Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fakultas MIPA

Dilema Gen Z: Scroll Dulu, Salat Nanti?

Agama | 2025-08-20 15:56:47

“Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku dan tegakkanlah salat untuk mengingat-Ku.” (QS. Thā Hā: 20:14)

Pernahkan kamu menunda adzan di ponselmu karena “sebentar ah, scroll dulu “. Pernahkan waktu salat sampai terlewat karena tombol next di video terasa lebih mennggoda dari pada panggilan untuk berdiri di hadapan Allah? Fenomena “scroll dulu, salat nanti” bukan hanay sekedar kebiasaan buruk, tetapi bayangan kecil dari pilihan hidup yang jika tidak diperhatikan, dapat menjadi jurang yang mengikis kualitas iman seorang insan.

Salat dan Scroll, Mana yang Lebih Prioritas ?

Sekarang, kita berada di zaman serba kecepatan, dimana notifikasi berdentang, algoritma sosial media menautkan lebih banyak perhatian, sehingga sering menjadikan konsumsi konten sebagai pengisi waktu luang yang melalaikan. Padahal sudah diingatkan dalam firman-Nya dalam surat Thā Hā ayat 14, yang berisi penegasan penting bahwa salat adalah zikir (pengingat) yang menambatkan jiwa kepada Allah.

Al-Quran dan Sunnah menempatkan salat sebagai dasar dari seluruh ibadah, selain ayat yang disebutkan diatas, Surah Al-Ma’un memperingatkan orang yang beribadah namun lalai dalam urusan kasih sayang dan ketaatan sejati, termasuk kewajiban shalat yang benar-benar melahirkan kesadaran, bukan ritual kosong. “Kecelakaanlah bagi orang yang shalat, (yaitu) yang lalai dalam shalatnya” (QS. Al-Ma’un : 4-5). Ayat ini menegaskan bahwa salat yang hanya ritual tanpa kesungguhan hati menjauhkan pelakunya dari kebaikan hakiki. Di sisi lain, Allah ﷻ juga menegaskan fungsi salat yang sesungguhnya dalam firman-Nya: “Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar” (QS. Al-‘Ankabut: 45). Artinya, salat yang dilakukan dengan benar, penuh kekhusyukan, dan sesuai tuntunan Nabi ﷺ akan menjadi benteng moral yang menjaga hati dan perbuatan seorang Muslim dari keburukan.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu karenanya: kesehatan dan waktu luang.” (Ibn ‘Abbas dalam Shahih al-Bukhari No: 6412). Hadis ini mengingatkan bagi kita yang sering “membuang” jam-jam berharga untuk scroll tak berujung menyadarkan kita bahwa waktu adalah modal yang tak Kembali, bagaimana kita menggunakannya menentukan nasib akhirat dan dunia.

Ketika perhatian kita dibagi dan dikonsumsi oleh konten yang dirancang untuk menahan,kapasitas kita untuk fokus pasti akan berkurang. Habits shape identity. Kebiasaan membentuk identitas. Jika kebiasaan itu adalah menunda kewajiban seperti salat, maka jiwa akan menjadi terbiasa menomorduakan hal yang bersifat abadi hanya untuk kesenangan sesaat. Ilmu psikologi perhatian juga menunukkan bahwa intermittent rewards (hadiah acak dari media sosial ) memperkuat perilaku impulsive yang membuat kita menjadi “ketagihan” untuk terus melakukan scrolling.

Bayangkan jika seorang mahasiswa dengan ujian yang menumpuk, tugas menantang, namun Ketika adzann berkumandang, ia lebih memilih menyelesaikan “satu video lagi”. Hingga waktu berlalu, adzan berikutnya datang dan ia baru ingat. Ini bukan hanya fiksi, ini kisah dari banyak Gen-Z, yang merasakan penyesalan ketika akhirnya mereka sadar bahwa hari hari yang hilang tak akan kembali. penyesalan ini akan menimbulkan sebuat kerinduan : kerinduan pada ketenangan saat berdiri dalam salat, pada rasa dekat kepada Tuhan pemberi nikmat.

Jalan Keluar Praktis

Salah satu kunci keluar dari dilema “Scroll dulu, salat nanti” adalah membangun kebiasaan yang terencana dan bernilai ibadah. Mulailah dengan menegaskan niat sebelum membuka ponsel, agar setiap waktu senggang digunakan untuk hal bermanfaat, termasuk shalat tepat waktu, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari & Muslim dalam arbain nawawi). Gunakan fitur Do Not Disturb pada waktu salat dan atur alarm adzan yang muncul layar penuh sehingga tidak mudah diabaikan. Terapkan metode 2 menit, yaitu segera berdiri minimal dua menit saat azan berkumandang untuk memutus rantai penundaan, lalu lanjutkan hingga shalat tuntas. Bangun komunitas kecil seperti teman kos, rekan sekelas, atau kelompok belajar untuk salat berjamaah, sebab kebersamaan akan lebih menguatkan disiplin. Terakhir, perbaiki kebiasaan digital dengan membuat ritual pra-shalat: simpan ponsel 10 menit sebelum waktu shalat, baca satu ayat, lalu bersegera menunaikannya. Kebiasaan kecil ini akan mematahkan logika “sebentar scroll dulu” dan menumbuhkan rasa hormat kepada waktu yang Allah tetapkan.

Saudaraku, anggaplah ponselmu sebagai alat yang bisa menjadi wasilah menuju kebaikan atau menjadi tirani yang merampas waktumu. Ketika lantunan takbir terasa lebih asing daripada deru notifikasi, berhentilah. Ingatlah, ada Rabb-mu yang menunggumu di setiap waktu yang ditetapkan-Nya. Sedikit Tindakan dengan menyimpan ponsel lima menit sebelum adzan, bangkit saat adzan bisa mengembalikan rasa hormat kita pada waktu yang telah Allah tetapkan. Kembalikan kualitas shalat, niscaya hidup terasa lebih tertambat, lebih tenang, lebih bermakna.

Shalat bukan sekadar kewajiban formal tetapi ia adalah nafas iman. Dilema “Scroll dulu, salat nanti” muncul karena konflik antara godaan duniawi dan panggilan ruhani. Mulailah dari hal kecil: atur ponsel, kuatkan niat, praktikkan disiplin, dan bergandengan dengan teman seiman. Semoga kita bukan termasuk orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu dan kesehatan, melainkan termasuk orang yang memanfaatkannya untuk meraih ridha Ilahi.

Referensi:
1. Al-Qur’an, Surah Thā Hā ayat 14.

2. Al-Qur’an, Surah Al-Ma’un ayat 4–5.

3. Al-Qur’an , Surah Al-‘Ankabut ayar 45

4. HR. al-Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab ar-Riqaq, no. 6412.

5. Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, Jilid 1.

6. An-Nawawi, Al-Arba'in an-Nawawiyyah, Hadis ke-1.

7. Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, Jilid 1.

Abdullah Kafabih | Statistika

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image