Fenomena Siswa Titipan, Islam Punya Jawaban
Agama | 2025-09-01 17:14:01Fenomena Siswa Titipan, Islam Punya Jawaban
Oleh : Ummu Sulaiman (Pemerhati Generasi)
Dunia pendidikan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sistem pendidikan yang diharapkan adil dan transparan nyatanya belum terwujud sampai saat ini. Terbukti dengan makin mencuatnya fenomena siswa titipan di berbagai daerah seperti di provinsi bengkulu.
Akhir-akhir ini, provinsi bengkulu dihebohkan dengan kasus siswa titipan di SMA Negeri 5 Kota bengkulu. Menurut kompas.com, ada 72 peserta didik yang dikeluarkan dari sekolah akibat tidak memiliki nomor Dapodik (Data Pokok Pendidikan) setelah sebulan belajar. Kejadian ini bermula ketika kepala sekolah menemukan kelebihan jumlah siswa pada tiap kelas. Dari aturan 36 siswa per kelas, ditemukan hingga 43 siswa di setiap kelas. Akibat kejadian ini, kepala sekolah menyalahkan warga dan operator sekolah. Adapun dampak yang ditimbulkan akibat kejadian ini adalah dampak psikologis yang signifikan bagi para siswa. Salah satu wali murid, Hi, mengungkapkan rasa sakit yang dirasakan keluarganya.
Mengapa ini terjadi ?
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi, menyampaikan fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya keterbatasan jumlah sekolah negeri, ketidakmerataan kualitas, serta sebaran sekolah di berbagai daerah.
Faktor-faktor diatas terjadi disebabkan karena sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem pendidikan ala kapitalisme. Dimana ciri khas dari sistem pendidikan ini menjadikan pendidikan sebagai alat komoditas atau barang yang diperjual belikan demi mendapakan keuntungan. Jika masyarakat menginginkan pendidikan yang layak maka harus membeli dengan biaya mahal, jika tidak mampu maka akan mendapatkan kualitas pendidikan yang minim. Maka wajar jika fenomena titipan siswa ini semakin menjadi-jadi karena masyarakat menginginkan sekolah negeri yang favorit dengan biaya yang murah. Adapun hal yang mendorongnya adalah :
Pertama, ketidakmerataan kualitas dan sebaran sekolah di berbagai daerah. Pemerintah seringkali lebih memperhatikan sekolah-sekolah di kota, namun sering mengabaikan sekolah-sekolah di kabupaten atau perdesaan. Dalam hal infrasturktur misalnya : di Seluma, ada belasan siswa SD Negeri 178 di Desa Pagar Agung, Kecamatan Ulu Talo, belajar di bawah pohon dan rumah dinas guru akibat kerusakan parah pada ruang kelas mereka. Hal ini telah mereka alami selama 5 tahun. Sementara di sekolah-sekolah kota seringkali mendapatkan fasilitas-fasilitas terbaik, baik dari infrastruktur, guru hingga akses pendidikan. Sehingga banyak orang tua yang berbondong-bondong untuk memasukkan ke sekolah yang mereka anggap bagus sekalipun jauh dari rumah mereka.
Kedua, sistem pendidikan yang tidak adil dan transparan. Hal ini terlihat dengan masih banyaknya kesempatan bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kecurangan. Sekalipun pemerintah telah menetapkan sistem zonasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tetapi masih ada celah bagi oknum bermain. Sistem zonasi sendiri adalah sistem yang mengatur sekolah negeri milik pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Namun, beberapa fakta terjadi banyaknya orang tua yang mengubah alamat KK-nya agar anaknya masuk ke sekolah yang diinginkan. Akan hal ini banyak para siswa yang sebetulnya layak dan memenuhi kriteria akan kalah dengan siswa yang berbuat kecurangan tersebut. Akibatnya, hal ini menimbulkan ketimpangan dan diskriminasi dalam pendidikan di tengah-tengah masyarakat.
Ketiga, sistem hukum yang kurang tegas. Fenomena siswa titipan bukanlah hal yang baru di dunia pendidikan. Bahkan dari tahun ke tahun fenomena ini semakin marak. Pada tahun ini telah terjadi di berbagai wilayah, mulai dari tanggerang, aceh hingga bengkulu. Maka sudah sepatutnya pemerintah menerapkan sistem hukum yang tegas dan menjerakan bagi oknum-oknum yang melakukan kecurangan, baik oknum yang terlibat di sekolah maupun orang tua.
Keempat, paradigma orang tua yang salah terhadap pendidikan. Banyak anggapan orang tua di luar sana, anak-anak akan sukses jika disekolahkan di sekolah favorit atau bagus, padahal sejatinya belum tentu. Selain itu, banyak orang tua yang mampu menjadi malu jikalau anaknya sekolah di sekolah yang biasa. Perlu dipahami bahwa kesuksesan anak tidak dinilai darimana ia menempuh pendidikan melainkan bagaimana ia berusaha untuk mewujudkan kesuskesan tersebut. Kesuksesan juga tidak selamanya bernilai materi. Dalam islam, kesuksesan pendidikan itu tatkala orang tua mampu menjadikan anaknya menjadi anak yang bertakwa kepada Allah SWT.
Islam Mewujudkan pendidikan yang adil dan transparan
Dalam Surah Al-Ma’idah ayat 3, Allah SWT berfirman:
"الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا"
Artinya: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agamamu." (QS. Al-Ma’idah: 3)
Dalil ini menjelaskan bahwa islam ada sebuah agama yang sempurna. Islam adalah sebuah mabda yang mengatur seluruh aspek dalam kehidupan termasuk tentang pendidikan. Dalam islam, pendidikan adalah hak bagi seluruh anak, baik laki-laki maupun perempuan, baik dia muslim maupun kafir dzimi. Selama mereka hidup dalam naungan negara islam, maka negara wajib memenuhinya tanpa ada diskiriminasi sedikitpun secara gratis.
Negara juga menerapkan pendidikan yang adil dan transparan. Dalam proses menerima siswa baru tidak akan ada syarat-syarat atau sistem tertentu yang menyulitkan siswa. Negara akan mempermudah setiap urusan-urusan umatnya sabda Nabi saw.:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya(HR al-Bukhari).
Dalam negara islam, semua sekolah sama-sama memiliki kualitas terbaik. Tidak ada perbedaan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya. Negara akan menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, gaji tenaga pendidikan dalam islam amatlah besar. Sehingga akan meminimalisir adanya aksi suap-menyuap. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar setiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari Baitul Mal.
Adapun jika tetap terjadi aksi suap menyuap dalam pendidikan, maka negara akan memberikan sanksi hukum yang tegas bagi pelaku. Hukumanya tergantung dengan kebijakan yang diambil oleh khalifah, bisa berupa rajam, cambukan atau penjara. Hukuman ini tidaklah kejam ataupun sadis sebagaimana pendapat orang di luarsana, melainkan hukuman ini diterapkan atas dasar perintah Allah SWT sebagai bentuk ketaatan kaum muslimin. Selain itu untuk memberikan efek jera bagi pelaku serta penebus dosa di akhirat nanti.
Dengan demikian, begitulah gambaran sistem islam di dalam mewujudkan pendidikan yang adil transparan. Segala urusan umat akan diurus dengan sebaik mungkin oleh khalifah. Sebab pertanggung jawaban tidak hanya di dunia melainkan dihadapan Allah SWT. Semoga negara islam itu akan berdiri, tidak lama lagi. Amiin.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
