Menerka Kehendak dan Kedaulatan Rakyat
Politik | 2025-09-15 22:42:50
Retizen, pernahkah Anda mendengar, mengikuti, atau bahkan melibatkan diri dalam setiap tuntutan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat? Jika pernah demikian maka Anda bagian darinya.
Rakyat menjadi salah satu syarat utama berdirinya sebuah negara dan bangsa, di samping wilayah, pemerintahan, dan pengakuan internasional. Sebetulnya konsep rakyat ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu ketika para filsuf berusaha mendefinisikan politik dan hal-hal di dalamnya. Aristoteles pernah mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Hal ini pun sejalan dengan Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI tahun 1945 bahwa, "kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar." Maka, sejatinya rakyat adalah penduduk yang menguasai suatu negara. Bahkan Abraham Lincoln pernah mencetuskan bahwa demokrasi seharusnya dari rakyat, ke rakyat, dan untuk rakyat.
Tetapi konsep kedaulatan secara praktis tidak sepenuhnya berjalan di sejumlah negara yang menganut asas demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Rakyat seringkali dipersepsikan sebagai pihak yang selalu ditindas oleh penguasa yang otoriter dan memiliki kepentingan oligarki di dalamnya. Di Indonesia seringkali terjadi kerusuhan dengan dalih demonstrasi yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Rakyat yang dimaksud bukan lagi rakyat yang memiliki kedaulatan tetapi rakyat yang kurang berpenghasilan, dikenakan PHK, di-PHP oleh pemerintah, hidup di bawah kemiskinan, serta kehilangan jati diri sebagai pemegang kedaulatan yang mutlak.
Apakah Rakyat Memang Demikian?
Jawabannya tidak. Rakyat seharusnya tidak merasa demikian. Rakyat seharusnya tidak memiliki mindset atau mental terjajah akibat bangsa sendiri. Rakyat juga seharusnya lebih mengedepankan pembangunan bersama dibandingkan polarisasi yang berlebihan. Jangan sampai label "rakyat" justru disalahartikan oleh pihak tertentu yang selalu menginginkan kerusakan.
Tetapi sampai saat ini yang jadi pertanyaan: rakyat mana yang diwakili suaranya? apakah pemerintah itu bukan rakyat? siapa yang bisa dipercaya?
Terdapat paradoks dari tujuan kehendak rakyat yang dipahami oleh pemerintah. Seolah-olah rakyat hanya akan peduli atau protes kepada pemerintah apabila kebutuhan mereka tidak dipenuhi ataupun adanya ketidakadilan taraf hidup bagi kedua pihak. Tetapi hal tersebut tidak langsung terpenuhi begitu saja. Dalam the paradox of success theory (teori paradoks keberhasilan) dijelaskan bahwa suatu pencapaian yang besar bisa berdampak terhadap tanggung jawab dan ekspektasi yang diinginkan. Semakin besar pencapaian yang diinginkan maka semakin besar pula hambatannya dan semakin sulit hal tersebut dicapai. Hambatan besar keinginan rakyat untuk mendapatkan kehidupan yang layak berupa penyakit sosial yang berasal dari kekeliruan pemerintah dan persoalan masyarakat yang tidak terbenahi. Tak heran jika kondisi rakyat yang benar-benar utopistis (ideal; seperti mendapat pekerjaan yang layak dan "makan enak") sulit diwujudkan.
Adanya hipotesis secara sepihak bahwa rakyat akan berhenti menuntut pemerintah apabila tuntutan tersebut dipenuhi. Dalam The Theory of Citizen Compliance (teori kepatuhan rakyat) dijelaskan bahwa rakyat memandang kebijakan dan aturan sebagai kewajiban kewarganegaraan yang harus dipenuhi, meskipun hal itu mungkin bertentangan dengan kepentingan pribadi mereka. Oleh karena itu, rakyat bersedia mempertahankan tanggung jawab mereka jika mereka sedang berkembang ke arah yang benar. Teori ini jelas berbeda dengan praktik feodal (saat ini masih terjadi dalam masyarakat) yang selalu merasa hak-haknya tidak terpenuhi akibat kesewenangan dari pejabat.
Teori Maslow's hierarchy of needs (teori hierarki kebutuhan Maslow) pun menyatakan bahwa manusia akan lebih termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (seperti pengakuan diri) hanya setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Jika kebutuhan dasar terpenuhi, maka manusia tetap tidak puas dan akan berambisi untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Selain itu jika tuntutan rakyat tersebut bisa terpenuhi oleh pemerintah, ada kemungkinan semangat perjuangan kolektif memudar dan fokusnya digantikan oleh keinginan individu. Artinya terwujudnya keinginan rakyat tidak bisa serta merta menjadi akhir perjuangan sebagaimana yang dikatakan oleh Bung Hatta, "Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita, Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat."
Jadi konsep kedaulatan rakyat seharusnya dikembalikan pada esensi dasarnya sebagai bagian dari negara yang berdaulat. Ini harus menjadi moral yang dipertanggungjawabkan oleh pemerintah sebagai pelindung, pengayom, dan pengatur kehidupan rakyat. Jangan sampai memelihara asumsi rakyat sebagai pihak yang harus bertarung dengan jahatnya penguasa atau bahkan dengan rakyat sendiri. Mari kembalikan hak dan kewajiban rakyat serta penuhi transparansi, reformasi, dan empati sebagaimana yang ditulis dalam "17+8 Tuntutan Rakyat".
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
