Saatnya Guru Menjadi Tiktoker Edukatif
Eduaksi | 2025-10-14 15:30:29Ditulis oleh : Nurhastin, M.Pd.
Sejak hadirnya dunia hiburan medsos khususnya pertiktokan, dunia pendidikan pun sangat berpengaruh besar khususnya dalam proses belajar mengajar. Jangankan kalangan remaja bahkan anak-anak di usia sekolah usia dini, sekolah dasar pun turut hanyut dan tenggelam menjadi penikmat hiburan yang terhidang di era modern ini. Bahkan tidak sedikit guru pun membanjiri ruang dunia pertiktokan sebagai lahan hiburan.
Saya seorang guru madrasah ibtidaiyah awalnya sangat alergi dan gelisah melihat panorama dunia pertiktokan sebelumnya. Sekejap saja saya scroll-scroll isinya aduhai pertama terlihat ada konten hiburan yang penuh glamor dan perjogetan di luar batas akhlak karimah. Hati saya mulai bergemuruh dan menolak. Dalam benak saya selalu ada gelisah dan pertarungan sengit, Pertarungan batin pun mulai mengusik ketenangan. Muncul lah berbagai pertanyaan, kenapa saya hanya diam saja? pikiran saya selalu dihantui seolah saya harus berbuat dan beraksi sebisa mungkin. Mulai saat itulah saya menelusuri dan menyelami dunia pertiktokan. Berbagai pertanyaan yang menjadi PR besar untuk dijawab. Pertanyaan bertubi seperti: Apa saja yang tampilannya? bisakah anak-anak dihandle cara pengawasannya, dan semua saya indeks hingga pertanyaan itu mampu terjawab satu persatu.
Saya perlahan menggeluti dan pelajari semua bagian pertiktokan mulai dari tampilannya, pertemanan, followernya, repostnya, yang disukai, hingga algoritmanya. Dengan bismillah saya niatkan untuk membuat akun tiktok diawali dengan nama akun yang disamarkan yaitu dengan nama “Ummulhafiz” artinya ibu yang menjaga, tujuannya agar anak didikku bisa terpantau dan tidak mengenalku.
Langkah selanjutnya memantau akun anak anak yang mungkin sudah ada yang terkontaminasi ikutan trend perjogetan beserta muqoddimahnya. Mulai saya perdalam mencoba searching ke YouTube. Mencari tahu seluk beluk isinya, akhirnya lama kelamaan saya mulailah menemukan akun-akun terbaik versi yang saya inginkan. Memahami kalau dunia di Tiktok itu harus pandai memfilter dari pertemanannya, memilih dan memilah konten-konten yang menarik seperti kontan dakwah, konten pembelajaran, ada juga beberapa sahabat guru di luar sana memiliki konten pembelajaran yang mampu saya adopsi di setiap pembelajaran di kelas sehingga menjadi inspirasi saya untuk mengembangkan pembelajaran di kelas.
Sudah waktunya guru harus memiliki panggung ganda. Dengan panggung ganda guru tetap menjadi bagian yang selalu mengajarkan kita untuk tidak berhenti belajar. pendidikan ala medsos saat ini menjadi ruang baru bagi guru dan siswa untuk berinteraksi, belajar, dan mengekspresikan diri. Dalam arus teknologi, guru tidak boleh hanya duduk manis. Mulailah saatnya guru harus hadir dan memberdayakan diri, bukan sekadar sebagai penonton, tetapi sebagai role model bagi siswanya mampu memberi warna dan arah. Kini, guru harus berani tampil sebagai tiktoker edukatif yang aktif, inovatif menanamkan akhlak mulia dan pengetahuan melalui media yang digandrungi anak-anak sekolah dasar.
Menjadi guru dalam dunia digital tidak hanya tentang bagaimana guru mengajar di dalam kelas, namun kita sebagai guru mampu menghidupkan semangat belajar di luar kelas. Saatnya guru mulai menyelami dunia Tiktok dan mampu berkolaborasi menjadi ruang pembelajaran yang asyik dan menyenangkan. Mulai dari video short, guru mampu meramu proses KBM yang aktif, kreatif siswa, hingga inovasi-inovasi kecil yang menginspirasi banyak orang.
Kita bisa melakukan hal yang terkecil di setiap kegiatan belajar dikelas. Seorang guru mengunggah momen siswanya sedang membaca Al-Qur’an dengan lancar, menampilkan eksperimen sederhana, atau membagikan tips belajar bahasa Arab dengan gaya lucu namun mendidik. Dalam hitungan detik, ribuan orang dapat menonton, menyukai, dan meniru kegiatan positif itu. Inilah bentuk nyata dari dakwah pendidikan digital ketika kebaikan tidak hanya berhenti di ruang kelas, tapi menjelajahi hingga ke dunia maya.
Seorang guru tiktoker bukan berarti guru kehilangan wibawa. Sebaliknya, guru justru bisa menunjukkan role model sejati di dunia maya. Dengan tutur kata sopan, busana yang santun, dan konten yang bermanfaat, guru menjadi bagaimana teknologi dapat digunakan untuk kebaikan. Guru bisa menyampaikan nilai-nilai karakter, etika, dan religiusitas dengan cara yang relevan dan menyenangkan.
Lebih dari itu, menjadi tiktoker edukatif juga membuka peluang baru bagi guru untuk mendapatkan penghasilan tambahan yang berkah. Seperti akun Tiktok yang saya kelolah, Alhamdulillah bisa menembus penghasilan setiap harinya. Berkat kesabaran mengelolah akun Tiktok Sekarang sudah mencapai 14,9 ribu Follower dengan menautkan keranjang kuning dan buka lapak buku pembelajaran. Banyak platform kini memberikan apresiasi kepada kreator yang konsisten berbagi konten positif. Artinya, guru bisa mendapatkan manfaat ganda: pahala dari ilmu yang dibagikan dan rezeki dari karya yang bermanfaat. Sebuah kombinasi yang indah antara dakwah, kreativitas, dan keberkahan.
Kini, tak ada alasan lagi bagi guru untuk takut tampil di dunia digital. Jadikan Tiktok sebagai ruang untuk menebar semangat belajar, menyalakan cahaya inspirasi, dan menularkan energi positif kepada sesama pendidik dan siswa. Karena di tangan guru yang tulus, setiap detik video bisa menjadi amal jariyah, dan setiap konten bisa menjadi jembatan menuju keberkahan. ????
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
