Merah Putih Membentang di Atas Situ Gintung: Ribuan Warga Saksikan Momen Spektakuler
Kabar | 2025-08-21 01:49:41
Tangerang Selatan – Suasana pagi di Situ Gintung, Ciputat Timur, berubah menjadi lautan semangat merah putih, Minggu (17/8). Ratusan relawan dari Forum Potensi Tangsel bersama masyarakat sekitar kompak membentangkan bendera raksasa di atas permukaan danau. Peristiwa itu menjadi sorotan utama peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia di Tangerang Selatan tahun ini.
Acara dimulai sejak pukul enam pagi. Dari tepian danau, tampak panitia sibuk menata perahu karet, merapikan tali pengikat, hingga memastikan bendera berukuran 45 × 30 meter terlipat rapi sebelum prosesi utama. Suara instruksi bergema, menyatu dengan riuh rendah warga yang terus berdatangan untuk menyaksikan momen bersejarah tersebut.
Sekitar pukul sepuluh, udara terasa semakin khidmat. Ratusan pasang mata tertuju pada permukaan danau ketika relawan mulai membuka lipatan bendera. Perlahan, helai merah putih itu mengembang, terbentang anggun di atas air. Sesaat kemudian, tepuk tangan dan sorak sorai membahana. Beberapa warga bahkan bersiul dan meneriakkan yel-yel kebangsaan. “Luar biasa! Baru kali ini saya lihat bendera sebesar ini membentang di atas air,” ujar Suparman (46), warga Ciputat yang datang bersama keluarganya.
Momen pembentangan berlangsung tak lebih dari sepuluh menit, tetapi kesan yang ditinggalkan jauh lebih lama. Dari anak-anak hingga orang tua, hampir semua berusaha mengabadikan peristiwa itu dengan kamera ponsel. Gambar-gambar bendera raksasa berkilauan di permukaan air Situ Gintung segera membanjiri media sosial, menjadikannya simbol kebanggaan warga Tangsel.
Ketua Forum Potensi Tangsel, Dudi Bagola, menegaskan bahwa kegiatan ini tidak sekadar seremoni tahunan. Menurutnya, ada pesan besar yang ingin disampaikan. “Kita ingin menunjukkan bahwa semangat persatuan masih hidup. Gotong royong ratusan relawan hari ini adalah bukti bahwa bangsa ini bisa kuat bila kita bergerak bersama,” ungkapnya.
Lebih dari 200 relawan terlibat langsung dalam pembentangan. Mereka terdiri atas berbagai komunitas lokal, mahasiswa, hingga warga sekitar. Sebagian bertugas menjaga kestabilan perahu, sebagian lain memastikan lipatan bendera terbuka sempurna. Tak jarang terdengar teriakan penyemangat di antara mereka. Rasa lelah tak terlihat, justru yang muncul adalah senyum lebar penuh kebanggaan.
Setelah prosesi selesai, kegiatan dilanjutkan dengan sambutan singkat perwakilan penyelenggara dan doa bersama. Suasana kebersamaan begitu terasa. Beberapa anak kecil tampak berlari di tepian danau sambil membawa bendera kecil di tangannya. Sementara itu, kelompok ibu-ibu menyiapkan makanan ringan yang sejak pagi dibawa dari rumah untuk disantap bersama.
Bagi warga, kegiatan ini menjadi cara baru merayakan kemerdekaan. Tidak sekadar lomba tujuhbelasan atau upacara bendera, melainkan perayaan yang menghadirkan kebanggaan kolektif. “Kalau biasanya kita lihat bendera di tiang, sekarang di air. Rasanya beda, lebih merinding,” tutur Yuni (28), seorang pengunjung asal Pamulang.
Perayaan ini juga menandai pentingnya Situ Gintung sebagai ruang publik. Danau yang selama ini dikenal dengan pesona alamnya, kini menjadi saksi kebersamaan warga dalam merayakan kemerdekaan. Kehadiran ribuan orang yang datang tidak hanya membawa semangat nasionalisme, tetapi juga menghidupkan kembali fungsi danau sebagai pusat interaksi sosial.
Ketika matahari mulai condong ke barat, satu per satu relawan membereskan perlengkapan. Namun, semangat yang dibawa pulang oleh warga tak surut. Mereka pulang dengan cerita baru, dengan foto-foto yang akan terus dikenang, dan dengan kebanggaan bahwa di Tangsel, Merah Putih pernah terbentang megah di atas permukaan air.
Bendera itu mungkin hanya kain berukuran besar. Tetapi bagi yang menyaksikan langsung, ia menjadi pengingat bahwa persatuan bisa lahir dari kebersamaan paling sederhana. Di Situ Gintung, Merah Putih bukan hanya berkibar, tapi juga menyatu dengan air, udara, dan semangat warganya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
