Pemuda Nganggur Mewabah, Butuh Jalan Keluar Sistemik
Info Terkini | 2025-09-08 12:43:37Apakah kalian masih ingat tagar #KaburAjaDulu yang ramai dikicaukan warganet di awal Tahun 2025? Trennya tagar ini adalah simbol rintihan anak muda yang mulai putus asa merintis karir didalam negeri.
Namun, ternyata harapan anak-anak muda Indonesia untuk mencari penghidupan yang lebih baik diluar negeri tidak lagi berpotensi besar. Pasalnya, krisis sektor ketenagakerjaan tidak hanya melanda Indonesia, tapi mewabah secara global.
Beberapa negara diketahui memiliki tingkat pengangguran cukup tinggi di dunia, di mana angkanya mencapai hingga 50% pada awal 2025. (CNBC Indonesia)
Bahkan Negara China yang dikenal dengan power perekonomian yang stabil juga tengah berada dalam pusaran gelombang pengangguran.
Disebutkan dalam website CNBC Indonesia tanggal 17 Agustus 2025 bahwa tingkat pengangguran pemuda di Negara China masih sangat tinggi, yakni mencapai lebih dari 14%. Hal ini memantik kemunculan fenomena “Pura-Pura Kerja” di China, dimana para anak muda rela membayar untuk menyewa kantor lalu mempublikasikannya demi menekan tekanan sosial.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data statistik GoodStats disebutkan bahwa Indonesia menempati posisi ketujuh di Asia dan pertama di Asia Tenggara sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi, yang persentase kenaikannya mencapai 5% pada Tahun 2025.
Meski data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia menurun. per Februari 2025 dimana jumlah pengangguran mencapai 7,28 juta orang yang setara dengan 4,76% dari total angkatan kerja nasional, namun realita badai pengangguran dan PHK sulit ditepis kebenarannya.
Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan Job Fair yang berlangsung di Cikarang pada Tanggal 27 Mei 2025 lalu, dimana dihadiri oleh 25 ribu pencari kerja yang memperebutkan kurang lebih sekitar 3.000 lowongan pekerjaan.
Tidak hanya itu, pelaksanaan Job Fair di beberapa daerah di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Rasio jumlah pelamar dan jumlah formasi lowongan yeng tersedia amat sangat jomplang.
Pemicu Ulung Prahara Tenaga Kerja
Menemukan solusi tepat atas sebuah problem, perlu terlebih dahulu dianalisa secara mendalam akar pemicu masalahnya.
Tanpa mengetahui secara tepat pencetus krisis lapangan kerja, maka solusi yang dihadirkan tidak akan pernah matching atau hanya sekedar menyelesaikan persoalan cabang yang tidak berkesudahan.
Sektor ketenagakerjaan sangat dipengaruhi pasang surutnya oleh sistem perekonomian yang diterapkan.
Sayangnya, sistem ekonomi yang dipraktikan dunia global saat ini adalah sistem kapitalisme yang mengusung konsep kekayaan dunia yang terkonsentrasi pada segelintir elite.
Hal ini menyebabkan ketimpangan yang luar biasa. Di Indonesia bahkan kekayaan 50 orang terkaya setara dengan patungan seluruh harta 50 juta orang Indonesia. (Data Celios)
Kebijakan yang ditunggangi oligarki, kekacauan sistem politik, penguasa yang mereduksi tanggung jawabnya, pasar bebas, hubungan luar negeri yang kebablasan serta kekayaan alam yang dikomersialisasi adalah segelintir benang kusut hasil dari penerapan sistem kapitalisme yang tidak akan pernah bisa bersanding dengan konsep keadilan.
Cuci Tangan Kewajiban Melalui Job Fair
Pemerintah atau penguasa adalah peri’ayah (pengurus) masyarakat, termasuk halnya mengurus warga negaranya untuk mendapatkan pekerjaan. Maka dalam hal ini, negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja.
Tanggung jawab tersebut tidak bisa tergugurkan hanya dengan menyelenggarakan job fair secara rutin atau sekedar himbauan kepada anak muda agar menjadi pengusaha. Sebab berdasarkan data yang disebutkan tadi, lonjakan pencari kerja dengan jumlah lowongan pekerjaan yang ditawarkan dalam agenda Job Fair juga tidak apple to apple.
Bahkan tidak sedikit yang meragukan efektivitas penyelenggaran job fair. Banyak pihak yang kemudian bersuara ke publik bahwa Job Fair hanyalah ajang formalitas. Sebab dalam mekanismenya, perusahaan diwajibkan untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam merekrut pekerja dengan sistem job fair, tapi disisi lain, perusahaan biasanya punya konsep perekrutan sendiri.
Janji pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja dan menghalau gelombang pengangguran tentu terdengar janggal untuk menjadi harapan di tengah situasi badai PHK yang menimpa perusahaan-perusahaan besar hingga usaha kecil.
Ingin Tuntas, Jalan Keluar Harus Sistemik
Sistem kapitalisme tidak layak menjadi sistem kehidupan. Sebab sistem ini meniscayakan liberalisasi ekonomi yang menyusahkan kehidupan banyak orang.
Dalam sistem ini, kebijakan-kebijakan yang lahir dari tangan penguasa adalah request-an para pemilik modal atau pemberi sponsor. Tidak hanya itu, sumber daya alam juga terprivatisasi dengan kelegalan dari penguasa, padahal pengelolaan SDA yang tersalurkan sesuai dengan konsep kepemilikan umum tentu akan mengokohkan perekonomian yang secara tidak langsung menciptakan industri-industri baru yang akan merekrut banyak tenaga kerja.
Memerdekaan masyarakat dari problem pengangguran hanyalah ilusi jika dalam sistemnya, negara hanya diposisikan sebagai regulator dan fasilitator untuk kepentingan para kapitalis.
Maka untuk menyelesaikan permasalahan tenaga kerja di Indonesia atau bahkan secara global, perlu dilakukan perubahan mengakar yakni mencabut sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sistem yang memposisikan penguasa sebagai pengurus rakyat seluruhnya (bukan pengurus partai atau elite), sistem yang mengusung konsep pembagian kepemilikan sehingga eksistensi SDA hanya untuk kepentingan umum, sistem yang menempatkan hak legislasi kepada Pencipta makhluk, bukan kepada makhluk itu sendiri, sistem yang mengatur tata kelola kekayaan berdasarkan syariat, bukan atas unsur nafsu dan akal-akalan makhluk.
Dan penciri sistem yang adil itu hanyalah ada pada Sistem Islam, yang terlalu dangkal jika mengenalinya hanya sebagai sebuah agama sembahyang. Jauh lebih dari itu, Islam adalah ideologi yang merancang keteraturan dan kemasyhuran untuk seluruh aspek kehidupan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
