Fokus Studi Bahasa pada Jenjang SMA dan Perguruan Tinggi: Apa Urgensinya untuk Tetap Ada?
Sastra | 2025-10-12 00:02:19Peminatan bahasa pada jenjang SMA sering kali diremehkan karena dianggap sangat terbatas bagi siswanya memilih jurusan saat kuliah. Sebagian orang berpikir bahwa pembelajaran mengenai bahasa adalah hal yang mudah. Bahkan, hal tersebut sudah terjadi sejak peminatan bahasa masih dikemas dalam sistem penjurusan untuk siswa SMA. Oleh karena itu, tak jarang orang mempertanyakan urgensi dari adanya penjurusan atau peminatan bahasa pada SMA sejak dahulu. Hal tersebut akan semakin dipertanyakan apabila minat dan bakat yang ada disalurkan dan dikembangkan lebih jauh dengan memilih jurusan bahasa dan sastra saat kuliah. Pilihan tersebut sering dianggap sulit membawa keuntungan di masa depan.
Namun, tentunya akan keliru jika mengira penjurusan bahasa dan sastra pada jenjang SMA maupun perguruan tinggi hanya mempelajari bahasa. Pada kenyataannya, para akademisi bahasa tidak hanya mempelajari penggunaan bahasa yang baik, tetapi juga sejarah, budaya, dan hubungan antarunsur dalam sastra dan linguistik. Masih banyak orang yang tidak sadar bahwa bahasa cukup krusial untuk diremehkan.
Kehidupan sehari-sehari manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berkomunikasi. Menurut Koentjaraningrat (2009), bahasa termasuk salah satu unsur kebudayaan yang berfungsi sebagai alat utama komunikasi bagi manusia untuk menyampaikan maksud dan tujuannya kepada sesama anggota masyarakat, serta untuk mewariskan tradisi budaya kepada generasi penerusnya secara simbolik. Tentunya akan sulit apabila tidak bisa memahami jalannya komunikasi apabila tidak memahami konteks dan koteks yang berlaku.
Menurut Sofiani et al. (2023), bahasa Indonesia harus menjadi alat komunikasi yang efektif serta efisien untuk menyampaikan informasi dan gagasan ke ranah internasional. Oleh karena itu, bahasa dan sastra tidak akan jauh dengan kegiatan literasi. Sangat disayangkan karena tingkat literasi Indonesia sempat berada di peringkat 70 dari 80 negara. Padahal, menumbuhkan kebiasaan berliterasi tidak harus dengan sumber yang sulit. Pembiasaan literasi dapat dimulai dengan membaca buku-buku yang kita sukai terlebih dahulu. Melalui pembiasaan literasi, tak hanya informasi umum yang bisa didapatkan, tetapi juga pengetahuan mengenai penggunaan bahasa yang baik dan benar, mulai dari pemilihan diksi, penulisan, dan masih banyak lagi.
Peran siswa serta mahasiswa bahasa dan sastra dari jenjang SMA maupun perguruan tinggi sangat dibutuhkan dalam peningkatan literasi di Indonesia. Biasanya, terdapat kegiatan atau program kerja yang dirancang khusus penunjang literasi. Kegiatan atau program kerja tersebut dapat dimulai dari lingkup terkecil terlebih dahulu hingga bertahap bisa memperluas cakupan sasarannya. Selain siswa dan mahasiswa, peran pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam peningkatan pembiasaan literasi, terutama dalam hal pendanaan. Tentunya dukungan dari pemerintah akan sangat berharga bagi masyarakat yang menerima. Selain itu, pendanaan yang cukup juga dapat membangkitkan semangat para akademisi untuk memperluas ilmu bahasa dan sastra.
Siswa serta mahasiswa yang memiliki minat dan bakat pada bidang bahasa dan sastra harus senantiasa didukung, baik oleh para ahli dan pemerintah yang berwenang. Sudah semestinya jurusan, peminatan, maupun program studi bahasa dan sastra dipertahankan dan dikembangkan agar fokus perencanaan dan pembinaan bahasa tetap lestari. Seperti halnya slogan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang menyerukan pengutamaan bahasa Indonesia, pelestarian bahasa daerah, dan penguasaan bahasa asing. Semakin banyak akademisi yang melek terhadap pentingnya pembinaan bahasa, maka tiada mustahil tingkat literasi di Indonesia akan meningkat.
Referensi:
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Putrantijo, Nuga dkk. (2024). Peran dan Fungsi Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Keilmuan, Kebudayaan, dan Karya Sastra. Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
