Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image vania fahmi

Melindungi Hak Anak di Sekolah: Tanggung Jawab Kita atau Sekadar Formalitas?

Eduaksi | 2025-12-14 17:23:31

Perlindungan hak anak di lingkungan sekolah merupakan isu krusial yang perlu mendapatkan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Sekolah tidak hanya menjadi tempat siswa memperoleh ilmu, tetapi juga ruang sosial tempat mereka tumbuh, berkembang, dan belajar mengenali dunia. Oleh karena itu, keamanan, kenyamanan, serta perlindungan bagi anak harus menjadi prioritas utama.

Namun, kenyataannya masih banyak kasus pelanggaran hak anak yang terjadi di sekolah, seperti perundungan, kekerasan verbal, hukuman fisik, maupun diskriminasi yang dilakukan oleh teman sebaya ataupun tenaga pendidik. Situasi ini menunjukkan bahwa sebagian sekolah belum menerapkan sistem perlindungan yang komprehensif.

Implementasi perlindungan hak anak dapat dilakukan melalui penataan tata tertib yang berperspektif anak, sosialisasi anti perundungan, penguatan peran guru BK, hingga membangun komunikasi efektif dengan orang tua. Dengan langkah-langkah tersebut, sekolah dapat menjadi lingkungan yang benar-benar aman dan mendukung perkembangan anak secara optimal.

Melindungi anak bukan hanya tugas sekolah, tetapi tanggung jawab bersama antara guru, orang tua, dan masyarakat. Dengan kerja sama yang kuat, sekolah dapat menjadi tempat yang ramah anak dan mendorong mereka tumbuh menjadi generasi yang berkarakter, kritis, dan berdaya.

Perlindungan hak anak dalam lingkungan sekolah tidak hanya sebatas menyediakan ruang kelas yang nyaman, tetapi juga memastikan bahwa setiap siswa merasa aman secara fisik, sosial, dan emosional. Faktanya, berbagai penelitian pendidikan menunjukkan bahwa pelanggaran hak anak sering terjadi karena lemahnya pengawasan, kurangnya pemahaman guru tentang hak anak, hingga budaya sekolah yang belum inklusif. Teori perkembangan anak menyatakan bahwa pengalaman negatif di sekolah dapat mempengaruhi kepercayaan diri, motivasi belajar, bahkan kesehatan mental peserta didik.

Dalam konteks profesionalitas guru, Kode Etik Guru Indonesia (PGRI) menjadi landasan moral yang harus dipegang teguh oleh setiap pendidik. Salah satu prinsip penting dalam kode etik menyatakan bahwa “guru wajib melindungi peserta didik dari tindakan yang membahayakan fisik maupun psikis” serta “menghormati martabat dan hak asasi peserta didik tanpa diskriminasi.” Ketika terjadi kekerasan verbal, hukuman fisik, atau tindakan diskriminatif oleh tenaga pendidik, hal tersebut jelas melanggar prinsip etika profesi. Guru sebagai teladan seharusnya menunjukkan perilaku empatik, adil, dan bertanggung jawab, bukan justru menjadi bagian dari sumber masalah. Kode etik juga menegaskan bahwa guru bertanggung jawab menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, aman, dan mendukung perkembangan anak secara optimal—suatu tuntutan profesional yang sangat relevan dengan isu perlindungan hak anak.
Oleh karena itu, sekolah perlu membangun sistem pelaporan yang aman, memperkuat karakter pendidikan, serta menciptakan budaya saling menghargai. Upaya pencegahan seperti pelatihan guru mengenai manajemen kelas positif dan teknik komunikasi empatik juga sangat penting untuk menekan potensi pelanggaran hak anak. Guru harus sadar bahwa menjalankan kode etik bukan sekadar kewajiban, tetapi komitmen moral dalam membentuk lingkungan pendidikan yang aman bagi peserta didik.
Perlindungan hak anak di sekolah bukan hanya tugas guru, tetapi tanggung jawab seluruh warga sekolah. Refleksi kritis perlu terus dilakukan agar lingkungan pendidikan benar-benar menjadi ruang aman bagi semua peserta didik. Pada akhirnya, menjaga hak anak bukan sekedar kewajiban hukum, tetapi juga nilai moral yang harus dijunjung demi terciptanya generasi yang berkarakter dan berdaya.
Rekomendasi dan Solusi dari Masalah Perlindungan Hak Anak di Sekolah yaitu:1. Penerapan Kode Etik Guru Secara Konsisten Mengintegrasikan pelaksanaan evaluasi kode etik guru dalam penilaian kinerja guru. Mengadakan pengawasan dan pembinaan rutin untuk memastikan tidak ada tindakan yang melanggar profesi etika.2. Pelatihan Profesional Berbasis Hak AnakPelatihan manajemen kelas positif, komunikasi empatik, dan pendekatan disiplin tanpa kekerasan. Lokakarya tentang perlindungan anak berbasis Kode Etik Guru dan Undang-Undang Perlindungan Anak.3. Penguatan Sistem Pengawasan dan PelaporanMenyediakan kotak pengaduan, hotline sekolah, atau kanal pelaporan digital yang aman bagi siswa. Membentuk Tim Perlindungan Anak Sekolah yang bertugas melaporkan laporan secara cepat dan adil.4. Menciptakan Budaya Sekolah Ramah AnakMembiasakan berlatih saling menghargai dalam setiap aktivitas sekolah. Menyelenggarakan kampanye anti-bullying dan forum siswa untuk menyuarakan kebutuhan mereka.5. Kolaborasi dengan Orang Tua dan KomunitasMengadakan pertemuan berkala terkait perkembangan siswa dan pencegahan kekerasan di sekolah. Melibatkan psikolog, dinas pendidikan, dan organisasi perlindungan anak dalam pendampingan kasus.6. Penegakan Aturan Secara Tegas dan TransparanMenyusun SOP penanganan pelanggaran hak anak yang mudah dipahami. Memberikan sanksi tegas kepada pihak yang melanggar, baik siswa maupun guru, dengan pendekatan edukatif
oleh: (Azarine Vania Fahmi), Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pamulang

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image