Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salwa Azzahrah

Solusi atau Ilusi: Menelisik Kembali Two-State Solution

Politik | 2025-10-07 19:45:38

Narasi solusi dua negara atau two-state solution kembali muncul ke permukaan setelah pernyataan Presiden Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, menggaungkannya dalam Sidang Majelis Umum ke-10 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dukungan penuh diberikan demi mewujudkan perdamaian kedua belah pihak.

“Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara,” ucap Presiden dalam pidatonya pada Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada Selasa, 23 September 2025.

Namun, apakah benar two-state solution merupakan solusi satu-satunya untuk membebaskan Palestina dari belenggu kezaliman yang terus menerus dilakukan Israel?

Two-state solution bertujuan untuk menyelesaikan penjajahan Israel atas Palestina dengan menyerukan berdirinya dua negara berdampingan di atas tanah yang sedari awal milik rakyat Palestina itu sendiri. Layaknya sebuah rumah yang kedatangan pencuri, pemilik rumah harus membagi dua rumahnya dengan pencuri tersebut. Fakta yang ditemukan berdasarkan sejarah membuktikan bahwa tanah itu direnggut oleh licik dan sampai sekarang Israel terus menerus melancarkan serangan kepada rakyat Palestina yang tidak bersalah.

Legitimasi Penjajahan

Ide two-state solution merupakan representasi lain dari legitimasi penjajahan yang dilakukan Israel dari tahun 1967 sampai 2025 saat ini. Dukungan penuh untuk merealisasikan two-state solution berarti menerima dan memaafkan apa yang telah dilakukan Israel mulai dari tanah yang direbut, bangunan-bangunan yang dihancurkan, dan rakyat tak bersalah yang dibunuh. Solusi ini seakan-akan menginginkan dunia untuk mengalihkan pandangan dan melupakan kesengsaraan yang telah dirasakan oleh rakyat Palestina selama puluhan tahun.

Di sisi lain, sampai detik ini Israel masih saja melakukan genosida terhadap rakyat Palestina. Menurut data yang dihimpun badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jumlah warga Palestina di Jalur Gaza yang tewas akibat serangan Israel sampai 17 September 2025 mencapai 65 ribu orang. Korban jiwanya terdiri atas 27,6 ribu laki-laki, 9,7 ribu perempuan, 18,4 ribu anak-anak, dan 4,4 ribu orang lanjut usia. Lantas, apakah pantas untuk menyuarakan two-state solution sebagai satu-satunya solusi?

Solusi Nyata

Berbagai cara yang dilakukan dan narasi two-state solution yang selama ini diusahakan tidak akan pernah membuahkan kedamaian bagi Palestina karena cara dan solusi yang diberikan tidak menyentuh akar permasalahan. Ibarat tangan yang tertancap duri, sebanyak apapun perban atau cairan obat yang diberikan, tidak akan pernah menyembuhkan tangan apabila duri penyebab permasalahan belum tercabut. Seberapa banyak bahan makanan yang diberikan, doa yang dipanjatkan, dan postingan yang diunggah, tidak akan menyelesaikan permasalahan apabila penjajahan tidak dihentikan. Apabila musuh melawan dengan politik dan militer, maka perlawanan yang seimbang juga dilakukan dengan politik dan militer. Namun, hal tersebut hanya akan menjadi pernyataan tidak berarti jika tidak adanya persatuan umat Islam dan jauhnya umat Islam dari pelaksanaan syariat secara menyeluruh.

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)

Apabila kembali menelusuri jejak-jejak sejarah, dapat ditemukan fakta bahwa Palestina pernah merasakan keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan hanya jika umat Islam bersatu dan melaksanakan syariat tanpa memilah dan memilih. Bukan hanya muslim yang merasakannya, tetapi juga Nasrani dan Yahudi saat itu ikut merasakan keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan ketika terwujudnya persatuan umat Islam dan pelaksanaan syariat secara sempurna. Berbanding terbalik dengan kondisi umat saat ini yang jauh dari kata persatuan. Sekat nasionalisme telah berhasil mengkotak-kotakkan umat hanya berdasarkan wilayah dan kesamaan bangsa, lalu melupakan ikatan aqidah. Alhasil, umat berpikir bahwa tidak seharusnya mengurus masalah bangsa lain sampai tidak melirik ataupun berkontribusi terhadap penjajahan yang terjadi. Maka, persatuan umat sangat dibutuhkan agar umat bisa mewujudkan sistem pemerintahan berdasarkan syariat yang akan menaungi umat dengan komando yang sama sehingga pergerakan terjadi atas satu arahan yang memiliki tujuan.

Sistem pemerintahan berdasarkan syariat pernah diterapkan ratusan tahun yang lalu dan berhasil menaungi umat 14 abad lamanya. Sistem pemerintahan yang dinamakan Khilafah pernah menjadikan Palestina merasakan keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan. Dengan sistem pemerintahan Khilafah, umat akan dipimpin oleh seorang pemimpin atau Khalifah yang mengatur umat berdasarkan penerapan syariat secara menyeluruh. Islam tidak hanya terlibat dalam urusan ibadah, tetapi juga diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, perekonomian, kesehatan, bahkan politik dan militer.

Tegaknya Khilafah di muka bumi merupakan perisai bagi umat sehingga umat memiliki kekuatannya sendiri dan tidak bersandar pada ideologi dan sistem lain yang hanya membawa kesengsaraan untuk umat. Dengan adanya pemimpin umat, yaitu Khalifah, umat dapat melakukan upaya jihad, tegas bertindak mengirim pasukan dan menyelesaikan penjajahan atas Palestina. Memang, jihad tidak memerlukan Khilafah seperti yang pernah dilakukan saat Perang Arab-Israel 1948. Namun, akhir dari perjuangan bukanlah kemenangan yang diperoleh, melainkan kekalahan.

Jihad yang gagal meraih kemenangan tersebut disebabkan tidak adanya satu komando sama yang menggerakkan pasukan saat itu. Umat butuh gerakan yang lebih terkoordinir dan butuh keseriusan dalam berjihad, yang mana keduanya hanya dapat diperoleh ketika umat menerapkan sistem Khilafah dan penerapan syariat secara kaffah. Dengan terwujudnya kedua hal tersebut, terbentuklah generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang terfokuskan kuat pada akhirat sehingga tidak mudah diserang oleh 7F perusak aqidah, yaitu food, fashion, film, free-thinking, fun, free sex, friction.

Ilusi Semata

Maka, two-state solution bukanlah solusi, bahkan lebih pantas bila disebut ilusi. Mengapa memberikan kesempatan bagi Israel untuk memiliki hak keamanan, keselamatan dan kedamaiannya sendiri, jika pada kenyataannya Israel hadir merebut keamanan, keselamatan, dan kedamaian bangsa lain? Israel menginjakkan kaki secara paksa di atas tanah yang bukan miliknya, lalu menguasai Palestina dengan berbagai cara keji dan licik. Lantas, mengapa sekarang mengusung dan menjunjung tinggi solusi perdamaian kedua belah pihak, yang sampai detik ini saat narasi tersebut digaungkan, Israel tidak berhenti membunuh warga Palestina tidak bersalah? Bahkan mengatakan bahwa itu adalah upaya untuk meraih perdamaian sejati. Pada kenyataannya, ketenangan, kedamaian, dan kesejahteraan umat tidak akan pernah tercapai di dunia tanpa Khilafah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image