Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Bangunan Ponpes Ambruk: Warning Atas Fasilitas Pendidikan Kita

Politik | 2025-10-14 14:01:58

Oleh Rahmawati Ayu Kartini

Pemerhati Sosial

Ambruknya bangunan mushala Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo, Jawa Timur, meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban. Data resmi Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas) menyebutkan, total ada 171 korban akibat tragedi itu.

Di hari ke 9 (7/10/2025), Basarnas resmi menutup operasi pencarian dan pertolongan korban.

Bukan sekadar takdir

Pemimpin Ponpes Al Khoziny, KH. Abdus Salam Mujib meminta semua pihak bersabar.

"Saya kira memang ini takdir dari Allah. Jadi semuanya harus bisa bersabar dan mudah-mudahan diberi ganti oleh Allah yang lebih baik," ujar Salam, Senin malam (29/9).

Namun, masalahnya tidak semudah itu mengatakan peristiwa ini hanya sekadar takdir. Sebab menurut Kasubdit RPDO (Pengarahan dan Pengendalian Operasi) Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia (KMM) Basarnas, Emi Freezer, mengatakan bangunan itu ambruk karena kegagalan konstruksi. Menurut Emi, posisi trap bangunan di bagian bawah memiliki perbedaan ketinggian atau level di bagian dasar.

Sementara itu pemerintah lewat Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menurunkan tim dari Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk menyelidiki runtuhnya bangunan musala di Pondok.

Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pun menyinggung soal kualitas bangunan dan konstruksi yang merupakan hal penting agar peristiwa serupa tidak terulang lagi.

Warning fasilitas pendidikan kita

Ambruknya bangunan mushala Ponpes Al Khoziny termasuk bencana dengan korban jiwa yang besar (67 orang). Ini mencoreng wajah pendidikan kita khususnya pondok pesantren. Tidak sedikit orang tua yang tambah was-was saat ini mondokkan anak di pesantren, gara-gara peristiwa ini. Karena itu harus dievaluasi secara menyeluruh, agar bangunan sekolah tidak lagi mengancam jiwa generasi.

Ironisnya, di tengah rusaknya moral generasi muda saat ini, pesantren masih menjadi favorit orang tua menitipkan anaknya untuk mencari ilmu. Dengan alasan agar pergaulan anak lebih agamis.

Namun faktanya, banyak pondok pesantren karena terbatasnya biaya akhirnya membangun pondok sekadarnya, tanpa tenaga ahli untuk mendesain bangunan. Bahkan di beberapa ponpes pengerjaan proyek dilakukan secara gotong royong oleh para santri dengan alasan hemat biaya dan pelayanan santri kepada pondok.

Dana pembangunan pun terbatas, karena hanya didapat dari wali santri dan beberapa donatur. Ini menjadi hambatan dalam pembangunan pondok yang kokoh.

Karena itu pemerintah harus turun tangan untuk memberikan dana fasilitas pendidikan, tidak bisa diserahkan kepada pondok pesantren itu sendiri.

Hanya saja sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini membatasi tugas pemerintah untuk melayani rakyatnya, hanya sekadar menjadi regulator saja. Karena prinsip good governance dalam kapitalisme meniscayakan ada pihak ketiga (swasta) yang melakukan pelayanan untuk pelayanan publik yang tentu saja tidak gratis. Rakyat harus membayar lagi, setelah berbagai pajak yang dipungut.

Belum lagi anggaran dana pendidikan di APBN yang sudah minim daripada anggaran untuk keperluan lain, dipotong lagi untuk dana Makan Bergizi Gratis (MBG).

Apalagi di beberapa wilayah terjadi pemangkasan anggaran yang berakibat dana untuk ponpes makin dikurangi. Padahal biaya untuk pendidikan generasi sungguh tidak sedikit! Tidak mungkin bisa berjalan lancar jika hanya diserahkan kepada swadaya masyarakat saja.

Fasilitas pendidikan dalam Islam, kokoh bertahan berabad-abad

Dalam Islam, pemimpin hakekatnya adalah pelayan rakyat. Pengurusan rakyat adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah.

Tidak hanya mengurus rakyat, bahkan kehidupan hewan pun diperhatikan oleh negara Islam. Sangat masyhur perkataan Khalifah Umar bin Khattab ra. ketika melihat ada jalan kota yang lubang:

"Akan segera kuperbaiki, karena aku takut tanggung jawab di hadapan Allah nanti jika ada seekor keledai yang terjungkal.."

Bahkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pernah memerintahkan agar menyebarkan makanan burung di puncak-puncak gunung agar burung-burung tidak kesulitan mencari makanan di musim dingin. Kebiasaan ini berlanjut hingga saat ini di Turki. Penduduk menyebar makanan burung di puncak-puncak gunung untuk memberi makan burung-burung dan hewan liar lainnya.

Jika hewan saja diperhatikan dalam Islam, apatah lagi manusia. Kedudukan jiwa manusia sangat tinggi dan dijaga dalam Islam.

Nyawa seorang manusia bahkan dianggap lebih tinggi nilainya daripada hancurnya dunia ini dan lebih terhormat daripada Ka'bah. Sebagaimana hadits berikut ini:

"Hancurnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR. An Nasai dan At Tirmidzi)

Dalam riwayat lain, kata Ibnu Abbas ra., saat memandang Ka’bah, Nabi Muhammad bersabda, “Selamat datang, Wahai Ka’bah. Betapa agungnya engkau dan betapa agung kehormatanmu. Akan tetapi, seorang Mukmin lebih agung di sisi Allah daripada engkau.” (HR al-Baihaqi)

Betapa berharganya nyawa seorang muslim, sehingga betul-betul harus dijaga keselamatannya.

Karena itulah, infrastruktur publik yang dibangun pada masa keemasan Kekhilafahan Islam, sungguh kokoh dan kuat berabad-abad lamanya. Tidak sembarang dibangun.

Universitas Al Azhar di Mesir berdiri tegak dari abad 10 hingga sekarang masih beroperasi. Universitas Qarawiyyin di Maroko, sudah berdiri sejak abad 9, dsb. Ini menunjukkan perhatian pemerintah Islam saat itu sangat besar dalam memajukan fasilitas pendidikan. Pemerintah Islam tidak segan-segan mengeluarkan dana besar untuk memfasilitasi pendidikan yang bermutu.

Semua itu karena dasar keimanan kepada Allah, serta menjalankan syari'at Islam secara keseluruhan menjadikan pemerintah amanah terhadap kepengurusan rakyatnya. Rakyat pun aman dan tenteram dalam memperoleh pendidikan, tidak was-was dengan bangunan yang rapuh.

Wallahualam bissawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image