Ibnu Al-Haytham, Masalah tidak Menjadi Penghalang untuk Berkarya
Agama | 2025-09-12 21:53:26
Pernahkah anda membayangkan hidup di dalam penjara? Apa yang anda lakukan ketika dalam penjara? Mungkin kita akan menghabiskan waktu hanya termenung atau tidur dalam penjara. Andaikata bisa melakukan kegiatan yang produktif, paling ya beres-beres kamar atau olahraga. Kita mungkin tidak pernah terbayangkan untuk melakukan eksperimen dan menulis buku. Sebagaimana yang dilakukan ilmuwan Islam terdahulu, yakni Ibnu Al-Haytham.
Berdasarkan Jurnal HISTORIA Volume 5 Nomor 2 Tahun 2017 yang berjudul Tinjauan Biografi- Bibliografi Ibn Al-Haytham. Ibnu Haytham di barat dikenal dengan nama Alhazen. Beliau dilahirkan di kota Basrah tahun 965 Masehi. Dia menghabiskan waktu pendidikannya di kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Karya kebesarannya adalah penemuan kamera obscura atau kamar gelap. Penemuan luar biasa ini pula yang nantinya menjadi cikal bakal pembuatan kamera modern.
Kalau saat itu Ibnu Al-Haytham tidak menuliskan pengetahuannya mengenai kamera obscura, mungkin saat ini perkembangan teknologi kamera akan terhambat. Sebab pengetahuan dasar kamera obscura inilah yang menjadi prinsip dasar-dasar fotografi mengenai bagaimana cahaya dapat digunakan untuk merekam gambar.
Hal yang perlu kita kagumi dari Ibnu Al-Haytham, sebenarnya dilihat dari dirinya yang melakukan eksperimen kamera obscura bukan di dalam ruangan kerja sebagaimana ilmuwan pada umumnya. Ibnu Al-Haytham melakukan eksperimen kamera obscura justru ketika dirinya berada dalam penjara. Dalam penjara yang gelap, Ibnu Al-Haytham menghabiskan waktunya selama 10 tahun melakukan eksperimen optic. Beliau juga menuliskan pengetahuan optiknya dalam sebuah buku yang diberi nama kitab al-Manazir.
Kitab Al-Munazir adalah sebuah kitab yang terdiri dari tujuh jilid. Setiap jilid membahas mulai dari teori cahaya, penglihatan, pemantulan, pembiasan, dan berbagai fenomena optik lainnya. Hasil tulisannya ini kemudian menjadi rujukkan bagi para ilmuwan Barat di masa depan untuk membuat kamera.
Awal kisah Ibnu Al-Haytham menghasilkan karya berupa kitab Al-Munazir dibalik jeruji besi, semuanya berawal dari kegagalannya membangun sebuah bendungan di kota Mesir. Saat itu, sang khalifah bernama Al-Hakim mencari seseorang yang mampu mengatasi banjir musiman yang diakibatkan oleh luapan air dari sungai Nil. Negeri Mesir bukanlah wilayah yang tandus seperti Arab. Negeri ini termasuk wilayah yang subur berkat aliran sungai Nil.
Khalifah yang ingin musibah banjir segera berakhir, kemudian ia mengutus pasukannya mencari dan menyebarkan informasi ke berbagai wilayah Islam. Tujuannya untuk menemukan seorang ilmuwan jenius yang mampu mengatasi musibah ini dengan ilmunya. Informasi pencarian ilmuwan untuk mengatasi banjir besar di negeri Mesir, akhirnya membuahkan hasil. Saat itu, Ibnu Al-Haytham yang mendapatkan informasi kebutuhan ilmuwan tersebut. Membuat dirinya langsung berinisiatif mengajukan dirinya untuk ikut serta membantu masyarakat Mesir mengatasi banjir. Apalagi saat itu, momennya bertepatan dengan Ibnu Al-Haytham yang ingin berkunjung ke Mesir. Kunjungan ke Mesir tujuannya untuk memperdalam ilmunya dengan membaca ratusan buku yang ada di perpustakaan Dar Al-Hikmah, sekaligus sebagai bentuk pengabdiannya mengamalkan ilmunya untuk kepentingan masyarakat
Saat setibanya di Mesir, beberapa sejarawan menyebut Ibn Al-Haytham kedatangannya sangat disambut oleh khalifah. Ibnu Al-Haytham lalu diberikan berbagai fasilitas dan dana untuk membuat rancangan bendungan yang ingin ia buat. Namun sayangnya, ketika Ibnu Al-Haytham menelusuri sungai Nil untuk melakukan riset lapangan. Dia yang awalnya yakin mampu membangun bendungan, mulai merasa tidak yakin. Ketidakpercayaan dirinya ini muncul karena saat itu pengetahuan yang dimilikinya belum mampu menjawab masalah dan teknologi juga sangat terbatas. Teknologi masa itu belum secanggih pada zaman modern ini.
