Renovasi Kelas dan Prioritas Anggaran Pendidikan
Eduaksi | 2025-09-15 07:14:15
Pada Rabu pagi, 10 September 2025, sebuah insiden mengejutkan terjadi di SMK Negeri 1 Cileungsi, Kabupaten Bogor. Di tengah kegiatan belajar-mengajar, bagian atap bangunan lantai dua tiba-tiba roboh. Beberapa siswa dan guru yang berada di tiga ruang kelas serta aula tertimpa reruntuhan. Sebanyak 31 siswa mengalami luka dan harus segera mendapatkan perawatan medis di rumah sakit. Suasana panik pun tidak terhindarkan saat insiden itu berlangsung.
Dugaan awal menyebutkan bahwa keruntuhan atap dipicu oleh kelemahan struktur baja ringan yang digunakan, yang tidak mampu menopang beban berat genteng. Menyikapi hal ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, langsung menginstruksikan agar seluruh sekolah di wilayahnya melakukan audit menyeluruh terhadap kondisi fisik bangunan. Ia menduga bahwa kualitas pembangunan gedung SMKN 1 Cileungsi tidak sesuai standar, dan memerintahkan Inspektorat Provinsi untuk turun tangan melakukan investigasi.
Sehari setelah kejadian, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, turut mengunjungi lokasi. Ia menyampaikan komitmen pemerintah untuk memberikan dana bantuan sebesar Rp2 miliar guna memperbaiki kerusakan. Namun, proses pencairan bantuan ini diperkirakan tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat karena alokasi DAK Fisik Pendidikan pada 2025 tidak diperuntukkan bagi renovasi bangunan sekolah.
Dana Renovasi Kelas dalam APBN Pendidikan
Dalam postur APBN untuk bidang Pendidikan, terdapat alokasi untuk pembangunan dan rehabilitasi fisik atau dikenal Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pendidikan yang digunakan untuk membangun sekolah baru, merenovasi fasilitas rusak, dan menyediakan sarpras pendidikan. Realisasinya DAK Fisik Pendidikan ini diserahkan dari Pusat ke Daerah untuk dikelola.
Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk sektor pendidikan dari tahun ke tahun belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada 2024, anggaran ini tercatat sebesar Rp15,3 triliun, dan hanya naik menjadi Rp22,5 triliun dalam RAPBN 2026. Sementara itu, untuk tahun anggaran 2025, fokus penggunaan dana tersebut bergeser ke pengadaan alat pembelajaran dan sarana pendukung lainnya, sehingga hanya sekitar Rp2,2 triliun yang dialokasikan—tanpa menyentuh kebutuhan renovasi gedung sekolah.
Jika dibandingkan dengan kondisi nyata di lapangan, alokasi tersebut masih sangat jauh dari memadai. Berdasarkan data Kemendikdasmen, jumlah ruang kelas yang mengalami kerusakan terus meningkat dalam rentang waktu 2022 hingga 2024. Tercatat lebih dari 360 ribu kelas berada dalam kondisi rusak sedang, dan lebih dari 70 ribu tergolong rusak berat.
Dengan asumsi biaya perbaikan satu ruang kelas mencapai rata-rata Rp100 juta, maka dibutuhkan sekitar Rp7 triliun untuk memperbaiki kelas yang rusak berat, dan sekitar Rp36 triliun untuk yang rusak sedang. Jumlah kebutuhan ini jelas melebihi anggaran yang tersedia dalam RAPBN 2026, bahkan sebelum mempertimbangkan potensi kerusakan tambahan akibat bencana alam atau cuaca ekstrem.
Akal-Akalan Anggaran Pendidikan
Presiden Prabowo, dalam pidatonya di hadapan DPR dan MPR, menyampaikan bahwa anggaran pendidikan dalam RAPBN 2026 mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, yakni sebesar Rp757,8 triliun. Angka ini memang telah memenuhi mandat konstitusi, yakni minimal 20 persen dari total APBN. Namun, pencapaian nominal ini menyimpan persoalan serius dalam hal distribusi dan prioritas belanja.
Jika ditelusuri lebih dalam, terjadi pergeseran struktur belanja yang cukup mencolok. Proporsi belanja Pemerintah Pusat meningkat tajam dari 37,5 persen pada 2024 menjadi 61,7 persen di 2026. Sebaliknya, porsi Transfer ke Daerah justru anjlok dari hampir 60 persen menjadi hanya 33,4 persen. Padahal porsi ini merupakan sumber utama pendanaan renovasi sekolah.
Ironisnya, sebagian besar dari kenaikan belanja Pemerintah Pusat justru terserap oleh program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dialokasikan hingga Rp223,6 triliun. Program ini memang menyasar siswa, tetapi tidak berkaitan langsung dengan peningkatan kualitas pendidikan seperti infrastruktur, tenaga pengajar, atau alat pembelajaran.
Dalam konteks ini, politik anggaran menjadi sangat kentara: pemerintah lebih menonjolkan program populis dengan daya tarik politis tinggi, sementara kebutuhan dasar seperti ruang kelas yang layak justru terpinggirkan.
Politik Anggaran Islam
Kebijakan anggaran bukan sekadar teknis fiskal, melainkan representasi cara pandang sebuah rezim terhadap rakyatnya. Ia mencerminkan prioritas, nilai, dan bahkan ideologi yang dianut oleh pemerintah. Oleh karena itu, anggaran seharusnya disusun dengan mengedepankan kebutuhan nyata masyarakat, bukan sekadar memenuhi target politis atau ambisi pemerintah.
Dalam konteks pendidikan, misalnya, kebutuhan dasar seperti renovasi ruang kelas yang aman dan layak semestinya menempati posisi utama. Ini bukan sekadar soal kenyamanan, tapi soal keselamatan, keberlangsungan pembelajaran, dan masa depan generasi bangsa. Ketika alokasi untuk kebutuhan ini tersisihkan, sementara anggaran besar digelontorkan untuk program-program yang belum tentu esensial, maka publik patut mempertanyakan arah politik anggaran tersebut.
Dalam perspektif Islam, anggaran negara tidak boleh dijalankan semata-mata untuk kepentingan kekuasaan. Negara wajib bertindak sebagai pelayan rakyat, yang bertanggung jawab atas seluruh urusan umat, termasuk pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial. Prinsip dasarnya bukan untung-rugi atau popularitas, melainkan amanah dan tanggung jawab syar’i.
Islam mengatur pos-pos pengeluaran negara secara tegas, seperti penggunaan zakat hanya untuk delapan golongan yang telah ditentukan. Namun di luar itu, Islam memberi keleluasaan bagi negara dalam mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat luas. Dalam sistem Islam, SDA merupakan milik umum yang tidak boleh diserahkan begitu saja kepada swasta. Negara didorong berinovasi pada teknologi yang diperlukan untuk mengelolanya, sehingga manfaatnya bisa dinikmati seluruh rakyat dalam bentuk pelayanan fasilitas publik seperti gedung sekolah yang layak.
Oleh karena itu penyusunan anggaran sepenuhnya diarahkan untuk menjamin kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan politik jangka pendek atau memenuhi ambisi pribadi. Maka ke depan, dibutuhkan keberanian politik untuk menata ulang sistem anggaran negara, dengan menjadikan kebutuhan rakyat sebagai prioritas sejati, termasuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia dapat belajar di ruang kelas yang aman dan layak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
