Napak Tilas Malaka: Persimpangan Sejarah, Islam, dan Perdagangan Global (Part. 2)
Ekonomi Syariah | 2025-09-21 09:03:12Setelah Kolokium pada hari Selasa, 09 September 2025 dimulai dari pukul 08.00 s.d 16.30 waktu Malaysia. Keesokan harinya perjalanan dilanjutkan menuju kegiatan Community Service-UKM & UNAIS Dengkil, yaitu Bengkel Bimbingan Kesihatan Mental bagi Penghuni UNAIS dengan mahasiswa Pascasarjanan UIKA Bogor atau Kegiatan Pengabdian Masyarakat Universitas Ibn Khaldun Bogor bagi lansia penghuni Pondok UNAIS.
Adapun kami dari Prodi Doktor Ekonomi Syariah dibagi dalam 2 kelompok untuk memberikan kajian keagamaan kepada para lansia, yaitu Kelompok Pertama dengan Tema “Harta Waris” yang digawangi oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Ustadz Andika Jati Zohella, Ustadz Mahfuzh dan Ustadz Hafifuddin. Adapun kami berada di Kelompok 2 terkait “ZISWAF”, di antaranya Ustadz Hayyin Muhdlor sebagai Penceramah, Bapak Abdul Haris sebagai Moderator, Bapak Nuradi sebagai Ice Breaker, Ibu Zulfia Artiza sebagai Notulensi dan penulis sendiri bertugas sebagai Seksi Dokumentasi.
Dalam kegiatan tersebut kami memperoleh pengalaman yang sangat berharga bertemu dengan para Warga Emas, istilah yang digunakan dalam bahasa Melayu bagi para lansia yang pada umumnya dahulu merupakan pekerja profesional dan salah seorang yang penulis wawancarai seorang Cikgu Sejarah dengan jenjang pendidikan Ph. D. Sesuatu yang sangat luar biasa mengingat profesi guru di negeri kami umumnya berada pada jenjang Sarjana, beberapa magister dan hanya sedikit berada di jenjang Doktoral. Umumnya backgrodund pendidikan Doktoral mengajar di perguruan tinggi.
Hal ini menunjukkan betapa kualitas pendidikan sangat tinggi di “Negeri Jiran” tersebut dan mereka sangat concern dengan pendidikan. Kondisi ini juga dibuktikan dengan beberapa billboard di sepanjang jalan utama di negerti tersebut banyak yang mempromosikan tentang keutamaan pendidkan, di antara yang penulis ingat yaitu slogan “Education Must Be Win” dengan tampilan anak muda bersemangat dan senyum merekah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para “Warga Emas”, mereka lebih nyaman di pondok tersebut karena pelayanan yang baik, kualitas makanan terjamin, kajian agama dan ibadah rutin dilaksanakan secara bersama, interaksi dengan rentang usia yang tidak begitu jauh sehingga mudah beradapatsi di dalamnya dan penggunaan gawai juga tidak lebih dari 1 jam, artinya usia senja mereka digunakan untuk hal produktif. Di antara mereka juga ada yang masih terlihat muda, rupanya beliau menemani orang tuanya yang sudah sepuh di pondok tersebut sembari mengisi waktu dengan kegiatan positif.
Hal lain yang sangat menarik bagi saya ketika kami melakukan PKM dengan mereka adalah perkataan “Buang Masa Je” menunjukkan bagaimana mereka sangat menghargai waktu dan mereka melakukan pengisian kuesioner tidak harus dibina satu-satu, melainkan mereka melakukan pengisian secara mandiri bahkan terkadang mengkritisi soal kuesionernya, salah satu narasi di dalamnya terdapat kata “andaikan..”. Beliau berkata bahwasannya kata tersebut tidak dibolehkan dalam agama, kita harus senantiasa mensyukuri sesuatu yang sudah ditakdirkan oleh Allah, tidak sibuk berandai-andai. Sungguh ibrah yang sangat berharga yang penulis dapatkan hanya dari muamalah ringkas.
