Ketika Frugal Living Salah Arah: Saat Hemat Justru Mengorbankan Kesehatan
Update | 2025-11-05 14:48:03Gaya hidup frugal living atau hidup hemat kini sedang menjadi tren yang banyak diminati, terutama di kalangan generasi muda. Di tengah naik turunnya ekonomi dan gempuran budaya konsumsi, frugal living menawarkan solusi: hidup lebih sadar (mindful), mengurangi pemborosan, dan memprioritaskan alokasi dana untuk kebebasan finansial di masa depan.
Konsep ini sejatinya sangat positif karena mendorong efisiensi dan tanggung jawab finansial. Namun, di sisi lain, kesalahpahaman dalam penerapan prinsip ini sering kali menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, terutama ketika penghematan dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek kesehatan. Salah satu kesalahan umum dalam frugal living adalah kecenderungan memilih makanan murah yang tinggi kalori namun miskin atau sedikit nutrisi.
Makanan ultra-diproses seperti mie instan, makanan cepat saji, minuman berpemanis, dan camilan kemasan sering dianggap sebagai solusi ekonomis dan praktis, terutama bagi anak kos dan keluarga dengan anggaran terbatas. Padahal, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa konsumsi makanan ultra-diproses (UPF) berkaitan erat dengan peningkatan risiko berbagai penyakit kronis, termasuk obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, gangguan metabolik, bahkan gangguan mental.
Sebuah jurnal yang diterbitkan oleh The BMJ pada tahun 2024 dan melibatkan sekitar 10 juta partisipan menunjukkan bahwa diet tinggi makanan ultra-diproses meningkatkan risiko terhadap lebih dari 30 jenis masalah kesehatan, mulai dari sindrom metabolik hingga kematian dini.
Selain itu, praktik penghematan yang tidak tepat atau bahkan abal-abal juga dapat menurunkan asupan mikronutrien penting seperti zat besi, vitamin, dan mineral. Studi yang dipublikasikan dalam Nutrition Journal menemukan bahwa konsumsi makanan ultra-diproses berkorelasi kuat dengan peningkatan risiko sindrom metabolik, obesitas, dan penyakit kardiovaskular atau awan nya di sebut penyakit jantung.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa hemat bukan sekadar soal jumlah uang yang dikeluarkan, tetapi juga tentang kualitas pilihan yang dibuat. Lebih jauh lagi, frugal living yang salah arah sering kali mendorong seseorang untuk menunda pemeriksaan kesehatan rutin demi menghemat uang. Padahal, tindakan pencegahan justru merupakan bentuk investasi kesehatan jangka panjang yang jauh lebih hemat dibandingkan biaya pengobatan ketika penyakit sudah parah.
Frugal living sebenarnya bukan tentang memotong semua pengeluaran, melainkan mengatur prioritas dengan bijak. Hidup hemat yang sehat justru menekankan efisiensi, bukan pengorbanan. Artinya, seseorang dapat tetap berhemat tanpa menurunkan kualitas asupan gizi dan tanpa menunda perawatan kesehatan yang penting. Misalnya dengan memilih bahan makanan lokal yang bergizi dan terjangkau seperti telur, ikan, tahu, tempe, sayur musiman, dan buah lokal, memasak sendiri di rumah dibandingkan membeli makanan cepat saji serta tetap menyediakan anggaran kecil untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Lebih luas lagi, peran pemerintah dan masyarakat juga dibutuhkan agar gaya hidup hemat tetap sejalan dengan kesehatan.
Kebijakan yang mendukung akses pangan sehat, edukasi gizi, dan pengendalian harga bahan pokok dapat membantu masyarakat tetap mampu berhemat tanpa mengorbankan kesehatannya. Dengan demikian, frugal living dapat menjadi gaya hidup yang tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga berkelanjutan secara fisik dan mental. Menjadi hemat bukan berarti menawar kebutuhan dasar manusia.
Menekan pengeluaran tidak seharusnya diartikan sebagai memotong kualitas hidup. Ketika frugal living diarahkan dengan benar dan berfokus pada nilai kesehatan, kualitas, dan keberlanjutan itu dapat menjadi strategi hidup yang bijak. Namun, ketika hemat dijelaskan sebagai alasan untuk mengabaikan gizi, menunda pengobatan, atau menyepelekan kesehatan, maka frugal living kehilangan artinya.
Pada akhirnya, keseimbangan antara ekonomi dan kesehatanlah yang menentukan kualitas hidup seseorang. Kesehatan adalah kekayaan yang tidak bisa ditukar. Jangan sampai demi hemat di dompet, kita justru “boncos” di masa depan dengan tagihan penderitaan dan biaya rumah sakit yang jauh lebih besar. Sejatinya, hidup hemat yang benar bukan sekadar tentang berapa banyak yang kita simpan, tetapi seberapa bijak kita menjaga diri agar tetap sehat untuk menikmati hasil dari penghematan itu.
Daftar Pustaka :
Lane, M.M., et al. (2024). Consistent evidence links ultra-processed food to over 30 damaging health outcomes. The BMJ.
Magalhães, P., et al. (2020). Consumption of ultra-processed foods and health outcomes: a systematic review of epidemiological studies. Nutrition Journal, 19(62).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