Apalagi untuk membuat bendungan untuk mengatasi banjir ini masih hanyalah sebuah ide. Ibnu Al-Haytham belum pernah sama sekali membangun proyek bendungan. Kalau kita hidup pada posisi itu, maka kita tentu memilih menyerah dan tidak melanjutkan proyek pembangunan bendungan. Sebab secara perhitungan, pembangunan bendungan adalah proyek yang mustahil dilakukan masa itu.
Khalifah Al-Hakim yang telah mengeluarkan banyak dana dan memberikan berbagai fasilitas kepada Ibnu Al-Haytham. Tentu bakal membuat khalifah merasa sangat marah dan kecewa karena masalah banjir ini tidak mampu diatasi oleh ilmuwan tersebut. Marahnya khalifah membuat Ibn Al-Haytham ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara.
Jika kita berada di posisi itu, tentu kita sangat merasa terpukul karena kegagalan yang telah diperbuat. Kita saat berada dalam penjara hanya bisa pasrah akan hidup dan menderita karena kebebasan kita sudah tidak ada. Tentu ini menjadi masalah besar.
Tapi, hal yang perlu kita kagumi dari Ibnu Al-Haytham ketika dipenjara. Beliau bukannya pasrah akan hidup, melainkan dirinya tetap terus berkarya. Ibnu Al-Haytham daripada berpasrah dan menyesali akan nasib hidupnya. Ibnu Haytham justru sibuk memfokuskan dirinya untuk berkarya dalam bidang lain, yaitu fokus pada bidang optic.
Ketika Ibn Al-Haytham melihat cahaya masuk dari lubang jendela penjara. Pengamatan itu membuat dirinya tertantang untuk membuktikan teori cahaya Ptolemy dan Euclid itu keliru dengan melakukan eksperimen kamera obscura. Dari eksperimen menunjukkan, bahwa cahaya terpantul dari objek dan bayangannya menembus mata, sehingga memungkinkan manusia bisa melihat.
Kisah Ibnu Al-Haytham mengajarkan kita sebuah teladan yang luar biasa, yaitu kegagalan bukanlah penghalang untuk kita terus berkarya. Kadang kala ketika kita mendapatkan sedikit cobaan, baik itu ketika belajar di bangku pendidikan dan menjalankan karir. Kita justru mudah menyerah dan berputus asa. Padahal bisa jadi, cobaan yang kita hadapi saat inilah membuat kita terbentuk mentalitas pantang menyerah. Dengan mentalitas pantang menyerah inilah yang dapat membuat kita terus selalu belajar dari kegagalan. Dengan mentalitas pantang menyerah, insyaallah dapat membentuk kita menjadi pribadi yang berkualitas dan lebih baik lagi.
Jika anda ingin dikenal oleh dunia selayaknya Ibnu Al-Haytham, maka kita janganlah mudah menyerah. Apapun tantangannya harus kita hadapi. Jika gagal janganlah bersedih hati, tapi carilah hal-hal baru yang dapat membuat kita bisa terus belajar dan berkarya. Sebagaimana Ibnu Al-Haytham ajarkan kepada kita, bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan langkah kita untuk memulai kembali menghasilkan karya-karya baru.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