Setelah dari kegiatan sarat makna tersebut rombongan melanjutkan perjalanan ke Melaka yang merupakan inti dari isi tulisan ini. Discovering Islamic Narratives at Melaka: Napak Tilas Malaka sebagai Awal Kehadiran Islam di Nusantara merupakan tema dari rundown acara tersebut. Untuk sampai ke tempat tersebut kami menempuh perjalanan selama 2,5 jam dengan bus dan tiba pada sore harinya yang dilanjutkan pada malam hari mengeksplor suasana malamnya. Dimulai dari makan malam di restoran Seri Sahabat sembari berkoordinasi terkait progress Disertasi kami dengan SekProdi Desy Ibu Hj. Qurroh Ayuniyyah, Ph.D. Beliau banyak memberikan banyak direction, guidelines, dan motivasi untuk terus semangat menulis.
Satu pelajaran penting juga yang kami temukan ketika makan di tempat tersebut banyak anak kecil sekitaran usia kelas 3 SD yang menjajakan dagangannya, jikalau di negeri kita biasanya yang banyak pengamen atau pengemis, di sini justru anak kecil yang berkeliling berjualan. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa entrepreneurship sudah ditanamkan kepada generasi muda mereka sedari kecil. Meskipun begitu 1 thinwall berukuran sekitar 200 ml itu berisikan buah-buahan yang dipotong kecil-kecil, seperti semangka, mangga, dll intinya buah-buahan yang familiar ditemukan di Indonesia karena masih satu kawasan negara tropis dihargai 10 MYR setara dengan 3.915,41 IDR atau kurang lebihnya sebesar 40.000 IDR (Konversi MYR Ke IDR, n.d.). Padahal di negeri kita bisa dapatkan sebuah semangka utuh dengan harga yang sama.
Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri sepanjang jalan tepian sungai Malaka yang dipenuhi dengan gedung tinggi menjulang bertabur gemerlap lampu warna-warni ditemani hembusan angina sepoi. Di negara ini hampir semua tempat dan spot wisata harus ditempuh dengan berjalan kaki, akan tetapi kendaraan dan lalu lintas sangat tertata dengan rapi dan disiplin. Bahkan saat menyeberang pun mobilnya akan sigap memberi jalan tanpa diminta dari jarak jauh meskipun ia melaju dengan kecepatan tinggi. Suara klakson hampir tidak pernah terdengar di sepanjang jalan, masyarakatnya juga berjalan secara teratur di trotoar. Hanya saja selama 4 hari di sana kami tidak pernah mendengar suara adzan berkumandang di tempat umum seperti halnya di negeri Indonesia tercinta.
Selain itu, kami juga mengeksplor sungainya dengan sebuah kapal yang memuat satu rombongan, di sepanjang jalan banyak restoran, RS elit bahkan bar, sebuah pemandangan yang jarang kami temui di Indonesia. Pada dasarnya kondisi geografis, cuaca meski terasa lebih panas di Malaysia, dan suasananya hampir sama dengan negara kita, akan tetapi mereka mampu mengemas menjadi sesuatu yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara, dengan icon mereka Melaka 2025, World Tourisme Day 2025 yang terpampang di sepanjang jalan Malaka.
Malam beranjak larut kami kembali pulang ke hotel dengan berlarian di bawah rintik hujan, sebagian menepi, dan sebagian lainnya melipir ke toko untuk belanja oleh-oleh yang akan dibawa pulan ke Tanah Air. Keesokan paginya sesuai jadwal jam 07.00 dimulai dengan breakfast dan pukul 08.00 tepat dimulai Tugas Mengeksplor Sejarah Penyebaran Islam di Nusantara dan Perdagangan di Melaka bagi kami dari Prodi Desy. Suasana di sini benar-benar mewakili jargon negara mereka, yaitu Truly Asia. Di mana terdapat area berniaga bagi 3 etnis besar yang mendiami negara ini, di antaranya Melayu, China dan India masing-masing menonjolkan ciri khas budaya mereka.
Husnul Khatimah
*) Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Syariah Universitas Ibn Khaldun Bogor
Di Sudut Kota Santri, Penjara Suci Para Penuntut Ilmu Syar’i, Institut Muslim Cendekia (Dulunya bernama STIBA Ar Raayah)
Sukabumi, 17 September 2025.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
