Ketika OJK dan Keuangan Syariah Menulis Sejarah Baru Indonesia
Lainnnya | 2025-09-29 08:22:35Di sebuah bengkel sederhana di Makassar, suara ketukan besi dan mesin tak pernah berhenti. Haji Abdullah (nama disamarkan), pemilik bengkel itu, tersenyum lebar ketika ditanya tentang perkembangan usahanya. “Setelah saya menggunakan pembiayaan mikro UMKM akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ), memang terasa sekali perubahannya. Omset saya meningkat tiap bulan. Minimal pendapatan sehari itu tidak lari dari Rp10 juta. Jujur, setelah mengambil pembiayaan di BSI KCP Makassar Veteran, saya merasa sangat terbantu dengan tambahan modal kerja yang diberikan bank,” tuturnya. Tambahan modal itu bukan hanya menambah stok peralatan, tetapi juga memperkuat daya saing bengkel. “Saya bisa menambah aset untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Makanya, setiap hari bahkan tiap minggu pelanggan bengkel saya semakin bertambah,” lanjutnya.
Cerita serupa datang dari Pak Sirajuddin (nama disamarkan), pelaku usaha UMKM lain di Makassar. Ia merasakan dampak langsung pembiayaan syariah terhadap usahanya. “Jelas aset usaha saya berkembang setelah mengambil pembiayaan MMQ di BSI KCP Makassar Veteran. Omset meningkat, aset bertambah, dan saya bisa menambah karyawan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Itu menjamin keberlangsungan usaha saya ke depan,” katanya.
Kisah keduanya bukan sekadar catatan kecil di balik aktivitas harian UMKM. Ia merepresentasikan wajah nyata bagaimana keuangan syariah memberi ruang tumbuh yang lebih adil dan memberdayakan. Namun, di tengah jumlah umat muslim Indonesia yang mencapai lebih dari 230 juta jiwa, pangsa pasar keuangan syariah nasional hingga pertengahan 2024 masih berkutat di angka sekitar 11 persen. Padahal transformasi besar sudah dimulai. Lahirnya Bank Syariah Indonesia (BSI) pada 2021, hasil merger tiga bank syariah milik negara, menjadi simbol penting. Kini dengan aset menembus sekitar Rp400 triliun per Maret 2025, BSI masuk jajaran enam besar bank nasional. Kehadiran BSI, diperkuat dengan berdirinya BSI UMKM Center Makassar pada Juli 2024, menunjukkan langkah nyata bahwa keuangan syariah sedang bergerak dari sekadar “alternatif” menuju arus utama dalam perekonomian nasional.
Tahun ini, OJK menapaki usia ke-14. Selama lebih dari satu dekade, OJK hadir bukan hanya sebagai penjaga stabilitas sektor keuangan dan pelindung konsumen, tetapi juga sebagai penggerak ekosistem keuangan syariah yang lebih inklusif dan berdaya saing. Dari kisah bengkel kecil di Makassar hingga panggung keuangan global, syariah perlahan menemukan pijakan kokohnya.
Dari Alternatif ke Arus Utama
Perjalanan keuangan syariah di Indonesia dimulai lebih dari tiga dekade silam. Tahun 1992, berdirilah Bank Muamalat Indonesia, bank syariah pertama di tanah air. Kehadirannya kala itu dianggap sebuah terobosan, namun juga tak jarang dipandang sekadar “pelengkap” dari industri perbankan konvensional. Akses yang terbatas, produk yang masih sederhana, serta minimnya pemahaman masyarakat membuat bank syariah terkesan eksklusif, hanya untuk kalangan tertentu yang benar-benar peduli aspek syariah.
Namun seiring waktu, kesadaran masyarakat mulai tumbuh, meski jalannya tidak selalu mudah. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 mencatat, indeks literasi keuangan syariah mencapai 39,11 persen, sementara tingkat inklusinya baru 12,88 persen. Angka ini menunjukkan adanya peningkatan signifikan dibanding survei sebelumnya, tetapi juga menggarisbawahi kesenjangan yang masih lebar: dari setiap 100 orang Indonesia, hampir 40 sudah memahami layanan keuangan syariah, tetapi yang benar-benar menggunakan baru sekitar 13 orang. Kesenjangan inilah yang menjadi pekerjaan rumah besar. Di tengah populasi Muslim terbesar di dunia, potensi pasar syariah seharusnya mampu menjadi arus utama. Transformasi inilah yang kini mulai digerakkan—dari sekadar alternatif menuju kekuatan strategis dalam sistem keuangan nasional.
