Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edo Segara Gustanto

Ekonomi Jalan Tengah

Bisnis | 2025-08-28 14:09:05
Dok. Pribadi/Edo Segara Gustanto, Peneliti Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara

Ide menulis ini muncul ketika saya membaca buku almarhum, Dr. Mansour Faqih dengan judul: “Jalan Lain: Manifesto Intelektual Organik.” Buku tersebut ditulis oleh Mansour Faqih di masa transisi pasca-Orde Baru sebagai refleksi kritis terhadap realitas sosial-politik Indonesia saat itu. Ia mengambil momen ini untuk menawarkan alternatif gagasan dalam rangka transformasi sistem yang lebih berkeadilan daripada sekadar reformasi biasa.

Lalu coba saya tafsirkan, ide Ekonomi Jalan Tengah ini atau yang lebih dikenal sebagai "Ekonomi Pasar Sosialis" atau "Ekonomi Kerakyatan" di Indonesia. Ekonomi Jalan Tengah adalah sistem ekonomi yang bertujuan untuk membuat sistem ekonomi yang adil dan efisien dengan menyeimbangkan keunggulan ekonomi kapitalis dengan prinsip sosialisme.

Untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan, ekonomi jalan tengah mengacu pada gagasan untuk menyeimbangkan elemen ekonomi sosialis (seperti keadilan ekonomi, peran negara dan koperasi, pasar bebas, dan insentif kinerja) dengan elemen ekonomi kapitalis (seperti persaingan, pasar bebas, dan insentif kinerja).

Posisi di Tengah Maraknya Ekonomi Islam

Ekonomi Islam lahir sebagai sebuah “jalan ketiga” untuk menolak kapitalisme dan sosialisme, dengan landasan hukum syariah (fiqh muamalah) dan maqashid syariah. Dalam konteks ini, Ekonomi Jalan Tengah dapat diposisikan lain. Ia bukan sekadar perlawanan terhadap sistem ekonomi Barat, melainkan tawaran alternatif yang berusaha menggabungkan nilai efisiensi, keadilan sosial, serta dimensi etika-spiritual.

Sebagai sebuah payung konseptual, Ekonomi Jalan Tengah tidak selalu berakar pada agama tertentu, namun memiliki irisan dengan prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Misalnya, gagasan mengenai distribusi adil, kewajiban zakat, larangan riba, serta praktik ekonomi berbasis solidaritas dapat dipandang sebagai bentuk aktualisasi jalan tengah yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, ia menghadirkan ruang moderasi yang dapat diterima lebih luas tanpa kehilangan substansi keadilan sosial.

Selain itu, Ekonomi Jalan Tengah juga berperan sebagai jembatan dialog antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam, khususnya di ranah akademik maupun kebijakan publik. Di Indonesia, misalnya, konsep Ekonomi Pancasila sering dipandang sebagai representasi jalan tengah yang mampu mengakomodasi nilai religius, sosial, sekaligus mekanisme pasar. Hal ini menegaskan bahwa posisi Ekonomi Jalan Tengah dapat memperkuat peran Ekonomi Islam sekaligus menjadi medium inklusif dalam perumusan sistem ekonomi yang lebih adil.

Implementasinya di Tengah Ekonomi Kapitalis

Implementasi Ekonomi Jalan Tengah di tengah dominasi kapitalisme global saat ini dapat dilihat dari berbagai aspek. Pertama, pada regulasi pasar dan peran negara, jalan tengah menekankan pentingnya regulasi untuk mencegah monopoli dan kesenjangan. Hal ini dapat diwujudkan melalui kebijakan subsidi tepat sasaran, pajak progresif, dan redistribusi kekayaan lewat instrumen seperti zakat, pajak kekayaan, maupun program bantuan sosial. Tujuannya adalah menjaga agar mekanisme pasar tetap efisien tanpa menindas kelompok lemah.

Kedua, jalan tengah menekankan ekonomi berbasis solidaritas. Berbeda dengan kapitalisme yang cenderung transaksional dan berorientasi pada keuntungan, ekonomi jalan tengah mendorong lahirnya koperasi, BUMDes, lembaga keuangan mikro syariah, maupun social enterprise yang menggabungkan orientasi profit dengan pemberdayaan masyarakat. Model ini memastikan prinsip keberlanjutan ekonomi berjalan beriringan dengan nilai sosial.

Ketiga, jalan tengah berupaya mengintegrasikan etika dan spiritualitas dalam praktik bisnis. Kapitalisme kerap dikritik karena abai terhadap moralitas, sementara jalan tengah menghadirkan praktik anti-riba, perdagangan adil, green economy, hingga program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang substantif, bukan formalitas belaka. Prinsip ekonomi Islam juga dapat menjadi instrumen konkret dalam membatasi kerakusan pasar.

Keempat, ekonomi jalan tengah mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, bukan sekadar sebagai konsumen atau buruh. Hal ini tampak dalam musyawarah perencanaan pembangunan, pengelolaan dana desa berbasis kebutuhan, hingga partisipasi dalam koperasi modern. Dengan demikian, ekonomi jalan tengah hadir bukan untuk meniadakan pasar, melainkan sebagai model korektif terhadap kapitalisme dengan menggabungkan efisiensi pasar, intervensi negara, serta nilai keadilan sosial dan keberpihakan pada kelompok rentan.

Penutup

Ekonomi Jalan Tengah hadir sebagai tawaran alternatif di tengah dominasi kapitalisme dengan menekankan keseimbangan antara efisiensi pasar, keadilan sosial, serta nilai etika dan solidaritas. Ia tidak menolak mekanisme pasar, tetapi mengoreksinya melalui peran negara, distribusi kekayaan, serta pemberdayaan masyarakat agar pembangunan ekonomi tidak hanya menguntungkan segelintir pihak.

Di Indonesia, gagasan ini menemukan relevansinya dalam praktik ekonomi kerakyatan, koperasi, dan Ekonomi Pancasila yang mengakomodasi nilai religius, sosial, dan mekanisme pasar. Dengan pendekatan inklusif, Ekonomi Jalan Tengah dapat berdialog dengan Ekonomi Islam dan bersama-sama memperkuat upaya menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat kecil.[]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image