Wilayahku (Bukan) Wilayahku
Kisah | 2025-09-18 20:05:26Aku menatap pintu yang baru saja dibuka itu. Seorang pria keluar, memakai jaket biru yang membuatnya tampak hangat. Pria itu berjalan tanpa memedulikanku yang duduk di sebelah pot bunga, menuruni tangga bata, lalu pergi menjauh. Beberapa menit kemudian, pintu kembali terbuka, seorang wanita yang kutunggu-tunggu itu akhirnya keluar, ia selalu memastikan kebutuhan perutku terpenuhi di pagi hari.
Setelah mendapatkan jatah sarapanku, aku pergi berjalan-jalan. Cuaca pagi ini cerah, sungguh cocok untuk menginpeksi wilayah kekuasaanku. Tumbuhan tampak hijau nan segar, tanah tampak basah sisa hujan semalam, menyisakan bau yang khas setiap aku menghirup udara. Motor-motor berlalu lalang di jalan yang cukup besar, terkadang mobil berbagai warna lewat, membuatku berhati-hati ketika menyeberang.
Sejauh ini, semuanya tampak baik-baik saja di wilayahku. Bahkan ulat-ulat pun makan dengan nyaman di atas daun hijau yang hampir tinggal tulang. Bosan menginpeksi dengan pemandangan di pinggir jalan, aku memutuskan pergi ke tempat yang lebih nyaman.
Menaiki tangga batu yang tidak rata. Ya, jalan menuju markasku memang tidak mudah, tapi karena itu pula markasku pun menjadi tempat teraman. Sejauh ini, tidak ada yang sukses melewati tangga batu itu selain diriku tentunya.
Tibalah aku. Markas yang sebenarnya adalah rooftop sebuah rumah itu tampak seperti biasanya. Berdebu, berantakan dengan dedaunan kering yang berjatuhan dan tidak pernah disapu, tapi selalu terang karena sinar matahari yang langsung jatuh ke lantai semen. Bangunan ini bukan bangunan tertinggi dalam komplek tempatku tinggal, tapi bangunan di sekelilingku beratap pendek, membuat markasku kaya akan kebaikan vitamin D.
Ah, rasakan angin yang berembus ini. Masih pagi, udara yang kuhirup sangat segar, tidak ada asap kendaraan yang tiba di rooftop, pun belum ada sampah yang dibakar di pagi hari. Sinar matahari menyinari sekujur tubuhku. Membuat tubuhku lebih rileks karena kehangatannya. Hari ini tidak bisa lebih baik lagi dari ini, dengan perut yang kenyang, wilayah yang aman, dan sinar matahari yang hangat.
Baru juga menikmati kenyamanan itu untuk beberapa menit, aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Tidak mungkin! Ada yang berhasil melewati tangga batu tidak rata itu selainku! Aku menegakkan tubuhku, bersiap dengan siapa pun itu. Sesosok pria muncul.
“Ke sini mulu tiap hari! Hush!” Seorang pria dengan kasar berusaha mengusirku dengan tangannya. Aku mundur selangkah menghindari kibasannya, berhitung dengan situasi. Tubuhnya besar, aku tidak akan menang sendirian. Lari menjadi satu-satunya pilihanku. Kecuali kalau aku mau mencoba melawan.
“Pergi sana! Dasar kucing garong!” Pria itu menendangku kasar, hampir saja mengenai tubuhku jika saja aku tidak menghindar dan segera pergi. Aku menuruni tangga batu yang tidak rata itu dengan langkah cepat sambil berusaha tenang.
Aku turun kembali ke tanah. Langkahku terhenti di sebuah genangan air sisa hujan semalam. Menatap air yang memantulkan bayanganku. Wajah oranye menatap balik dari genangan itu. Sepasang mata kuning menyala, hidung pink, dan kumis kebanggaan di kedua sisi wajahku yang tampan.
Aku kenal pria itu. Sama sepertiku, ia adalah penguasa wilayah ini. Aku dan pria itu mungkin berbeda bentuk, tapi kami berdua penguasa wilayah ini. Yah, mungkin penguasa hanya satu. Aku akan memberinya kesempatan hari ini saja untuk menguasai markasku itu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