Padahal, tren global menunjukkan arah sebaliknya. Islamic finance kini menjadi salah satu sektor keuangan dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Menurut laporan IFSI Stability Report 2024 dari Islamic Financial Services Board (IFSB), total aset industri keuangan syariah global mencapai USD 3,38 triliun pada tahun 2023. Bahkan, data tahun 2024 menunjukkan lonjakan lebih signifikan: total aset naik menjadi USD 3,88 triliun — tumbuh 14,9 % dibanding tahun sebelumnya, dengan kontribusi utama dari sektor perbankan syariah, sukuk, dan takaful. Pertumbuhan ini ditopang oleh permintaan pasar Muslim yang semakin besar, inovasi produk keuangan berbasis halal, hingga meningkatnya kepercayaan pada prinsip syariah yang mengedepankan keadilan, transparansi, dan keberlanjutan.
Konteks global tersebut menjadi cermin sekaligus tantangan bagi Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi pasar yang luar biasa. Namun, potensi itu tak akan bermakna bila keuangan syariah tetap berada di pinggiran. Transformasi agar ia beranjak dari sekadar “alternatif” menuju arus utama menjadi keniscayaan—dan di sinilah peran OJK sangat menentukan.
Menjaga Stabilitas Sektor Keuangan Syariah
Konsistensi OJK dalam menjaga arah pembangunan syariah tergambar jelas dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020–2025. Peta jalan ini menegaskan tiga agenda strategis: memperkuat daya saing industri, menjaga stabilitas, dan memperluas inklusi. Artinya, OJK tidak semata mengawasi, tetapi juga membangun ekosistem agar industri syariah tumbuh sehat, kompetitif, dan berkelanjutan. Kontribusi syariah terhadap stabilitas nasional juga semakin nyata. Diversifikasi instrumen menjadi bantalan penting: sukuk negara yang kini menembus Rp1.300 triliun dan menjadi tulang punggung pembiayaan pembangunan, asuransi syariah yang mengelola lebih dari Rp49 triliun aset untuk proteksi halal, hingga fintech syariah yang tumbuh pesat dengan 21 entitas berizin resmi. Kehadiran instrumen-instrumen ini memperluas basis pasar, mengurangi risiko konsentrasi sektor, sekaligus menjembatani kelompok masyarakat yang sebelumnya belum terjangkau layanan keuangan formal.
Dengan perspektif ini, keuangan syariah bukanlah beban tambahan bagi stabilitas, melainkan penyangga. Prinsip kehati-hatian (prudential), keterikatan pada sektor riil, serta mekanisme berbagi risiko (risk sharing) yang melekat dalam akad-akad syariah terbukti memberi nilai tambah. Saat sistem keuangan konvensional rentan oleh gejolak spekulasi, keuangan syariah justru hadir sebagai bantalan yang memperkuat ketahanan.
Tidak berlebihan jika dikatakan, dalam usia ke-14 ini, OJK telah menunjukkan peran ganda: mengawal stabilitas sektor keuangan secara umum sekaligus memastikan industri syariah tumbuh menjadi bagian integral dari fondasi ekonomi nasional.
Melindungi Konsumen Syariah
Di balik pertumbuhan industri keuangan syariah, risiko yang mengintai tak bisa disepelekan. Label “syariah” kerap dijadikan kedok untuk menipu masyarakat melalui investasi bodong atau praktik fintech ilegal. Janji keuntungan berlipat dalam waktu singkat sering kali membutakan calon investor, padahal di baliknya tersimpan jebakan. Fenomena ini bukan sekadar kasus pinggiran: dalam lima tahun terakhir, OJK bersama Satgas Waspada Investasi telah membekukan ratusan entitas ilegal, banyak di antaranya mengaku beroperasi dengan embel-embel syariah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat memahami bahwa kepercayaan masyarakat adalah fondasi utama bagi pertumbuhan industri keuangan syariah. Karena itu, perlindungan konsumen ditempatkan sebagai prioritas utama, tidak hanya dalam bentuk regulasi dan pengawasan, tetapi juga melalui upaya literasi dan edukasi yang menyeluruh. Sejumlah program digagas untuk memperluas pemahaman masyarakat. Misalnya, Santri Cakap Literasi Keuangan Syariah (SAKINAH) dan Ekosistem Pesantren Inklusif Keuangan Syariah (EPIKS) yang diterapkan di berbagai pesantren, termasuk di Konawe, Sulawesi Tenggara, guna menanamkan kesadaran sejak dini tentang pentingnya layanan keuangan syariah. Selain itu, ada program SICANTIKS (Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah) yang menjadikan para ibu sebagai duta literasi di lingkup keluarga dan komunitas. Inisiatif-inisiatif ini menunjukkan komitmen OJK untuk tidak hanya mengenalkan istilah “syariah” secara formal, tetapi juga membekali masyarakat dengan pemahaman yang lebih dalam mengenai prinsip keadilan, transparansi, serta risiko yang menyertai setiap produk keuangan syariah.
