Etika dalam AI dan Otomasi: Siapa yang Bertanggung Jawab Ketika AI Salah?
Teknologi | 2025-10-12 21:52:38Apakah AI bertanggung jawab atas kesalahan?
Bayangkan suatu hari kamu ditilang oleh sistem otomatis, padahal kamu tidak melanggar. Ketika kamu protes, polisi berkata: ‘bukan saya yang menilang, itu AI.’ Siapa yang harus disalahkan?
Teknologi kecerdasan buatan (AI) hari ini semakin dalam meresap ke berbagai sektor: dari kendaraan otonom, diagnosis medis, hingga sistem seleksi kerja. AI menghadirkan bantuan manusia dalam membuat keputusan dengan cepat dan efisien. Tapi, di balik kemajuan tersebut muncul pertanyaan besar: apa yang akan terjadi ketika AI salah? Siapa yang bertanggung jawab?
Ketika Keputusan diambil oleh Mesin
AI operasikan berdasarkan data dan algoritma yang dirancang manusia. Sama seperti data itu sendiri tidak selalu netral — mungkin bias, belum lengkap, atau salah paham. Contohnya, sistem rekrutmen AI di perusahaan raksasa pernah ditemukan mendiskriminasi calon perempuan karena datanya lebih penuh dengan profil pria sukses lalu.
Di contoh seperti ini, AI memang "yang memutuskan", tapi putusannya adalah proyeksi manusia yang merancang dan memberinya datanya.
Antara Kesalahan Teknis dan Moral
Jika mobil tanpa pengemudi menabrak pejalan kaki, siapa yang salah?
Pembuat algoritma?
Perusahaan penyedia layanan?
Pengguna yang mempercayakan kendali kepada AI?
Inilah dilema etika yang sedang dihadapi dunia teknologi. AI tidak memiliki kesadaran moral — ia tidak tahu mana “benar” atau “salah”. Maka tanggung jawab etika tetap berada di tangan manusia.
Peran Etika dalam Pendidikan Informatika
Mahasiswa komputer dan calon pengembang teknologi harus memahami bahwa pembangunan sistem AI bukan semata soal coding atau logika, tapi juga soal tanggung jawab sosial. Setiap baris kode yang dikerjakan dapat berdampak pada kehidupan sebenarnya.
Hal itu, kurikulum teknologi masa kini harus memasukkan pengajaran etika digital dan prinsip tanggung jawab pengembang (developer accountability). Mahasiswa harus diajarkan mempertanyakan:
"Apakah sistem ini adil? Siapa yang mungkin dirugikan? Apakah datanya aman?"
Menuju AI yang Lebih Manusiawi
Etika bukan untuk membatasi inovasi, melainkan untuk memastikan inovasi tidak melukai manusia. Dunia teknologi perlu bergerak menuju AI yang transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.
AI boleh membantu mengambil keputusan, tapi manusia tetap harus menjadi penentu terakhir.
Penutup
AI tidak musuh, melainkan alat. Alat yang amat kuat ini memerlukan pemilik yang cerdas. Dalam zaman automasi ini, kita tidak hanya memerlukan programmer pintar, tetapi juga insinyur etika mereka yang mengerti bahwa tugas tak berakhir di layar komputer.
Apakah di masa depan manusia masih menjadi hakim terakhir atas keputusan mesin?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
