Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arum Indah

Ironi Proyek Geotermal: Alam Rusak, Rakyat Sengsara

Politik | 2025-09-13 11:36:01

Rencana pemerintah untuk membangun proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau yang lebih dikenal dengan proyek geotermal menuai banyak penolakan di sejumlah daerah. Geotermal merupakan istilah untuk energi panas bumi yang bisa dijadikan sebagai sumber energi terbarukan. Penolakan terhadap proyek ini terjadi di wilayah Flores dan Lembata, Nusa Tenggara Timur; Padarincang, Banten tepatnya di kaki Gunung Gede Pangrango; Dieng, Jawa Tengah; Mandailing Natal, Sumatera Utara. Pada bulan Juli lalu, puluhan warga yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak Geotermal bahkan melakukan unjuk rasa di depan Kementerian ESDM. Mereka menuntut untuk menghentikan seluruh kegiatan proyek dan mencabut izinnya.

Proyek ini dinilai berpotensi merampas ruang hidup masyarakat dan sumber air warga di lingkar operasi. Masyarakat menilai daya rusak panas bumi tidak jauh berbeda dengan pertambangan. Proyek geotermal ini membutuhkan lahan yang sangat luas dan sumber air yang tidak sedikit. Contohnya di daerah Gunung Gede Pangrango saja, proyek ini membutuhkan lahan seluas 3.180 hektare yang tentunya akan berdampak pada daerah sekitarnya, seperti Pacet, Cipanas, dan Cugenang. Jika proyek ini tetap dipaksa dibangun, maka mata pencaharian warga yang berprofesi sebagai petani akan hilang.

Selain itu, kerusakan alam yang diakibatkan proyek geotermal ini bisa berupa pencemaran udara dan air, potensi deformasi tanah, kerusakan bentang alam, gempa dengan skala mikro, serta limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) akibat proses ekstraksi yang dilakukan.

Namun, berbagai penolakan ini tak menggentarkan pemerintah sama sekali. Proyek ini terus berlanjut di sejumlah daerah dan di beberapa daerah lain masih dalam tahap evaluasi. Penolakan proyek ini sudah berlangsung sejak lama. Akan tetapi, kembali mendapat sorotan publik usai salah satu aktivis yang vokal menolak proyek geotermal di Flores, Nusa Tenggara Timur, Rudolfus Oktavianus ditemukan meninggal tak wajar. Keluarga menuntut polisi untuk mengusut tuntas perkara ini dan transparansi.

Alasan Pemerintah

Pemerintah beralasan bahwa pada tahun 2050 kelak, Indonesia akan membutuhkan pasokan listrik sebesar 500 gigawatt, sedangkan energi yang tersedia saat ini hanya berkisar 38 gigawatt. Dengan kebutuhan yang cukup besar tersebut di masa yang akan datang, tentunya energi minyak bumi dan batu bara akan kian menipis. Oleh karena itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengeksplorasi energi baru terbarukan (EBT) yang salah satunya adalah panas bumi atau geotermal ini. Potensi geotermal ini akan menghasilkan 11.073 megawatt (Mwe) listrik. Cadangannya bahkan mencapai 17.506 Mwe.

Pemerintah berpendapat bahwa PLTP ini dapat menjadi energi pengganti dari pembangkit listrik sebelumnya yang masih bersumber dari minyak bumi dan batu bara. Perubahan ini diharapkan pemerintah akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi. Proses ini dilakukan dengan mengambil uap panas bumi untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik.

Ironi Kesengsaraan

Namun, proyek ini menuai banyak penolakan dari berbagai kalangan di masyarakat. Proyek geotermal dinilai tidak berbanding lurus dengan upaya untuk menyelesaikan krisis iklim yang terjadi. Proses pengeboran sumur untuk proyek geotermal atau dikenal dengan istilah hydraulic fracuring dilakukan dengan menggunakan fluida bertekanan tinggi guna memecah batuan yang terdapat di dalam tanah. Tujuannya adalah untuk melancarkan laju panas bumi ke sumur-sumur pembangkit listrik.

Proses pemompaan yang dilakukan bukan tanpa masalah. Berbagai cerita seperti gempa bumi, hilangnya biodiversitas endemik, gagal panen, pencemaran udara, pencemaran air, dan gas beracun yang menyebabkan tewasnya warga telah menjadi sisi gelap proyek geotermal ini. Proyek PLTP ini juga masih sarat dengan napas eksploitasi dan jauh dari orientasi keberlanjutan lingkungan hidup. Selain itu, pemaksaan terhadap jalannya proyek ini justru akan meningkatkan potensi kemunculan konflik agraria. Proyek ini juga berpeluang besar akan menciptakan kerusakan akuatik. Dengan kata lain, proyek ini tak ‘sehijau’ yang digaung-gaungkan.

Hegemoni Kekuasaan

Dengan kekuasaan yang dimilikinya, pemerintah justru memaksakan proyek geotermal ini dan mewacanakan berbagai hal positif akan pembangunannya. Nyatanya, alam tetap dieksploitasi dan rakyat kembali menjadi korban demi kepentingan ekonomi kelompok tertentu. Warga sekitar proyek kerap menjadi korban dan mengalami banyak kerugian.

Tak dimungkiri, hasrat para penguasa untuk menguasai berbagai sumber daya alam bersumber dari pandangan hidup yang dianut negeri ini, yaitu kapitalisme. Sistem kapitalisme memang mengizinkan eksploitasi sumber daya alam demi keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan efek yang akan ditimbulkan. Seperti namanya, kapitalisme sebagai sistem yang bersandar kepada para pemilik modal tidak akan pernah memedulikan kemaslahatan umat. Buktinya, saat rakyat beramai-ramai menolak proyek ini, pemerintah justru tetap mengobral investasi dan justru mengerahkan para aparatur negara seperti polisi, birokrasi, dan militer untuk memuluskan jalannya proyek dengan mengabaikan daya rusak sosial-ekologis proyek ini.

Selama negara ini masih menerapkan sistem kapitalisme, proyek-proyek sejenis akan terus terjadi dan rakyat akan terus menjadi korban kezaliman penguasa dan para kapitalis.

Islam Solusi

Dalam Islam, tujuan pembangunan proyek bukan hanya keuntungan secara ekonomi semata. Setiap perbuatan harus berdasarkan kepada standar halal dan haram juga kemaslahatan umat. Jika umat benar-benar membutuhkan proyek tersebut dan ketiadaannya akan mengakibatkan hal yang buruk pada umat, maka khalifah akan berusaha untuk mewujudkan proyek tersebut tanpa merusak kelestarian alam. Akan tetapi, jika umat tidak membutuhkan proyek tersebut dan keberadaannya juga tidak mempengaruhi kemaslahatan umat, maka khalifah tidak akan menghabiskan anggaran untuk merealisasikan proyek tersebut.

Islam melarang keras untuk berbuat kerusakan di muka bumi sebagaimana firman Allah:

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا

Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf : 56)

Allah Swt. melarang setiap manusia untuk berbuat kerusakan. Oleh karena itu, setiap penguasa juga wajib terikat kepada aturan Allah. Mereka dilarang membuat kerusakan atau memberikan izin kepada pihak lain untuk merusak lingkungan. Namun, perlu diingat, konsep hidup seperti ini hanya akan terwujud ketika negara ini mau mengadopsi Islam sebagai sistem kehidupan dan menjadikan hukum syarak untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Wallahu’alam bisawab []

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image