Debat dalam Rapat: Antara Bermain Dialektika dan Kultur Organisasi
Politik | 2025-10-14 11:46:12
Retizen.
Siapa yang pernah atau sedang menjadi anggota dalam organisasi?
Apapun bentuknya (organisasi, komunitas, lembaga, asosiasi, dan lainnya) pastinya memiliki rutinitas yang dihadiri oleh sekumpulan anggota untuk mendiskusikan kepentingan organisasi. Dalam praktiknya tentu muncul situasi yang memicu perdebatan ataupun hal lain yang menjadikan forum tersebut aktif.
Pertanyaannya: apa esensi dari debat itu?
Debat pada dasarnya merupakan proses pertukaran pikiran, ide, gagasan, atau kebijakan yang disampaikan melalui argumen yang disertai dengan rasionalitas, logika, data, fakta, maupun opini. Proses tersebut menghasilkan dialektika dari individu ataupun kelompok/kubu yang cenderung saling mendukung atau menyetujui (oleh kubu afirmasi) atau menyanggah bahkan menolak argumen dari pihak lain (oleh kubu oposisi). Debat berbeda dengan kompetisi karena lebih mengedepankan prinsip rasionalitas ataupun kualitas daripada eliminasi ataupun apresiasi.
Dalam forum organisasi yang bersifat informal (seperti mentoring, FGD, rapat kecil, rapat internal, rapat progres, dan lainnya) cenderung membawakan diskusi yang santai dan normatif. Namun dalam forum organisasi yang bersifat formal (seperti rapat kepanitiaan, rapat organisasi, musyawarah besar, perundingan, sidang, konferensi, ataupun meeting) tidak akan terjadi tanpa adanya diskusi dialektika di dalamnya. Apalagi jika para anggota mengaspirasikan suatu kebijakan atau revisi untuk kepentingan komunal tentu hal ini memengaruhi substansi dan arah tujuan dari organisasi ke depannya.
Seberapa berbahayakah perdebatan itu?
Pada dasarnya debat menjadi hal yang wajar bahkan demokratis tetapi jika tidak dimoderatori dengan baik akan menimbulkan beberapa hal.
Pertama, adanya perdebatan yang berpotensi seperti debat kusir. Kedua pihak yang tidak membawakan arah diskusi secara rasional dan logis akan cenderung subjektif dan seringkali menimbulkan bias konfirmasi. Apalagi jika argumen yang dibawakan malah memunculkan falasi atau kekeliruan. Bahkan bisa semakin kacau bila tiap kubu justru menyerang atau mengklarifikasi sehingga rapat tersebut tidak usai. Sebagai contoh, kubu afirmasi menyetujui revisi dari program kerja tetapi dibantah oleh kubu oposisi dengan mempertanyakan kontribusi dari mereka. Hal semacam ini bukan mencerminkan kultur organisasi yang sehat.
Kedua, munculnya polarisasi bagi individu ataupun kelompok dalam menanggapi suatu kebijakan. Kubu afirmasi akan tetap bertahan dengan argumen mereka, begitupun dengan kubu oposisi. Bila tidak diselesaikan dengan baik bukan tidak mungkin polarisasi tersebut muncul bahkan memengaruhi perspektif bagi anggota yang lain. Akibatnya rapat atau forum tersebut menjadi tidak mungkin dan merusak reputasi dari organisasi tersebut. Sebagai contoh, adanya kontroversi dalam suatu konferensi luar biasa yang menimbulkan segregasi yang saling mengklaim kepentingan internal suatu partai. Kontroversi ini kemudian dibawa ke ranah pengadilan.
Ketiga, adanya keterlibatan dari pihak lain yang dianggap superior (seperti para senior, para alumni, instansi, ataupun lembaga yang berwenang). Keterlibatan mereka di satu sisi diharapkan dapat menyelesaikan konflik yang ada tetapi di sisi lain akan cenderung mengintervensi atau membuat ketidaknyamanan terhadap anggota yang lain. Apalagi bila pihak tersebut "baru datang" atau tidak paham terhadap konteks dari rapat/forum tersebut. Mereka akan cenderung membawakan dalil yang konservatif (seperti alasan historis, filosofis, atau yuridis) yang terkesan senioritas sehingga tidak memberikan ruang bagi anggota yang junior. Jika hal ini terjadi maka justru membuat situasi semakin tegang bahkan menghasilkan keputusan sepihak. Sebagai contoh, dua partai tradisional di Amerika Serikat tidak menghasilkan keputusan apapun terkait moneter dan anggaran mereka sehingga memicu government down, terlebih jika memengaruhi sikap dari Fed, IMF, dan sebagainya.
Perdebatan dalam rapat maupun forum dalam organisasi pada dasarnya wajar bahkan demokratis. Tetapi bila tidak dimoderatori dengan baik akan memicu konflik bahkan merusak reputasi dan kultur organisasi. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan dari pengurus atau pihak yang memiliki otoritas dalam mengontrol suasana rapat agar lebih kondusif sehingga dapat membawakan substansi dan arah tujuan yang jelas. Selain itu juga perlu adanya kesepahaman bagi semua pihak yang disertai dengan sebab-sebab yang rasional, logis, dan kredibel agar dapat meminimalisasi konflik tersebut.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
