisi mata uang, digitalisasi juga menghadirkan tantangan tersendiri. Salah satunya adalah banjir informasi. Nggak semua konten keagamaan di internet bisa dipercaya. Banyak juga yang menyesatkan, bahkan menebar kebencian. Nah, di sinilah peran guru PAI jadi sangat penting bukan cuma sebagai pengajar, tapi juga penjaga moral digital. Guru harus bisa membimbing siswa agar bijak memilih sumber belajar dan tetap berpegang pada nilai Islam yang moderat dan menyejukkan.
Selain itu, tantangan lain adalah kesenjangan akses teknologi. Masih banyak sekolah yang belum punya fasilitas memadai atau jaringan internet stabil. Padahal, semangat digitalisasi bisa terasa pincang kalau belum semua siswa merasakannya. Maka, dukungan pemerintah dan lembaga pendidikan jadi sangat penting, agar setiap anak di kota maupun di pelosok punya kesempatan yang sama untuk menikmati pembelajaran PAI berbasis teknologi.
Belum lagi soal kesiapan guru PAI sendiri. Nggak sedikit yang masih canggung menggunakan teknologi dalam mengajar. Ada yang belum terbiasa membuat media digital, ada juga yang takut salah klik. Padahal, di era ini, guru dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi. Pelatihan dan pendampingan dalam literasi digital jadi kebutuhan penting agar guru bisa tetap relevan dan kreatif dalam mengajar.
Meski begitu, semua tantangan tadi bukan alasan untuk mundur. Justru, di sinilah kesempatan kita untuk melakukan transformasi besar dalam pendidikan Islam. PAI di era digital seharusnya bukan hanya soal menyampaikan ilmu agama, tapi juga tentang bagaimana menanamkan akhlak dan karakter mulia lewat teknologi yang bijak dan inspiratif.
Digitalisasi bukan ancaman bagi nilai-nilai Islam. Sebaliknya, ia adalah jembatan baru untuk menyebarkan kebaikan dan memperluas dakwah. Dengan kreativitas, niat baik, dan semangat belajar, guru PAI bisa menjadi pionir perubahan positif di dunia Pendidikan.
Akhirnya, kita harus sadar bahwa di era 5.0 ini, bukan siapa yang paling pintar yang akan bertahan, tapi siapa yang paling mau belajar dan beradaptasi. Dunia terus berubah, dan PAI harus ikut berubah tanpa kehilangan ruh dan maknanya. Karena teknologi hanyalah alat; yang terpenting tetaplah hati dan niat dalam menebarkan ilmu dan kebaikan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
