Optimalkan Hubungan Historis Indonesia Suriname untuk Menembus Pasar Karibia
Politik | 2025-09-09 13:54:26
Sejak era Trump kedua, Amerika Serikat telah menerapkan kebijakan tarif baru, dimulai dengan tarif "universal" sebesar 10% sejak 5 April 2025, dan kemudian diperluas menjadi tarif khusus pada 7 Agustus 2025 dengan tingkat yang bervariasi antarnegara. Salah satu kelompok negara yang telah mengalami dampak signifikan adalah negara-negara yang berada di dalam organisasi Association of Caribbean States (ACS), sebagai contoh Guyana yang menghadapi tarif hingga 38%, serta banyak negara Karibia lainnya menerima tarif berkisar antara 10–38%. Tarif yang telah ditetapkan ini telah menekan ekonomi dan kehidupan negara-negara tersebut akibat mayoritas negara-negara tersebut sangat tergantung pada impor dan pasar AS, sebagai contoh kenaikan harga pangan, bahan bakar, dan barang konsumsi. Namun, di balik hal tersebut, Indonesia mempunyai peluang untuk memanfaatkan situasi tersebut. Merujuk hal ini, Indonesia harus cepat mengambil peluang tersebut melalui sebuah perjanjian kerja sama seperti IEU-CEPA.
Para pemimpin negara-negara Karibia, termasuk Perdana Menteri Barbados dan Menteri Keuangan St. Vincent, mengecam penerapan tarif ini karena berpotensi meningkatkan harga konsumen, melemahkan sektor pertanian dan perikanan, serta menekan ekonomi negara-negara ACS yang sangat tergantung pada impor dan pasar AS. Negara-negara Karibia cenderung bergantung pada impor barang-barang konsumen seperti produk makanan, minuman, tekstil, peralatan rumah tangga, dan lain-lain. Mereka membutuhkan suplai alternatif selain AS, terutama di tengah tekanan tarif dan gangguan rantai pasok global. ACS sendiri mendorong perdagangan lebih terbuka antaranggota dan dengan pihak eksternal seperti Indonesia.
Indonesia memiliki kelebihan dalam sektor produk konsumen serta bahan mentah seperti tekstil, furnitur, perlengkapan rumah tangga, peralatan plastik, hingga komoditas pertanian. Sebagai contoh, hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Suriname pada 2012 mencatat ekspor Indonesia ke Suriname sebesar US$7,1 juta, terutama terdiri atas tekstil, furnitur, pakaian, peralatan rumah tangga, plastik, sepatu, dan bumbu masak. Dari hal tersebut, dapat dipertimbangkan bahwa dengan total populasi Suriname yang hanya berkisar 634.531 orang dapat mencapai volume perdagangan US$7,1 juta, maka ACS dapat meningkatkan angka tersebut sekitar 4.000% dengan total populasi ACS yang besar, yaitu sekitar 280 juta orang. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa di tengah peluang ini, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Indonesia.
Salah satu tantangan utamanya adalah jarak geografis yang signifikan, sehingga menimbulkan biaya logistik perdagangan yang cukup tinggi. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan membangun hubungan logistik dengan Suriname. Kerja sama pelabuhan dengan Suriname dapat dijadikan sebagai titik distribusi ke wilayah Karibia. Alasan dasar mengapa Suriname menjadi mitra logistik yang strategis adalah karena Suriname memiliki kedekatan historis dan budaya dengan Indonesia. Sebagai contoh, salah satu kesamaan utama antara Suriname dan Indonesia terletak pada sejarah penjajahan Belanda yang mendorong migrasi besar masyarakat Jawa ke Suriname. Migrasi ini membentuk komunitas Jawa yang signifikan serta membawa warisan budaya dan bahasa Jawa ke negara tersebut. Kesamaan budaya juga terlihat pada kuliner, seperti jajanan pasar, dan seni tradisional, seperti gamelan, yang tetap dilestarikan hingga kini.
Kerja sama antara ACS dengan Indonesia dapat menjadi kebijakan strategis untuk memperluas pasar ekspor sekaligus meningkatkan pengaruh Indonesia di kawasan tersebut. Melalui ACS, Indonesia tidak hanya dapat memperluas jaringan kemitraan dagang, tetapi juga memanfaatkan forum ini sebagai platform diplomasi ekonomi untuk membangun hubungan yang lebih erat dengan negara-negara anggota. Hal ini dapat direalisasikan melalui penyusunan perjanjian bilateral maupun multilateral yang memberikan tarif preferensial, sehingga mendorong peningkatan volume perdagangan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra dagang yang kompetitif.
Secara keseluruhan bahwa kebijakan tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump terhadap negara-negara ACS telah menciptakan tekanan signifikan pada perdagangan kawasan, khususnya melalui kenaikan harga barang konsumsi dan penurunan daya saing ekspor ke Amerika Serikat. Kondisi ini membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk memposisikan diri sebagai pemasok alternatif, terutama pada komoditas yang sesuai dengan permintaan pasar Karibia seperti tekstil, furnitur, bumbu masak, dan produk rumah tangga. Pemanfaatan hubungan historis dengan Suriname sebagai pintu masuk distribusi, disertai strategi logistik, diplomasi ekonomi proaktif, serta penyesuaian standar produk, berpotensi memperkuat penetrasi pasar Indonesia di ACS. Langkah ini tidak hanya mendukung diversifikasi mitra dagang, tetapi juga sejalan dengan tujuan jangka panjang indonesia untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah dinamika perdagangan global yang tidak stabil.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
