Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nila Yustisa Paramitha

Merawat Ingatan, Mengaitkan Arah Perjuangan

Sekapur Sirih | 2025-10-12 23:53:50

Di zaman serba cepat ini, manusia begitu sibuk mengejar hal-hal baru hingga lupa bertanya: siapa dirinya, dari mana arah hidupnya, dan apa yang sebenarnya sedang dikejar. Kita seolah hidup di arus besar informasi yang menenggelamkan makna. Sejarah jadi sekadar pelajaran hafalan, bukan panduan untuk menatap masa depan. Padahal, di dalam ingatan sejarah tersimpan jati diri, nilai, dan arah yang membedakan manusia sadar dari manusia yang hanya ikut arus.

Merawat ingatan bukan berarti terjebak pada masa lalu. Ia justru bentuk tanggung jawab: menyambungkan rantai makna agar generasi hari ini tak terputus dari akar ideologinya. Lupa bisa jadi lebih berbahaya daripada kebodohan, karena orang yang lupa tidak sadar sedang kehilangan arah. Ia akan mudah diarahkan oleh siapa pun yang lebih keras berbicara—termasuk oleh sistem politik dan ekonomi yang lihai menjual nilai-nilai palsu atas nama kebebasan dan kemajuan.

Kapitalisme, misalnya, menciptakan ilusi bahwa manusia bebas memilih. Padahal, pilihan itu telah dikurasi algoritma dan iklan yang menanamkan selera tertentu. Nilai hidup perlahan dikomodifikasi: agama jadi tren, sejarah jadi konten, dan kebenaran berubah jadi preferensi pribadi. Di tengah keadaan seperti ini, kesadaran ideologis menjadi satu-satunya kompas yang bisa menjaga arah.

Dakwah pemikiran hadir sebagai upaya untuk membangunkan kesadaran itu. Bukan dengan nada menggurui, tapi lewat percakapan dan tulisan yang menyalakan ingatan. Di sana, ide bukan sekadar alat debat, tapi jalan pulang menuju cara berpikir yang utuh—yang menyatukan iman, akal, dan sejarah. Diskusi yang sehat bukanlah adu kata, melainkan ruang saling belajar. Dan tulisan menjadi wadah bagi ingatan itu untuk bertahan, bahkan ketika suara kita sudah tak terdengar lagi.

Merawat ingatan berarti berani mengingat luka sejarah tanpa membiarkannya berubah jadi dendam. Ia juga berarti belajar membaca masa kini dengan kacamata nilai yang lahir dari masa lalu, agar kita tidak terus mengulang kesalahan yang sama. Tugas ini tidak harus besar. Mungkin hanya menulis, berdiskusi, atau berbagi pemikiran kecil yang menolak lupa di tengah hiruk-pikuk dunia digital.

Manusia tanpa ingatan adalah manusia tanpa arah. Tapi manusia yang berani mengingat—dengan jujur, dengan sadar—akan selalu punya peluang untuk menemukan kembali dirinya, dan mungkin, menuntun orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image