Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image akifa nayla

Konsep Nasakh dan Mansukh dalam Ilmu Tafsir

Agama | 2025-09-04 09:54:00

KONSEP NASAKH DAN MANSUKH DALAM ILMU TAFSIR

Oleh : Az zahra Edu Prawoto

Abstrak

Konsep nasakh dan mansukh merupakan bagian penting dalam ilmu tafsir dan studi ilmu al-Qur’an secara umum. Ia berkaitan erat dengan dinamika turunnya wahyu dan evolusi hukum Islam sesuai dengan konteks sosial masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad SAW. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pengertian, landasan dalil, syarat-syarat, jenis-jenis, serta penerapan nasakh dalam tafsir. Selain itu, artikel ini juga membahas kritik-kritik terhadap konsep nasakh serta relevansinya dalam kajian tafsir

Pendahuluan

Konsep nasakh dan mansukh merupakan bagian penting dalam ilmu tafsir dan studi ilmu al-Qur’an secara umum. Ia berkaitan erat dengan dinamika turunnya wahyu dan evolusi hukum Islam sesuai dengan konteks sosial masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad SAW. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pengertian, landasan dalil, syarat-syarat, jenis-jenis, serta penerapan nasakh dalam tafsir. Selain itu, artikel ini juga membahas kritik-kritik terhadap konsep nasakh serta relevansinya dalam kajian tafsir.

Ilmu tentang nasakh menjadi salah satu cabang penting dalam ilmu tafsir karena memiliki implikasi terhadap pemahaman dan penerapan hukum Islam. Jika suatu ayat telah mansukh, maka hukum yang terkandung di dalamnya tidak lagi berlaku, dan ini menjadi penting dalam konteks fatwa, fiqh, dan kajian tafsir.

Namun, keberadaan konsep nasakh juga menuai kritik, terutama dari kalangan orientalis dan sebagian pemikir Muslim modern, yang menilai bahwa konsep ini bisa membuka ruang bagi klaim kontradiktif dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji konsep nasakh secara lebih dalam dan objektif dalam kerangka ilmu tafsir.

Pengertian nasakh dan mansukh

Secara bahasa, kata nasakh berasal dari bahasa Arab nasakha–yansakhu–naskhan, yang berarti menghapus, mengganti, atau memindahkan. Dalam konteks Al-Qur’an, nasakh berarti penghapusan atau penggantian hukum suatu ayat oleh ayat lain yang turun kemudian.

Sedangkan mansukh adalah bentuk isim maf’ul dari nasakha, yang berarti “yang dihapuskan”. Jadi, nasakh adalah proses penghapusan, dan mansukh adalah objek atau ayat yang dihapuskan hukumnya.

Dalil dalil tentang nasakh

§ Surah Al-Baqarah ayat 106:

مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا Ayat mana pun yang Kami nasakhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya...

§ Surah An-Nahl ayat 101:

وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَّكَانَ آيَةٍ... Dan apabila Kami menggantikan suatu ayat dengan ayat lain

 Syarat dan Jenis-Jenis Nasakh

Syarat-Syarat Nasakh

Para ulama menetapkan beberapa syarat agar suatu ayat dianggap mengalami nasakh:

1. Ayat yang menasakh harus turun setelah ayat yang dinasakh.

2. Kedua ayat sama-sama bersifat hokum.

3. Tidak mungkin mengompromikan kedua ayat tersebut (tarjih tidak memungkinkan).

4. Harus ada dalil qath’i (pasti) yang menunjukkan adanya nasakh.

Jenis-Jenis Nasakh

1. Nasakh Tilawah dan Hukumnya: Ayatnya dihapus dari mushaf, tetapi hukumnya tetap berlaku. Misalnya, ayat tentang rajam.

2. Nasakh Hukum dan Tilawah: Ayat dan hukumnya sama-sama dihapus. Misalnya, ayat tentang menyusui dewasa (yang disebutkan dalam riwayat tetapi tidak ada dalam mushaf).

3. Nasakh Hukum tetapi Tilawah Tetap: Teks ayat masih ada, tetapi hukumnya tidak lagi berlaku. Contohnya: Surah Al-Baqarah ayat 180 tentang wasiat kepada ahli waris.

Mansukh hanya terjadi pada hukum syariat.

Ayat yang bersifat nasikh (menghapus) dan mansukh (yang dihapus) harus berasal dari sumber yang sama (Al-Qur'an atau Sunnah) dan tidak boleh menimbulkan kontradiksi.

Menentukan ayat mana yang nasikh dan mana yang mansukh memerlukan keterangan yang jelas dari Nabi Muhammad SAW, konsensus (ijma') umat, atau pengetahuan tentang sejarah penurunan wahyu

Relevansi Nasakh dalam Tafsir Kontemporer

Beberapa orientalis dan pemikir modern mempertanyakan validitas nasakh. Mereka menganggap bahwa adanya nasakh bisa menimbulkan kesan kontradiksi dalam kitab suci yang seharusnya sempurna.

Namun, para ulama menjelaskan bahwa nasakh justru menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi hukum Islam terhadap dinamika masyarakat. Nasakh juga merupakan bentuk tadarruj (bertahap) dalam pendidikan umat.

Dalam konteks kontemporer, kajian nasakh tetap penting, tetapi diperlukan kehati-hatian dalam menetapkan ayat sebagai mansukh. Banyak mufasir kontemporer, seperti Muhammad Abduh dan Fazlur Rahman, lebih menekankan pada pendekatan kontekstual daripada semata-mata legalistik.

 kesimpulan

Konsep nasakh dan mansukh merupakan bagian integral dalam ilmu tafsir yang membantu dalam memahami dinamika wahyu dan perubahan hukum dalam Al-Qur’an. Meskipun terdapat kritik terhadap konsep ini, terutama dari sudut pandang kontemporer, namun dengan pemahaman yang tepat dan metodologi yang hati-hati, nasakh tetap menjadi alat penting dalam interpretasi Al-Qur’an.

Kajian tentang nasakh juga menunjukkan bahwa Islam sebagai agama yang membawa syariat memperhatikan kondisi sosial dan spiritual umatnya secara bertahap. Oleh karena itu, konsep nasakh tidak bertentangan dengan kesempurnaan Al-Qur’an, tetapi justru menjadi bukti dari kebijaksanaan Allah dalam menyampaikan wahyu-Nya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image