Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Lainnnya | 2025-10-12 19:19:56
Prinsip menurut Febriana yaitu:
1. Prinsip Keseluruhan
Prinsip keseluruhan atau prinsip menyeluruh dikenal dengan prinsip komperehensif. Dengan prinsip ini maka evaluasi hasil belajar dapat terlaksana dengan baik, apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara utuh atau menyeluruh. Perlu diingat bahwa evaluasi hasil belajar itu tidak boleh dilakukan sepotong-potong, melainkan harus dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh.
2. Prinsip Kesinambungan
Prinsip ini dikenal dengan prinsip kontinuitas, yakni evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung-menyambung dari waktu ke waktu.
3. Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subjektif.
Adapun prinsip lainnya yaitu:
1. Sahih. Penilaian yang dilakukan pendidik dapat sahih ketika dilakukan berdasarkan data yang mencerminkan kemampuan yang diukur, dea menggunakan instrumen pengukuran yang jelas.
2. Objektif. Pendidik tidak memasukan penilaian secara subjektif Dengan demikian, digunakan pedoman penilaian (rubrik) sehingga dapat menyamakan antara persepsi penilai dan memperkecil subjek-tivitas.
3. Adil. Penilaian harus sesuai dengan hasil nyata capaian belajar peserta didik dengan kompetensi yang dinilai.
4. Terpadu. Penilaian oleh pendidik adalah salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembelajaran, dan mengacu pada kompetensi yang diajarkan pada proses pembelajaran.
5. Terbuka. Prosedur dan kriteria penilaian harus terbuka dan jelas, serta diketahui oleh pendidik dan peserta didik. Peserta didik atau pengguna hasil penilaian harus tahu proses dan acuan apa yang dipakai untuk merumuskan penilaian.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan. Penilaian yang dilakukan oleh pendidik harus mencakup semua aspek kompetensi, dengan meng-gunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai dengan instrumen. Penilaian itu juga dilakukan sepanjang proses pembelajaran, dan menggunakan pendekatan assessment as learning, for learning, dan of learning secara seimbang.
7. Sistematis. Penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti berbagai langkah baku. Hal ini diawali dengan pemetaan, yaitu mengidentifikasi, menganalisis KD, dan indikator ketercapaian KD. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis tersebut selanjutnya dipetakan teknik penilaian, bentuk instrumen, dan waktu penilaian yang sesuai.
8. Beracuan kriteria penilaian. Penilaian dilakukan sesuai dengan acuan kriteria minimal yang telah ditetapkan. Peserta didik yang telah mencapai batas tersebut maka dinyatakan tuntas, sedangkan peserta didik yang belum mencapai batas harus menjalani remedial.
9. Akuntabel. Hasil penilaian dapat dipertanggungjawabkan dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Selain penilaian dilakukan secara sahih, objektif, adil, dan terbuka, namun penilaian juga harus memiliki makna bagi peserta didik dan juga proses pembelajarannya.
Adapun prinsip lainnya menurut Rahman dan Nasryah yaitu:
a) Kepastian dan Kejelasan
Dalam proses evaluasi maka kepastian dan kejelasan yang akan dievaluasi menduduki urutan pertama. Evaluasi akan dapat dilaksanakan apabila tujuan evaluasi tidak dirumuskan dulu secara jelas dalam definisi yang operational. Bila kita ingin mengevaluasi kemajuan belajar siswa maka pertama-tama kita identifikasi dan kita definisikan tujuan-tujuan instruksional pengajaran dan barulah kita kembangkan alat evaluasinya. Dengan demikian efektifitas alat evaluasi tergantung pada deskripsi yang jelas apa yang akan kita evaluasi. Pada umumnya alat evaluasi dalam pendidikan terutama pengajaran berupa test. Test ini dapat mencerminkan karakteristik aspek yang akan diukur. Kalau kita akan mengevaluasi tingkat intelegensi siswa, maka komponen-komponen intelegensi itu harus dirumuskan dengan jelas dan kemampuan belajar yang dicapai dirumuskan dengan tepat selanjutnya dikembangkan test sebagai alat evaluasi. Dengan demikian keberhasilan evaluasi lebih banyak ditentukan kepada kemampuan guru (evaluator) dalam mendefinisikan dengan jelas aspek-aspek individual ke dalam proses pendidikan.
b) Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi yang dipilih sesuai dengan tujuan evaluasi. Hendaklah diingat bahwa tidak ada teknik evaluasi yang cocok untuk semua keperluan dalam pendidikan. Tiap-tiap tujuan (pendidikan) yang ingin dicapai dikembangkan teknik evaluasi tersendiri yang cocok dengan tujuan tersebut. Kecocokan antara tujuan evaluasi dan teknik yang digunakan perlu dijadikan pertimbangan utama.
c) Komprehensif
Evaluasi yang komprehensif memerlukan teknik bervariasi yaitu teknik evaluasi tunggal yang mampu mengukur tingkat kemampuan siswa dalam belajar, meskipun hanya dalam satu pertemuan jam pelajaran. Sebab dalam kenyataannya tiap-tiap teknik evaluasi mempunyai keterbatasan-keterbatasan tersendiri. Test obyektif misalnya akan memberikan bukti obyektif tentang tingkat kemampuan siswa. Tetapi hanya memberikan informasi sedikit dari siswa tentang apakah ia benar-benar mengerti tentang materi tersebut. Lebih-lebih pada test subyektif yang penilaiannya lebih banyak tergantung pada subyektivitas evaluatornya. Atas dasar prinsip inilah maka seyogyanya dalam proses belajar-mengajar, untuk mengukur kemampuan belajar siswa digunakan teknik evaluasi yang bervariasi.
d) Kesadaran Adanya Kesalahan Pengukuran
Evaluator harus menyadari keterbatasan dan kelemahan dalam teknik evaluasi yang digunakan. Atas dasar kesadaran ini, maka dituntut untuk lebih hati-hati dalam kebijakan-kebijakan yang diambil setelah melaksanakan evaluasi. Evaluator menyadari bahwa dalam pengukuran yang dilaksanakan, hanya mengukur sebagian (sampel) saja dari suatu kompleksitas yang seharusnya diukur, lagi pula pengukuran dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Maka dapat terjadi salah satu aspek yang sifatnya menonjol yang dimiliki siswa tidak termasuk dalam sampel pengukuran. Inilah yang disebut sampling error dalam evaluasi. Sumber kesalahan (error) yang lain terletak pada alat/instrument yang digunakan dalam proses evaluasi. Penyusunan alat evaluasi tidak mudah, lebih-lebih bila aspek yang diukur sifatnya komplek. Dalam laporan hasil evaluasi, evaluator perlu melaporkan adanya kesalahan pengukuran ini. Pengukuran dengan test, kesalahan pengukuran dapat ditunjukkan dengan koefisien kesalahan pengukuran.
e) Evaluasi Adalah Alat, Bukan Tujuan
Evaluator menyadari sepenuhnya bahwa tiap-tiap teknik evaluasi digunakan sesuai dengan tujuan evaluasi. Hasil evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugikan peserta didik. Maka dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan digunakan dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sampai terbalik, sebab tanpa diketahui tujuan evaluasi data yang diperoleh akan sia-sia. Atas dasar pengertian tersebut di atas maka kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambil dirumuskan dulu dengan jelas sebelumnya dipilih prosedur evaluasi yang digunakan dengan demikian.
Adapun prinsip Arifin yaitu:
1. Kontinuitas. Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental, karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu, Anda harus melakukan evaluasi secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat dilihat dari dimensi produk saja tetapi juga dimensi proses bahkan dari dimensi input.
2. Komprehensif. Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, Anda harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek evaluasi yang lain.
3. Adil dan objektif. Dalam melaksanakan evaluasi, Anda harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa "pandang bulu". Anda juga hendaknya bertindak secara objektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik. Sikap like and dislike, perasaan, keinginan, dan prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa.
4. Kooperatif. Dalam kegiatan evaluasi, Anda hendaknya bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai.
5. Praktis. Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik bagi Anda sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. Untuk itu, Anda harus memperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.
Referensi:
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama.
Febriana, Rina. 2019. Evaluasi Pembelajaran. PT Bumi Aksara.
Rahman, A. A., & Nasryah, C. E. 2019. Evaluasi Pembelajaran. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