Selain literasi, OJK juga memperkuat mekanisme perlindungan konsumen. Tak hanya dimanifestasikan melalui regulasi, perlindungan konsumen diwujudkan lewat mekanisme yang konkret dan dapat diakses oleh masyarakat secara langsung. Salah satu kerja nyata OJK adalah menyelenggarakan Layanan Pengaduan Perlindungan Konsumen (APPK) melalui portal khusus, serta kanal Kontak 157 yang dapat dihubungi lewat telepon, WhatsApp, atau datang langsung (walk-in)—semuanya dirancang agar masyarakat mudah menyalurkan keluhan dan menyelesaikan sengketa terkait jasa keuangan.
Lebih jauh, upaya perlindungan konsumen juga mencakup penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang menyimpang dari ketentuan atau prinsip syariah. Sebagai contoh, sepanjang kuartal pertama 2024, OJK telah menjatuhkan sanksi administratif berupa peringatan, denda, hingga pembatasan kegiatan usaha kepada sejumlah entitas, termasuk lender dan pelaku peer-to-peer (P2P) lending yang terbukti melanggar peraturan sektor jasa keuangan. Dengan kombinasi antara mekanisme pengaduan efektif dan penegakan sanksi yang nyata, OJK memastikan bahwa konsumen tidak dibiarkan tanpa perlindungan. Hal ini bukan semata soal regulasi, melainkan upaya menjaga integritas industri serta membangun kepercayaan masyarakat—kunci agar keuangan syariah dapat tumbuh inklusif, adil, dan kredibel di mata publik.
Refleksi 14 Tahun: Dari Regulator ke Akselerator
Empat belas tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lahir dengan mandat fundamental sebagai pengawas tunggal sektor keuangan Indonesia, menggantikan fungsi pengawasan dari Bank Indonesia dan Bapepam-LK. Pada tahap awal, fokus OJK adalah memastikan sistem keuangan berjalan sehat, stabil, serta melindungi konsumen dari praktik yang merugikan. Namun, seiring perjalanan waktu, peran itu berkembang jauh lebih luas.
Kini, OJK tidak lagi hanya berfungsi sebagai regulator, melainkan juga tampil sebagai pengawal sekaligus akselerator inovasi. Dalam sektor keuangan syariah, transformasi itu tampak nyata. Di bawah pengawasan dan fasilitasi OJK, lahir berbagai inovasi digital seperti fintech syariah dan platform crowdfunding syariah yang berhasil memperluas akses pembiayaan halal hingga menjangkau pelosok negeri. Tak berhenti di situ, OJK juga mendorong terbitnya instrumen keuangan berkelanjutan melalui regulasi POJK 18/2023 yang membuka ruang lebih luas bagi green sukuk sebagai salah satu pilar pembiayaan ramah lingkungan yang berlandaskan prinsip syariah.
Dampak transformasi ini terlihat jelas dalam panggung global. Menurut laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024–2025, Indonesia berhasil naik peringkat ke posisi ketiga dunia dalam ekonomi syariah, setelah sebelumnya berada di peringkat keempat. Sebuah capaian yang menunjukkan pengakuan internasional atas peran Indonesia sebagai salah satu pusat gravitasi baru ekonomi syariah.
Semua ini memperlihatkan bahwa OJK bukan lagi sekadar penjaga stabilitas sistem keuangan, melainkan motor penggerak yang mendorong keuangan syariah menjadi arus utama. Refleksi 14 tahun ini menandai metamorfosis OJK: dari regulator yang mengawasi, menjadi akselerator yang menggerakkan. Momentum ulang tahun ke-14 pun sekaligus menegaskan komitmen OJK menuju masa depan sistem keuangan yang inklusif, inovatif, dan berdaya saing global.
Arah Masa Depan: Visioner tapi Membumi
Masa depan keuangan syariah Indonesia ditentukan oleh sejauh mana strategi besar yang telah dirancang dapat diwujudkan secara konsisten. OJK telah menegaskan beberapa agenda prioritas yang akan menjadi peta jalan menuju 2030. Pertama, peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah. Target 50 persen literasi dan inklusi bukan sekadar angka, melainkan fondasi agar masyarakat lebih memahami, percaya, dan akhirnya menggunakan produk keuangan syariah dalam kehidupan sehari-hari. Upaya ini akan semakin relevan di tengah tantangan rendahnya penetrasi produk syariah dibandingkan konvensional.
Kedua, integrasi digital syariah. Transformasi digital yang telah mengubah lanskap keuangan global juga harus dimanfaatkan oleh keuangan syariah. Kehadiran fintech syariah, crowdfunding halal, hingga layanan berbasis blockchain bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan. OJK berperan sebagai wasit sekaligus fasilitator, memastikan inovasi berjalan dalam koridor syariah sekaligus melindungi konsumen.
