Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Intan Fitria Itsnaini

Merah Putih di Negeri yang Sakit

Politik | 2025-08-24 17:57:44

Tahun ini, 17 Agustus terasa berbeda. Bendera Merah Putih tetap berkibar, lagu nasional tetap diputar, lomba tetap digelar. Tapi semua itu terasa seperti formalitas. Di balik perayaan, banyak rakyat diam-diam bertanya: apa yang sebenarnya kita rayakan? Karena kenyataannya, kemerdekaan belum benar-benar dirasakan. Terutama oleh mereka yang hidup di bawah dan yang berada di pelosok-pelosok negeri ini, yang setiap hari berjuang bukan untuk maju, tapi untuk sekadar bertahan hidup.

Pendidikan: Semakin Mahal, Semakin Tak Masuk Akal

Luka pertama datang dari dunia pendidikan. Biaya kuliah melonjak drastis, sementara kesejahteraan guru masih mengenaskan. Guru honorer yang digaji tak sampai satu juta rupiah per bulan justru dituntut totalitas, seolah mereka tidak punya keluarga untuk diberi makan.

Pendidikan hari ini lebih mirip dengan barang dagangan. Siapa mampu, dia dapat. Siapa miskin? Cari beasiswa, atau berhenti bermimpi.

Ekonomi: Rakyat Tercekik, Elit Sibuk Berpolitik

Di sisi ekonomi, rakyat makin susah. Harga-harga naik, pengangguran meningkat, dan bantuan sosial tak merata. Di saat yang sama, kita terus melihat kasus korupsi di berbagai lini. Pejabat yang seharusnya melayani malah sibuk menyunat anggaran.

Ironisnya, para elite lebih sibuk berbicara soal pemilu, elektabilitas, dan kekuasaan. Sementara rakyatnya? Dibiarkan pontang-panting sendiri.

Bendera Bajak Laut: Bukan Sekadar Aksi Nyeleneh

Beberapa hari sebelum peringatan kemerdekaan, muncul aksi pengibaran bendera bajak laut Jolly Roger di sejumlah daerah. Reaksi cepat pemerintah menyebut hal ini sebagai penyimpangan, dianggap melecehkan simbol negara. Tapi sebelum terburu-buru menghakimi, cobalah lihat dari sisi lain. Ini bukan sekadar aksi iseng. Ini ekspresi frustrasi. Bentuk keputusasaan dan kekecewaan yang lahir karena rakyat merasa Merah Putih sudah tak lagi mewakili mereka. Aksi itu adalah pesan keras bahwa ada yang sangat salah dengan negeri ini.

Jangan Lupa, Merdeka Itu Janji, Bukan Hiasan

Kemerdekaan tidak cukup diukur dari upacara dan bendera. Kemerdekaan harus tercermin dalam apa yang seharusnya didapatkan oleh rakyat di kehidupan sehari-hari. Ketika rakyat bisa mengakses pendidikan dengan adil, ketika pekerjaan layak tersedia, ketika suara mereka didengar tanpa dibungkam.

Bung Karno pernah berkata: “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Perjuangan kalian lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.” Dan ya, hari ini perjuangan itu terasa semakin berat. Karena yang dihadapi bukan senjata, tapi sistem pemerintahan yang tak peduli.

Untuk Siapa Kemerdekaan Ini?

Pertanyaan ini semakin relevan sebenarnya nuntuk siapa kemerdekaan ini dirayakan? Jika rakyat terus diperas oleh sistem, jika suara mereka hanya dianggap penting saat pemilu, kritik mereka tidak pernah didengarkan, dan jika simbol-simbol negara hanya dijadikan alat menekan kritik. Negara tidak boleh alergi terhadap suara rakyat. Kritik bukan ancaman, tapi pengingat. Protes bukan pemberontakan, tapi bentuk cinta dari rakyat yang masih peduli.

Jika semua suara dianggap gangguan, lalu kepada siapa rakyat harus berbicara?

Waktunya Mendengar, Bukan Membungkam

Sudah waktunya pemerintah berhenti pura-pura tidak tahu. Masalah ini nyata. Kekecewaan rakyat bukan isu kecil. Jangan tunggu sampai semua rakyat berhenti berharap. Karena ketika kepercayaan hilang, maka tak ada lagi yang tersisa untuk dirayakan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image