Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Donny Syofyan

Churchill dan Nobel Sastra: Kisah di Balik Penghargaan yang Kontroversial

Sastra | 2025-10-10 06:26:39

Donny Syofyan

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Perdebatan dan intrik di balik keputusan Akademi Swedia untuk menganugerahkan Penghargaan Nobel Sastra kepada Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, pada tahun 1953, menjadi sorotan utama dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Sture Allén, anggota Akademi Swedia. Allén memanfaatkan arsip rahasia Akademi yang baru bisa dibuka setelah 50 tahun, mengungkapkan alasan-alasan mengapa keputusan ini begitu kontroversial.

Allén memulai kisahnya dengan pengalaman pribadinya saat menghadiri kursus bahasa Inggris di sebuah universitas di Inggris, enam bulan setelah pengumuman Nobel. Saat ia bertanya tentang reaksi masyarakat Inggris atas penghargaan Churchill, ia disambut dengan keheningan yang canggung. Guru utamanya terlihat malu dan akhirnya menjawab, "Jelas tidak ada reaksi". Guru itu menambahkan, "Saya pikir mereka senang pria tua itu mendapatkan sesuatu". Churchill, yang saat itu berusia sekitar 80 tahun, sudah menjadi legenda hidup dan menerima berbagai penghargaan, termasuk hadiah sastra.

Proses nominasi Churchill dimulai pada tahun 1946 oleh seorang Swedia, Axel Romdahl, profesor sejarah seni di Universitas Göteborg. Nominasi ini diulang beberapa kali, karena nominasi tidak berlaku selamanya. Hanya empat kelompok orang yang berhak mengajukan nominasi: anggota Akademi Swedia dan akademi serupa, profesor sastra dan linguistik, pemenang Nobel sebelumnya, dan presiden perkumpulan penulis.

Per Hallström, ketua Komite Nobel saat itu, ditugaskan untuk menulis laporan tentang Churchill. Hallström memuji otobiografi Churchill, "My Early Life," sebagai karya yang "rilian dan menawan. Namun, ia berpendapat bahwa satu buku saja tidak cukup untuk memenangkan Nobel. Ia juga mengevaluasi biografi Churchill tentang leluhurnya, Marlborough. Hallström mencatat bahwa biografi empat volume itu merupakan gambaran yang luas dan terperinci. Namun, karena Churchill bukan sejarawan, ia menyarankan agar Akademi bersikap "tunggu dan lihat" dan meminta pendapat ahli sejarah.

Pada tahun 1948, Churchill kembali dinominasikan. Kali ini, Nils Ahnlund, sejarawan Akademi, yang menulis laporannya. Ahnlund memuji biografi Marlborough sebagai karya ilmiah penting. Namun, ia juga merasa karya tersebut belum cukup untuk membenarkan hadiah Nobel. Ahnlund juga menyoroti karya Churchill lainnya, "The World Crisis," yang ia sebut sebagai seni sastra.

Masalah utama yang terus-menerus muncul adalah aspek politik dari nominasi Churchill. Ahnlund menekankan bahwa jika dilihat dari sudut pandang yang sepenuhnya non-politik, memberikan hadiah kepada Churchill adalah hal yang benar dan wajar. Meskipun demikian, pada tahun 1949, Akademi tetap teguh pada kekhawatiran politik mereka.

Pada tahun 1950, salah satu akademisi, Sigfrid Siwertz, menulis laporan yang menyatakan bahwa ia tidak lagi memiliki keberatan. Ia menganggap penghargaan ini sebagai penghormatan kepada salah satu pembicara dan penulis terbesar di zaman kita. Meskipun demikian, Akademi masih mempertahankan sikap menahan diri.

Titik balik datang pada tahun 1953, ketika Anders Österling, ketua Komite Nobel yang baru, menulis laporan keempat. Österling berpendapat bahwa jarak yang lebih besar dari pencapaiannya dalam politik dunia akan membuat penghargaan ini lebih mudah diterima sebagai pengakuan sastra. Akhirnya, pada bulan Oktober 1953, Akademi memutuskan untuk memberikan Hadiah Nobel kepada Churchill setelah melalui diskusi intensif. Churchill menerima penghargaan atas penguasaannya dalam deskripsi sejarah dan biografi serta untuk pidato yang brilian dalam membela nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.

Penting untuk dicatat bahwa statuta Nobel mencakup pengertian yang luas tentang karya yang layak dihargai, yaitu tidak hanya belles-lettres tetapi juga tulisan lain yang, berdasarkan bentuk dan gayanya, memiliki nilai sastra. Hal ini juga berlaku untuk Bertrand Russell, filsuf yang memenangkan Nobel pada tahun 1950.

Gunnar Hägglöf, duta besar Swedia, secara resmi memberi tahu Churchill tentang penghargaan tersebut. Churchill merasa sangat terhormat dan ingin pergi ke Stockholm, tetapi tidak bisa berjanji karena alasan yang jelas. Ia memutuskan untuk mengirim istrinya, Lady Churchill, untuk menerima hadiah tersebut.

Di Inggris, media menyambut penghargaan ini dengan antusias. The Manchester Guardian memuji penghargaan itu, dan The Times mencatat bahwa karya sastra Churchill seperti segala sesuatu yang telah ia lakukan—pribadi, khas, tak tertandingi.

Pada upacara di Stockholm, Sigfrid Siwertz menyampaikan pidato presentasi yang membandingkan Churchill dengan tokoh-tokoh besar seperti Julius Caesar dan Disraeli. Siwertz memuji Churchill sebagai seorang penulis dan orator, menyatakan bahwa ia telah mungkin, mendirikan monumennya yang paling abadi melalui pidato-pidatonya.

Dalam pesan yang disampaikan oleh Lady Churchill, Churchill mengungkapkan rasa bangga dan rendah hati. Ia bahkan mengatakan, "Saya merasa kita berdua mengambil risiko yang cukup besar dan saya tidak pantas mendapatkannya". Ia mengakhiri pesannya dengan kalimat yang terkenal, "Saya tidak akan punya keraguan jika Anda tidak punya".

Allén menyimpulkan bahwa Akademi Swedia menangani kasus Churchill dengan penuh perhatian dan pertimbangan yang serius. Namun, ia menebak bahwa akan butuh waktu yang sangat lama sebelum ada negarawan aktif lainnya yang dianugerahi Nobel.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image