Kewarganegaraan Kritis di Era Disinformasi: Membangun Etika Publik Yang Tangguh
Pendidikan | 2025-10-16 23:08:57
Di tengah meluasnya arus informasi, kita disuguhi banjir narasi yang kadang menyesatkan maupun memecah belah. Setiap hari data dan kutipan bertebaran di layar kita, namun tidak sedikit yang mudah terdistorsi oleh algoritma dan kepentingan semata.Kondisi ini menuntut kita agar masyarakat mampu berfikir kritis dan menjaga keadaban digital. Pertanyaannya: sejauh mana kewarganegaraan kita mampu menjaga kualitas publik ketika informasi tak lagi jernih?
Kewarganegaraan yang kritis berarti kemampuan menilai, membedakan fakta dari opini, serta bertanggung jawab atas dampak ujaran dan tindakan di ruang publik. Ketika informasi bersifat polarisatif dan disinformasi merajalela, hak warga untuk berpendapat harus disertai kewajiban untuk menghindari penyebaran kebohongan. Pancasila menuntun kita pada keadilan sosial, kemanusiaan, dan persatuan; therefore, nilai-nilai tersebut menuntut seorang warga negara tidak sekadar paham haknya, tetapi juga menjaga kebenaran dan keharmonisan bersama. Contoh konkret adalah praktik verifikasi sumber sebelum membagikan konten, serta menahan diri dari menuduh tanpa data yang jelas. Ketika kekuasaan memanfaatkan disinformasi untuk memperkuat posisinya, sila kelima tentang keadilan sosial bisa terdegradasi menjadi alat legitimasi bagi yang berkuasa, sehingga etika publik kehilangan fondasi.
Pemerintah dan pelaku pendidikan perlu mendorong literasi digital yang sistematis di semua jenjang pendidikan, agar generasi muda terlatih memfilter informasi, mengecek sumber, dan memahami konteks berita. Media massa dan platform digital perlu memperkuat etika jurnalisme serta kebijakan transparansi algoritma, sehingga publik tidak hanya menerima konten yang sensasional. Masyarakat dapat membangun kebiasaan berbagi informasi secara bertanggung jawab: memverifikasi fakta terlebih dahulu, menyertakan sumber, dan melibatkan dialog empatik meskipun perbedaan pendapat ada. Selain itu, penting ada mekanisme akuntabilitas bagi penyebar hoaks dan penyalahguna informasi, tanpa mengorbankan kebebasan berpendapat yang sehat.
Negara tidak akan adil tanpa warga negara yang peduli pada kebenaran dan tata krama publik. Kewarganegaraan yang kritis adalah fondasi konstitusi yang hidup, karena etika publik bukan sekadar norma, tetapi instrumen bersama untuk menjaga demokrasi tetap sehat. Dengan komitmen bersama, kita bisa menumbuhkan ruang publik yang berisi argumentasi rasional, bukan ujaran kebencian atau manipulasi informasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
