Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ikra Al-Hakim Mahasiswa Universitas Airlangga

Feodalisme atau Adab? Sebuah Batas Tipis dalam Budaya Pesantren

Agama | 2025-12-02 15:19:40

Dalam beberapa bulan terakhir banyak peristiwa yang merubah citra pondok pesantren di mata masyarakat. Respon pimpinan pondok terhadap robohnya masjid di sebuah pondok pesantren, kasus pelecehan seksual, perpeloncoan, kekerasan fisik dan mental, pengkultusan terhadap para habib dan gus, serta kritik terhadap budaya adab yang di anggap sebagai praktik feodalisme. Contoh umum dari adab yang sering disalahpahami sebagai feodalisme di pondok pesantren adalah Ketika seorang santri bersikap manut dan nrimo terhadap perintah yang diberikan oleh kyai-nya. Namun apakah benar bahwa budaya adab di pondok pesantren merupakan bentuk praktik feodalisme?

Sebelum membahas lebih lanjut, perlu dipahami kenapa anggapan tersebut dapat muncul. Apa yang menyebabkan sebagian orang menganggap bahwa hal tersebut merupakan praktik feodalisme?. Jawabannya, karena adab di pondok pesantren memiliki beberapa pola relasi sosial yang mirip dengan ciri-ciri feodalisme, terlebih mengenai hierarki, kepatuhan, dan otoritas personal.

Selain itu muncul juga narasi dari media sosial yang membuka pandangan masyarakat dalam memandang peristiwa ini, tapi sekaligus menimbulkan kesalahpahaman mengenai konsep adab di pesantren. Salah satunya muncul dari sebuah stasiun televisi Indonesia, yang menunjukan bagaimana seorang santri berjalan menunduk di hadapan kyai-nya, seakan-akan dirinya adalah budak dan kyai-nya adalah raja atau tuan. Hal ini menimbulkan perspektif baru di masyarakat yang menunjukan seakan-akan pesantren adalah tempat perbudakan dan menerapkan sistem feodalisme

Peristiwa ini juga menunjukan bagaimana generasi sekarang lebih mengedepankan egalitarianisme yang lebih setara. Tapi di sisi lain, menunjukan kurangnya ruang diskusi antara sesama yang menimbulkan banyak perdebatan dan sebenarnya dapat diselesaikan jika kedua belah pihak mau mendiskusikan nya.

Setelah mengetahui mengapa stigma tersebut dapat muncul di tengah-tengah masyarakat, kita tentu harus tau juga, apa itu feodalisme? dan apa itu konsep adab yang ada di pesantren? Dan kenapa kedua hal tersebut seringkali disamakan.

Feodalisme merupakan sistem sistem sosial, politik, dan ekonomi yang didominasi oleh hierarki penguasa dan rakyat jelata, di mana bangsawan atau raja memberikan tanah kepada bawahan (vasal) dengan imbalan kesetiaan dan dinas militer. Dalam sistem feodalisme, etika memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada kebenaran pemimpin dianggap sebagai landasan kebenaran meskipun perbuatannya bisa saja tidak benar.

Feodalisme sendiri memiliki ciri-ciri seperti :

· kaum bangsawan dan vasal mempunyai hubungan kesetiaan yang bersifat pribadi;

· Pemegang kekuasaan hanya beberapa orang dengan jumlah yang sedikit;

· Kekuasaan politik ini bersifat terpusat dan pribadi.

Sementara itu dalam tradisi pesantren, adab bukan sekedar sopan santun lahiriah, melainkan sistem nilai yang membentuk karakter, moral, dan spiritualitas seorang santri. Adab juga merupakan penerapan akhlak mulia dan etika luhur yang menjadi fondasi sebelum menuntut ilmu, di mana santri menjunjung tinggi hormat kepada guru, sesama, dan lingkungan. Adab sendiri juga merupakan bentuk penghormatan dalam tradisi keilmuan yang lebih berbasis spiritual dan moral bukan kekuasaan materi

Adab dalam pondok pesantren memiliki ciri-ciri atau praktik sebagai berikut :

· Tidak memotong pembicaraan guru;

· Menundukkan pandangan;

· Meminta izin;

· Mendoakan guru.

Setelah mengetahui definisi dari kedua kosnep utama kitab isa mengetahui mengapa feodalisme seringkali disamakan dengan adab di pesantren. dalam feodalisme ditekankan sistem hierarki dan patronase, hierarki berarti struktur kekuasaan yang kaku dan berbentuk piramida, seperti antara tuan dan hamba nya, sedangkan patronase adalah bentuk hubungan timbal balik antara pihak yang lebih kuat dengan pihak yang lebih lemah. Hal ini dianggap sama dengan struktur pesantren yang terdiri dari kyai, ustaz/ustazah, santri sepuh, dan santri baru, dengan santri baru berada di dasar piramida dan mengerucut dengan kyai menempati posisinya.

Selain itu penghormatan dengan kyai di pondok pesantren juga tinggi, pengabdian terhadap para ustaz dan guru yang dilakukan para santri juga sering dianggap sebagai bentuk feodalisme, padahal hal tersebut hanyalah bentuk penerapan dari ilmu yang telah dipelajari dan bentuk rasa terimakasih kepada para guru karena telah bersedia mengajarkan bukan hanya pengetahuan tapi juga pembentukan sikap dan moral.

Ketidakpahaman publik terhadap tradisi tawadhu’ juga menyebabkan munculnya kesalahpahaman. Tawadhu’ secara sederhana berarti sikap rendah hati, dalam tradisi pesantren para santri bersikap rendah hati dengan cara menghormati para ustadz dan kyai karena dianggap telah memberikan bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan, namun juga tatakrama

Hal-hal diatas menunjukan perlunya ruang diskusi antara masyarakat “awam” dengan pihak pesantren, bisa merupakan santri ataupun kyai, dikarenakan terdapat beberapa hal yang memang bisa lebih mudah untuk dipahami apabila dirasakan langsung. Akan tetapi pihak pesantren juga harus lebih bijak dan cermat dalam menyikapi peristiwa-peristiwa seperti ini, mereka harus bisa menjelaskan dengan baik dan mudah dipahami, tanpa menimbulkan anggapan menghakimi lawan bicara. Dengan publik yang terbuka dan menerima sudut pandang yang berbeda, juga santri dan kyai yang dapat menjelaskan dengan baik, hal-hal semacam ini dapat saja dihindari.

Sekarang kita semua sudah memahami bahwa adab dan feodalisme merupakan dua bentuk sistem yang berbeda, adab adalah nilai etika yang mengajarkan penghormatan dan kerendahan hati sedangkan feodal adalah struktur kekuasaan yang mengekang. Meskipun dalam praktik tertentu bisa terlihat mirip, secara esensial keduanya jelas berbeda. pada akhirnya adab memang diperlukan dalam kehidupan sosial namun tetap harus ada batasan-batasan yang jelas didalamnya. adab juga tidak seharusnya menjadikan kita pribadi yang apatis dan tidak kritis terhadap segala hal disekitar kita.

semoga kedepannya tidak ada lagi kesalahpahaman publik, maupun penyalahgunaan pesantren terhadap budaya dan tradisi yang selama ini menjadi ciri khas yang mengharumkan nama santri dan kyai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image