Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rafi Hamdallah

Ketika Pendidikan Pancasila Sekadar Hafalan

Pendidikan dan Literasi | 2025-08-30 03:10:49
Sampul buku "Pendidikan Pancasila" kelas XII

Siapa yang masih ingat dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila?

Barangkali kita masih mengingatnya walaupun penamaannya berbeda. Sebuah mata pelajaran yang begitu nasionalis diajarkan oleh para guru kita yang bersubstansikan pemahaman terhadap keindonesiaan, falsafah bangsa, dan kewarganegaraan. Tetapi pernahkah kita berpikir bagaimana mata pelajaran yang seharusnya dijadikan pedoman terhadap wawasan kebangsaan tidak sejalan dengan kondisi bangsa. Bagaimana sikap kita akan hal ini?

Mata pelajaran ini telah mengalami 9 kali pergantian dalam sejarah kurikulum di Indonesia. Dimulai dengan diterbitkannya buku "Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia" oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1959 silam. Kemudian dirumuskan pembelajaran "Pendidikan Kewarganegaraan" (sempat berganti dengan "Pendidikan Kewargaan Negara") pada 1969 dan disahkan menjadi mata pelajaran wajib pada kurikulum 1975. Setelah itu mulai diberlakukan "Pendidikan Kewarganegaraan" dan "Pendidikan Moral Pancasila" seiring dengan diterapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sepanjang orde baru. Barangkali generasi orang tua kita masih ingat bagaimana setiap tahun mereka dikaderkan prinsip dan penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Lalu pada pascareformasi berganti lagi menjadi "Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan" (PPKn) pada kurikulum 2004, berikutnya "Pendidikan Kewarganegaraan" pada KTSP 2009. Sesudahnya "Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan" pada kurikulum 2013, teranyar "Pendidikan Pancasila" pada kurikulum merdeka yang seiring dengan diterapkannya "Profil Pelajar Pancasila" dan "Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila" (P5).

Apapun penamaannya, ada dua kata kunci di sini. Pertama, pendidikan Pancasila yaitu substansi berupa konsep dasar Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Kita tentu sudah hafal atau setidaknya pernah mempelajari sila-sila dalam Pancasila beserta ke-45 butirnya. Bahkan teksnya selalu dibacakan pada setiap upacara bendera. Selain itu juga diajarkan tentang sejarah rumusan dasar negara sampai perundang-undangannya. Kedua, pendidikan kewarganegaraan yaitu substansi berupa teori dan tatanan kewarganegaraan Indonesia. Selain memahami Indonesia, kita diharuskan mengetahui hak dan kewajiban sebagai warga negara beserta aturannya. Antara Pancasila dan Kewarganegaraan didasarkan pada ideologi nasionalisme dan patriotisme terhadap tanah air. Di dalam teks sumpah pemuda diikrarkan pengakuan atas tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia.


Masih relevankah mempelajari Pendidikan Pancasila?

Sangat disayangkan bila bercermin dengan kondisi bangsa dan negara kita. Sejak awal pembentukannya, kondisi negara berada di dalam ketidakidealan bahkan tidak sejalan dengan rumusan dari para pendiri bangsa. Mengapa bisa terjadi? Apakah Pendidikan Pancasila masih relevan dengan kondisi tersebut? Ataukah kita yang sudah lupa dengan pembahasannya?

Ada empat poin yang perlu didiskusikan?

Pertama, masih banyak ditemukan praktik pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila. Sila pertama dilanggar dengan diskriminasi tempat ibadat, sila kedua dilanggar dengan konflik berbasis SARA, sila ketiga dilanggar dengan adanya upaya sistematis untuk menciptakan polarisasi, sila keempat dilanggar dengan banyaknya kebijakan dari legislatif yang tidak demokratis, sila kelima dilanggar dengan besarnya penyimpangan dan ketidakadilan terhadap rakyat sehingga memicu konflik. Lantas mengapa sampai saat ini masih demikian? Apakah Pancasila sudah tidak diamalkan? Apakah perdebatan tentang status Pancasila sebagai ideologi atau falsafah masih terjadi?

Kedua, adanya kesewenangan dari pemerintah maupun aparat penegak hukum. Meski Indonesia menganut prinsip trias politica, fakta di lapangan menunjukkan banyaknya penyalahgunaan kekuasaan dan konstitusi. Lembaga legislatif banyak menyusun kebijakan sepihak tanpa aspirasi rakyat, lembaga eksekutif banyak mengeksusi tindakan sepihak dan merugikan orang banyak, lembaga yudikatif sesekali mengesahkan revisi perundang-undangan yang memicu polemik, aparat penegak hukum sering bertindak represif dalam mengontrol publik. Kasus korupsi dan penyelewengan pajak masih dianggap bukan ancaman bagi orang yang tidak berkemanusiaan. Mengapa bisa seperti ini? Apakah pemerintah seolah lupa dengan tugas, fungsi, dan wewenangnya? Apakah ada kuasa lain yang mengendalikan demokrasi kita?

Ketiga, masih banyak orang bahkan pelajar yang lupa dengan isi teks Pancasila, pembukaan UUD, pasal demi pasal peraturan perundang-undangan, maupun sejarah nasional. Ini sangat miris lantaran rendahnya literasi pendidikan dan wawasan kebangsaan. Para guru seolah diharuskan untuk mengajarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kondisi negara. Para siswa sering didoktrin untuk bela negara tanpa memahami peranannya sebagai penerus bangsa. Substansi pendidikan seringkali hanya formatif dan tekstual (hafalan) tanpa ada kejelasan konkret. Masih relevan kah dengan kondisi ini?

Keempat, maraknya sikap warga negara yang tidak lagi mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Banyaknya kasus kriminal yang melibatkan warga tidak bersalah, banyaknya berita yang menggiring opini secara masif, masih adanya pelanggar ketertiban dalam berlalu lintas, masih maraknya egosentris dan hedonis, banyaknya ideologi asing yang memengaruhi cara berpikir bangsa tetapi sebaliknya ideologi bangsa sendiri dianggap tidak lagi relevan, dan lainnya. Tidak hanya soal ketertiban, nilai-nilai luhur bangsa juga mulai memudar. Tradisi gotong royong, musyawarah untuk mufakat, tepa selira, dan cinta tanah air seakan hanya doktrin yang diceritakan turun temurun. Kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi dialihkan menjadi tindakan anarkis dan kebencian. Apakah ini terus dibiarkan?

Sekali lagi, apakah Pendidikan Pancasila sudah tidak lagi relevan?

Selayaknya kita sebagai warga negara untuk mereaktualisasikan nilai-nilai yang telah diajarkan melalui penguatan Pendidikan Pancasila. Pendidikan sejatilah yang dapat menguatkan dan menumbuhkan rasa keindonesiaan dan kesadaran kolektif rakyat yang berdaulat sesuai dengan potensi masing-masing. Jangan biarkan hal tersebut hanya dipelajari dan dihafal ketika bersekolah. Ini harus benar-benar diwujudkan dalam kehidupan berbangsa, beragama, dan bernegara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image