Ketiga, pengembangan green finance syariah untuk mendukung transisi energi dan pembangunan berkelanjutan. Instrumen seperti green sukuk yang telah diterbitkan pemerintah membuktikan bahwa keuangan syariah bisa bersinergi dengan agenda global, yakni menekan dampak perubahan iklim dan mengarahkan investasi ke sektor yang ramah lingkungan.
Visi besarnya jelas: menjadikan Indonesia sebagai pusat gravitasi keuangan syariah dunia. Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, dukungan regulasi yang progresif, serta ekosistem ekonomi halal yang terus berkembang, cita-cita ini bukanlah utopia. Namun, keberhasilan visi tersebut hanya mungkin jika OJK konsisten menjaga dua fondasi utama: stabilitas sektor keuangan dan perlindungan konsumen. Tanpa keduanya, pertumbuhan hanya akan menjadi angka semu tanpa kepercayaan publik yang kuat.
Masa depan keuangan syariah Indonesia sangat bergantung pada konsistensi penerapan strategi besar yang telah dirancang. Salah satu pilar utama adalah peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah. Target maksimal bukan sekadar angka ambisius — tetapi menjadi dasar agar masyarakat memahami, mempercayai, dan akhirnya menjadikan produk syariah bagian dari kehidupan finansial sehari-hari. Upaya ini mendapat momentum dari capaian Survei SNLIK 2024, yang menunjukkan literasi syariah sebesar 39,11 persen dan inklusi mencapai 12,88 persen, menandakan kemajuan namun masih terbuka ruang besar untuk tumbuh tetap mengungguli produk konvensional.
Agenda kedua adalah integrasi digital syariah. Seiring transformasi digital global, OJK memegang peran strategis sebagai fasilitator sekaligus pengawas agar inovasi seperti fintech syariah, crowdfunding halal, dan layanan berbasis blockchain berjalan dalam koridor syariah — tanpa mengabaikan perlindungan konsumen.
Agenda ketiga, green finance syariah menjadi instrumen penting untuk mendukung transisi energi dan pembangunan berkelanjutan. Keberadaan green sukuk menjadi bukti nyata bahwa keuangan syariah mampu bersinergi dengan agenda global sekaligus meredam dampak perubahan iklim.
Visi besar ini jelas: menjadikan Indonesia sebagai pusat gravitasi keuangan syariah dunia. Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, didukung regulasi progresif dan ekosistem ekonomi halal yang terus berkembang, cita-cita tersebut bukan sekadar retoris. Namun keberhasilan visi ini hanya mungkin apabila OJK konsisten menjaga dua fondasi utama: stabilitas sektor keuangan dan perlindungan konsumen. Tanpa kedua pilar ini, pertumbuhan hanya akan menjadi angka kosong tanpa kepercayaan publik yang kokoh.
Penutup
Keuangan syariah di Indonesia tidak boleh lagi dipandang sebelah mata. Ia bukan pelengkap, melainkan penopang penting yang sanggup menjaga stabilitas, memperluas inklusi, dan menyalakan harapan pembangunan yang berkeadilan serta berkelanjutan.
Hari Ulang Tahun ke-14 Otoritas Jasa Keuangan menjadi momentum emas untuk meneguhkan arah baru itu. OJK tidak lagi sekadar pengawas, melainkan penggerak dan akselerator, yang membuka jalan bagi keuangan syariah untuk tumbuh kokoh, dipercaya, dan hadir sebagai solusi nyata di tengah masyarakat.
Kisah Pak Haji Abdullah dan Pak Sirajuddin di Makassar adalah buktinya. Dengan dukungan pembiayaan syariah yang diawasi OJK, usaha bengkel dan perdagangan mereka bukan hanya bertahan, tetapi tumbuh melesat—menambah aset, menyerap tenaga kerja, dan menghidupi banyak keluarga. Dari sudut-sudut kota seperti di Jalan Veteran Makassar, denyut keuangan syariah mengalir nyata, memberi harapan baru bagi rakyat kecil hingga pelaku usaha menengah.
Empat belas tahun adalah perjalanan penuh pelajaran. Dari menjaga stabilitas hingga melindungi konsumen, OJK telah meletakkan fondasi yang kuat. Kini, tugas berikutnya lebih besar dan lebih mulia: membawa Indonesia ke panggung dunia sebagai mercusuar keuangan syariah—tempat dunia menoleh, belajar, dan menaruh harapan.
Sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani menjemput masa depan. Dan di titik inilah, bersama keuangan syariah, OJK memiliki kesempatan menulis babak baru: menjadikan Indonesia bukan sekadar pemain, tetapi pemimpin dalam arus utama keuangan syariah global.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
