Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hanifatul Muqorrobin

Anak Kos dan Dapur yang Jarang Berasap: Antara Praktis, Hemat, dan Kesehatan

Gaya Hidup | 2025-09-19 18:44:07

Anak Kos dan Dapur yang Jarang Berasap: Antara Praktis, Hemat, dan Kesehatan

Penulis: Hanifatul Muqorrobin

Universitas Airlangga

Bagi mahasiswa perantau, hidup di kos adalah bagian dari perjalanan menuntut ilmu. Tinggal jauh dari keluarga membuat anak kos harus belajar mandiri, termasuk dalam urusan sehari-hari seperti makan. Namun, ada satu fenomena menarik yang hampir selalu sama di berbagai tempat yaitu dapur anak kos yang jarang berasap. Bukan karena tidak ada dapur, tetapi lebih karena jarang dipakai untuk memasak.

Mayoritas mahasiswa lebih memilih membeli makanan di luar dibandingkan memasak sendiri. Warung makan, angkringan, hingga layanan pesan antar menjadi penyelamat utama ketika perut terasa lapar. Banyak sekali alasan yang melatarbelakanginya, diantaranya padatnya aktivitas kuliah, organisasi, maupun pekerjaan sampingan yang membuat mahasiswa sering merasa tidak punya waktu untuk memasak. Ada pula yang merasa keterampilan memasaknya minim, sehingga lebih aman membeli makanan siap saji. Belum lagi kondisi kos yang kadang tidak memiliki fasilitas dapur memadai. Semua alasan itu membuat dapur kos lebih sering kosong, peralatan memasak berdebu, dan aroma masakan jarang tercium.

Fenomena ini memang dapat dimaklumi, di tengah rutinitas mahasiswa yang padat, membeli makanan siap saji terasa lebih praktis. Cukup dengan mengeluarkan uang belasan atau puluhan ribu perut bisa kenyang tanpa repot memotong sayur, mencuci piring, atau membersihkan dapur. Akan tetapi, pilihan praktis ini ternyata menyimpan sejumlah konsekuensi yang sering kali tidak disadari.

Pertama dari sisi kesehatan, makanan di luar memang terasa nikmat dan bervariasi, namun jarang yang benar-benar memperhatikan kandungan gizi di dalamnya. Banyak makanan yang mengandung minyak berlebih, kadar garam yang tinggi, atau penyedap rasa yang berlebihan. Jika dikonsumsi secara terus-menerus, pola makanan seperti ini akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh. Tidak jarang mahasiswa mengeluhkan maag, asam lambung, atau tubuh yang mudah lelah. Semua itu sebenarnya berawal dari pola makan yang kurang seimbang.

Kedua dari sisi keungan, membeli makanan dari luar memang terasa ringan sehari dua hari, namun jika dihitung dalam sebulan pengeluaran makan bisa jauh lebih besar dibandingkan memasak sendiri. Misalnya, harga sekali makan di warung rata-rata Rp15.000, jika sehari tiga kali maka total pengeluaran adalah Rp45.000. Dalam sebulan, bisa mencapai lebih dari Rp1.300.000. Bandingkan jika memasak sendiri, dengan modal Rp100.000 saja anak kos bisa belanja sayur, telur, tempe, atau ayam secukupnya untuk beberapa hari kedepan. Perhitungan sederhana ini menunjukkan bahwa memasak sendiri sebenarnya bisa lebih hemat.

Lalu apakah anak kos tidak bisa hidup praktis sekaligus sehat dan hemat? Jawabannya tentu bisa. Kuncinya adalah pada kemauan untuk mencoba, karena pada dasarnya memasak tidak selalu rumit seperti yang dibayangkan. Banyak resep masakan sederhana yang dapat dipraktikkan dengan waktu yang singkat, salah satunya tumis sayur, membuat telur dadar, atau memasak sup sederhana. Semua itu tidak membutuhkan keterampilan tinggi. Bahkan dengan teknologi sekarang ini, sudah banyak tutorial video dan resep masakan yang bisa diikuti hanya dengan modal wajan dan rice cooker. Selain hemat dan menyehatkanm memasak juga dapat memberikan keuntungan lain, yaitu kontrol penuh terhadap makanan yang dikonsumsi. Mahasiswa juga dapat menentukan sendiri porsi garam, minyak, atau bahan tambahan lainnya. Hal ini tentu lebih baik daripada selalu mengandalkan masakan siap saji yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan tubuh kita.

Fenomena dapur anak kos yang jarang berasap sesungguhnya menjadi cerminan gaya hidup generasi muda saat ini. Praktis memang penting, tetapi jangan sampai melupakan hal-hal mendasar seperti menjaga kesehatan tubuh dan mengelola keuangan. Menyalakan kompor sesekali, mencoba resep masakan sederhana, dan membiasakan diri mengatur pola makan bisa menjadi langkah kecil yang berdapak besar. Pada akhirnya, dapus anak kos bukan hanya soal tempat memasak, akan tetapi juga menjadi simbol kemandirian dan kedewasaan mahasiswa dalam mengatur hidupnya. Jika dapur tetap kosong, bisa jadi kita hanya menunda pembelajaran berharga tentang bagaimana mengelola kehidupan dengan bijak. Maka dari itum mulailah berani mencoba dan biarkan dapur kos berasap meski hanya menggoreng telur atau menumis sayur. Karena dari dapur kecil inilah mahasiswa akan belajar arti penting keseimbangan, praktis iya tetapi sehat dan hemat juga tetap utama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image