Tragedi Affan Kurniawan: Sudah Ditindas, Sekarang Dilindas
Info Terkini | 2025-08-31 15:49:56Affan Kurniawan bukanlah siapa-siapa di mata negara, tapi bagi keluarganya ia adalah segalanya. Seorang anak muda yang seharusnya masih bisa bermimpi panjang, kini tinggal nama. Di usia yang baru menginjak 21 tahun, Affan sudah memikul beban yang lebih besar dari usianya. Bukan sekadar mencari uang untuk dirinya sendiri, tetapi menjadi tumpuan keluarga yang hidup pas-pasan.
Kehidupan keluarganya mencerminkan realitas banyak orang kecil di ibu kota: tinggal di kontrakan sempit, berdesakan, dengan pekerjaan serabutan yang tidak menjanjikan kestabilan. Di tengah keterbatasan itu, Affan hadir sebagai pengikat. Ia menjadi alasan keluarganya masih mampu bertahan, sekaligus menjadi simbol harapan bahwa hidup bisa terus dilanjutkan.
Namun, harapan itu runtuh begitu saja pada sore yang panas di Pejompongan. Sebuah kendaraan taktis, yang semestinya dijalankan dengan penuh tanggung jawab, justru melaju membabi buta di tengah kerumunan. Ia bukan hanya menabrak, tetapi juga melindas seorang anak bangsa yang sedang menjemput rezeki halal. Momen itu terekam dalam video dan menimbulkan kemarahan publik. Sebab, yang mati bukan penjahat atau provokator, melainkan seorang pekerja yang tengah berjuang.
Tragedi ini bukanlah sekadar kecelakaan lalu lintas. Ada kekerasan struktural yang bisa terbaca di baliknya. Ketika aparat bersenjata beroperasi tanpa kendali, rakyat kecil selalu menjadi pihak yang paling rentan. Tidak peduli mereka mahasiswa, pedagang kaki lima, buruh, atau dalam kasus ini seorang pengemudi ojek online, nyawa rakyat selalu terasa murah. Negara hadir dengan wajah yang keras, tapi lupa menjaga mereka yang paling membutuhkan perlindungan.
Kematian Affan mengingatkan kita bahwa profesi pengemudi ojek online sering kali tidak hanya melelahkan secara fisik, tetapi juga sarat risiko. Jalanan Jakarta yang padat sudah penuh bahaya, ditambah lagi potensi terjebak dalam situasi sosial-politik yang tak mereka pilih. Para ojol bergerak dari satu titik ke titik lain demi mengejar insentif, kadang harus masuk ke kawasan rawan, dan pada hari itu, Affan masuk ke dalam lingkar tragedi yang menelan nyawanya.
Kini, keluarga kecil di Jalan Tayu harus menerima kenyataan pahit. Kehilangan Affan bukan hanya kehilangan seorang anggota keluarga, melainkan kehilangan tiang penyangga kehidupan. Seorang ibu harus menatap hari-hari ke depan tanpa anak yang paling diandalkannya. Seorang adik harus melanjutkan sekolah dengan beban kehilangan yang terlalu dini. Sementara kakaknya, sesama pengemudi ojol, harus menanggung peran ganda dalam keluarga.
Polisi memang sudah menangkap tujuh anggota Brimob yang berada di dalam kendaraan tersebut. Namun, bagi publik, itu belum cukup. Masyarakat menuntut kejelasan siapa yang mengemudi, bagaimana kendaraan itu bisa melaju serampangan, dan apa bentuk tanggung jawab negara atas hilangnya nyawa seorang pekerja muda. Permintaan maaf pejabat tinggi tidak serta-merta menutup luka. Keadilan bukan sebatas kata-kata, melainkan harus hadir dalam bentuk tindakan yang tegas dan transparan.
Tragedi ini semestinya menjadi peringatan keras bahwa aparat negara tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Tugas utama mereka adalah melindungi rakyat, bukan justru menjadi ancaman. Jika aparat bisa bertindak anarkis di jalanan tanpa mempertimbangkan keselamatan warga, maka rasa aman sebagai hak dasar warga negara menjadi ilusi belaka.
Kisah Affan adalah potret buram hubungan rakyat kecil dengan kekuasaan. Di satu sisi, rakyat dituntut patuh, membayar pajak, dan terus bekerja keras demi menyambung hidup. Namun, di sisi lain, mereka justru bisa kehilangan nyawa begitu saja tanpa jaminan perlindungan. Seperti pepatah pahit yang kini relevan: sudah ditindas, sekarang dilindas.
Dan di sanalah letak tragedi terbesar. Bukan hanya karena seorang anak muda kehilangan hidupnya, tetapi karena masyarakat kembali diingatkan bahwa di negeri ini, nyawa rakyat kecil sering kali tak lebih berharga daripada sebuah ban kendaraan taktis.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
