Sebagus Apapun Sistemnya, Kalau SDM di Dalamnya Sampah, Hasilnya Tetap Sampah
Kolom | 2025-09-03 19:49:48Sering kali kita dengar kalimat klise: “yang penting sistemnya dibenahi.” Kalimat itu seolah jadi mantra yang bisa menjawab semua persoalan bangsa. Setiap kali ada masalah, solusi yang ditawarkan adalah reformasi sistem, revisi aturan, atau perbaikan regulasi. Seakan-akan dengan mengganti kerangka, semuanya akan otomatis beres. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu. Itulah momok pemerintahan Indonesia saat ini.
Mari kita renungkan pelan-pelan. Sebagus apapun sistem yang dibuat, kalau orang-orang yang ada di dalamnya tidak punya integritas, tidak punya kepedulian, dan lebih mementingkan diri sendiri, hasilnya tetap sama: sampah. Sistem hanyalah alat, hanya kerangka. Yang membuatnya hidup dan berjalan adalah manusia. Kalau manusianya rusak, sistem secanggih apapun akan ikut rusak.
Kita bisa lihat contoh paling dekat di sekitar kita. Ada lembaga yang sudah punya aturan ketat, standar operasional jelas, bahkan diawasi berlapis. Tapi mengapa masih saja ada celah korupsi, ada praktik kolusi, ada penyalahgunaan wewenang? Itu bukan karena sistemnya tidak ada, tapi karena manusia di dalamnya sengaja mencari cara untuk merusak sistem demi keuntungan pribadi.
Ironisnya, sering kali masyarakat justru diarahkan untuk percaya bahwa masalah ada pada sistem, bukan pada sumber daya manusia. Padahal, seburuk apapun sistem, kalau orang-orang di dalamnya jujur, disiplin, dan punya moral yang kuat, sistem itu bisa tetap berjalan baik. Contoh kecilnya ada pada lingkungan sederhana seperti komunitas, RT, atau bahkan keluarga. Tanpa aturan tertulis pun, kalau orang-orangnya saling peduli dan punya rasa tanggung jawab, semuanya berjalan rapi.
Masalah kita di negeri ini adalah terlalu banyak orang yang menganggap jabatan atau posisi hanyalah jalan pintas menuju keuntungan. Aparat yang seharusnya menjaga rakyat malah sibuk pamer di media sosial. Pejabat yang mestinya mengabdi malah terjebak dalam pencitraan. Alhasil, sistem yang katanya sudah dibangun dengan rapi hanya jadi hiasan belaka, karena pelaku di dalamnya bermental sampah.
Kalau kita mau jujur, memperbaiki sistem itu jauh lebih mudah daripada memperbaiki mentalitas manusia. Membuat aturan bisa dilakukan dalam semalam, mengesahkan undang-undang bisa dikerjakan lewat sidang, bahkan membentuk lembaga baru bisa dilaksanakan lewat keputusan politik. Tapi membentuk sumber daya manusia yang berintegritas, yang benar-benar punya cinta terhadap tanah air dan sesama, itu butuh generasi. Dan selama generasi ini terus dijejali contoh buruk, hasilnya ya akan terus melahirkan lingkaran busuk.
Maka, yang harus kita renungkan bersama: jangan buru-buru percaya ketika ada janji “perbaikan sistem.” Yang lebih penting adalah bagaimana memastikan bahwa orang-orang di dalam sistem itu layak, punya moral, dan benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan untuk gaya hidup. Kalau yang duduk di kursi hanya sibuk mencari viral dan keuntungan pribadi, maka sistem hanyalah topeng.
Sebagus apapun sistemnya, kalau SDM di dalamnya sampah, tetap saja hasilnya sampah. Dan selama kita masih menoleransi sampah-sampah ini bercokol di dalam sistem, jangan pernah berharap akan lahir negeri yang benar-benar adil.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
