Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image arasti rahma

Tantangan dalam Menyetarakan Pendidikan di Indonesia

Eduaksi | 2025-10-15 14:39:01
Pendidikan

“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia.” – Nelson Mandela

Pendidikan menjadi salah satu kunci majunya suatu peradaban manusia. Pendidikan memberikan bekal untuk manusia agar dapat berpatisipasi dalam lingkungan yang berekonomi, berpolitik dan bersosialisasi. Jika kualitas pendidikan yang diterima masyarakat baik dan merata, maka akan berdampak dengan kemajuan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh US News and World Report, BAV Group and the Wharton School of the University of Pennsylvania, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman menempati peringkat 3 tertinggi di seluruh dunia dalam kategori pendidikan terbaik. Faktor ini menjadi bukti bahwa pendidikan menjadi salah satu faktor terpenting yang menentukan kemajuan suatu negara. Selain itu, menurut World Population Review, faktor yang menyebabkan negara maju memiliki tingkat edukasi yang tinggi adalah negara tersebut menawarkan pendidikan dengan kualitas terbaik dibandingkan dengan negara berkembang.

Namun, realitas di Indonesia masih jauh dari gambaran ideal tersebut. Meskipun pendidikan telah diakui sebagai faktor penentu kemajuan bangsa, Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dasar dalam pemerataan pendidikan. Berdasarkan data dari Kementrian Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang dikeluarkan pada tanggal 19 Maret 2025, tercatat secara keseluruhan terdapat 66.866 siswa yang putus sekolah sepanjang 2024, diantaranya adalah 38.540 siswa di tingkat SD/sederajat, 12.219 siswa di SMP/sederajat, 6.716 siswa SMA, dan 9.391 siswa SMK. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia belum mampu menempun pendidikan hingga jenjang menengah atas, yang memiliki dampak krusial pada tingkat keterampilan tenaga kerja Indonesia di lingkup global. Sebagai negara yang berkembang, sudah seharusnya Indonesia mengutamakan pendidikan kepada warga negaranya, tetapi kenyataannya, pemerataan pendidikan masih menjadi persoalan yang belum teratasi. Menurut Mendikdasmen, ada berbagai faktor yang menyebabkan anak putus sekolah, diantaranya yaitu karena keterbatasan ekonomi dan kurangnya sarana prasarana dalam pendidikan di Indonesia.

Faktor ekonomi menjadi salah satu sumber ketimpangan pendidikan terbesar di Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, ada 422.619 anak dari keluarga miskin ekstrim yang tidak bersekolah. Data ini menunjukan bahwa kemiskinan menjadi penghalang langsung dalam pemerataan pendidikan. Selain itu, transisi perpindahan jenjang pendidikan juga menjadi salah satu alasan masyarakat putus sekolah karena adanya biaya tambahan yang membebani masyarakat kurang mampu. Dengan permasalahan ini, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.

Ketimpangan pendidikan di Indonesia juga dapat dilihat melalui perbedaan fasilitas dan hasil pembelajaran yang diperoleh secara individu maupun kelompok masyarakat. Akibatnya, tidak sedikit anak bangsa dengan prestasi yang memumpuni terpaksa berhenti melanjutkan pendidikan karena terbatasnya fasilitas dan kesempatan belajar. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa rata-rata durasi sekolah penduduk Indonesia di tahun 2024 hanya 9,22 tahun, setara dengan lulusan SMP, meskipun sebelumnya harapan durasi sekolah sudah mencapai 13,15 tahun pada 2023. Kesenjangan ini menunjukkan banyaknya siswa yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang SMA atau perguruan tinggi.

Selain faktor ekonomi dan terbatasnya fasilitas, faktor kultural juga memiliki peran penting dalam ketimpangan pendidikan di Indonesia, contohnya remaja yang memilih untuk mencari nafkah demi keluarga dibandingan dengan melanjutkan pendidikan dasar mereka. Selain itu, rendahnya kesadaran akan pentingnya melanjutkan pendidikan jangka panjang membuat banyak keluarga berfikir bahwa sekolah tidak efektif untuk menjamin masa depan dan menganggap sekolah sebagai pengorbanan yang mengurangi tenaga efektif di rumah. Pada akhirnya, pola pikir tersebut mendorong anak-anak mereka untuk putus sekolah dan membantu keluarga mencari nafkah.

Secara keseluruhan, anak-anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi, prasarana maupun kultural mencerminkan adanya penyimpangan dalam sistem pendidikan indonesia. Pendidikan yang seharusnya menjadi sarana untuk pemerataan kesempatan justru menjadi sumper ketimpangan yang berdampak negatif, baik untuk individu, masyarakat maupun secara keseluruhan. Faktor tersebut juga menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap kualitas anak bangsa. Mereka cenderung memiliki kesempatan kerja yang lebih terbatas, memiliki daya saing rendah di pasar global dan rentan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Selain itu, putus sekolah juga meningkatkan risiko pernikahan dini, pekerja anak hingga kenakalan remaja. Dalam jangka panjang, kondisi ini memperlebar ketimpangan pendidikan di indonesia dan menghambat sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk perkembangan negara baik secara nasional maupun internasional.

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya upaya untuk menangani penyimpangan pendidikan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan adalah seperti berikut:

1.Mengirim guru-guru kompeten ke daerah tertinggal untuk meratakan pendidikan di Indonesia

2.Menyediakan program beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa yang terkendala pendidikan dan memberikan pelatihan untuk menambah wawasan pendidikan

3.Menetapkan kurikulum yang relevan untuk kebutuhan pelajar dan mahasiswa serta membuat kurikulum tersebut mudah untuk diakses.

4.Memfokuskan perkembangan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah ada, seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar, Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

5.Mengadakan kerja sama dengan sektor swasta/NGO untuk menyediakan akses pendidikan di seluruh Indonesia

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan ketimpangan pendidikan di Indonesia dapat teratasi dan dan dapat meningkatkan sumber daya manusia yang dapat bersaing di dunia nasional dan internasional.

Sumber:

https://nasional.kompas.com/read/2025/07/08/18332991/menko-muhaimin-422619-anak-miskin-ekstrem-di-indonesia-putus-sekolah?utm_source=chatgpt.com

Faktor Budaya dan Pola Pikir Pengaruhi Anak Putus Sekolah https://www.kompas.id/artikel/faktor-pemicu-putus-sekolah-tidak-melulu-karena-alasan-ekonomi?loc=hard_paywall

https://m.antaranews.com/berita/5109993/tut-wuri-handayani-di-era-modern?page=all

https://data.goodstats.id/statistic/top-10-negara-dengan-pendidikan-terbaik-di-dunia-2023-ZEkSU

https://www.jawapos.com/pendidikan/016208963/mendikdasmen-ungkap-3-pemicu-angka-putus-sekolah-dominannya-masalah-ekonomi-dan-perkawinan-anak#goog_rewarded

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image