BRUS Vs Pernikahan Dini, Solusikah?
Politik | 2025-09-08 07:55:53
Oleh Heni Ruslaeni
Aktivis Muslimah
Dikutip oleh media online BALEENDAH, AYOBANDUNG.COM Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bandung meluncurkan program BRUS (Bimbingan Remaja Usia Sekolah) sebagai respon terhadap meningkatnya kasus pernikahan dini. Angka ini menunjukan bahwa fenomena pernikahan dini masih tinggi, meskipun sudah ada regulasi UU No. 16 Tahun 2019 tentang batas usia menikah (19 tahun). Hal ini menandakan bahwa problem pernikahan dini masih cukup tinggi dan menjadi perhatian serius pemerintah. Sasaran program ini adalah kalangan remaja usia sekolah. Melalui penyuluh agama, siswa disosialisasikan tentang dampak negatif dari pernikahan dini, seperti ketidakmatangan psikologis, risiko kesehatan reproduksi, hingga konsekuensi sosial yang merugikan baik bagi individu maupun masyarakat.
Pernikahan dini memang memiliki dampak serius, tetapi problematika remaja hari ini tidak berhenti pada sekadar ketidaksiapan biologis dan psikologis. Semua ini merusak kesucian jiwa, melemahkan konsentrasi mereka, dan mengancam kualitas generasi penerus bangsa.
Selain itu, faktor ekonomi yang sulit turut menjadi alasan sebagian orang tua menikahkan anaknya lebih cepat, berharap dapat meringankan beban hidup. Namun, akar masalah sesungguhnya bukan sekadar ekonomi, melainkan melemahnya pemahaman Islam dalam kehidupan remaja. Mengakibatkan sistem pendidikan dan lingkungan sosial makin jauh dari nilai-nilai akidah Islam.
Dalam sistem saat ini melahirkan aturan yang tidak menyentuh akar persoalan. Lemahnya pendidikan akidah Islam di sekolah maupun keluarga. Solusi yang ditawarkan cenderung parsial, hanya menekankan aspek kesehatan reproduksi atau psikologis, tanpa menyentuh persoalan mendasar yaitu kerusakan moral akibat jauhnya remaja dari aturan agama.
Sistem kapitalis juga melahirkan media hiburan yang merusak moral, akses internet yang tanpa kontrol, serta gaya hidup hedonis yang mendorong remaja terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Negara pun seolah hanya fokus pada pencegahan administratif, padahal kerusakan generasi terus berjalan tanpa henti.
Sejak dini, anak-anak harus dididik dengan nilai tauhid, akhlak, dan hukum syariat. Sekolah dan keluarga menjadi benteng utama yang menanamkan pemahaman Islam yang kokoh, sehingga mereka menyadari bahwa hidup bukan sekadar mengejar kesenangan, tetapi untuk beribadah kepada Allah. Selain itu, mewajibkan masyarakat untuk saling menjaga dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Dengan begitu, ruang bagi pergaulan bebas bisa ditekan. Negara dalam pandangan Islam wajib membuat aturan yang melindungi kehormatan generasi, misalnya dengan membatasi konten merusak, menutup peluang zina, serta memberikan dukungan ekonomi agar masyarakat tidak terjerumus pada praktik pernikahan dini karena kemiskinan. Bagi remaja yang sudah baligh dan siap, Islam tidak melarang pernikahan. Justru menikah dalam Islam adalah jalan mulia untuk menjaga kehormatan diri dari zina. Dengan syarat kesiapan fisik, mental, dan tanggung jawab. Negara wajib mengawasi dan mencegah masuknya konten merusak (pornografi, pornoaksi, budaya liberal).
Islam memiliki hukum had untuk pelaku zina. Hal ini bukan sekadar hukuman, tetapi juga efek jera dan penjaga masyarakat agar bersih dari prilaku amoral. Dengan hukum tegas, remaja lebih terjaga dari godaan perzinaan. Dengan demikian, problem pernikahan dini di pandang sebagai mulia, bukan sekedar solusi ekonomi atau pelarian masalah sosial. Orang tua diberi tanggung jawab penuh mendidik anak dengan nilai Islam, bukan sekadar menyerahkan kepada sekolah. Dibutuhkan solusi mendasar yang berasal dari Islam, karena hanya Islam yang mampu membangun generasi berkualitas dengan akidah kokoh, akhlak mulia, dan arah hidup yang jelas. Peran negara menjadi pelindung generasi, bukan sekedar regulator administratif. Tetapi menjalankan fungsi kontrol sosial, pendidikan akidah, ekonomi berbasis syariah, dan penegak hukum Islam.
Program BRUS memang baik sebagai langkah awal, tetapi tidak cukup menyentuh akar masalah. Akar persoalan sesungguhnya adalah sistem sekuler-kapitalis yang gagal menjaga remaja daripergaulan bebas dan menyehatkan keluarga. Solusi Islam bukan sekadar melarang, melainkan menghadirkan sistem kehidupan yang paripurna mulai dari pendidikan, sosial, ekonomi. Sehingga pernikahan dini maupun seks bebas bisa dicegah secara menyeluruh.
Wallahualam bissawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
