Cinta, Komedi dan Pasar dalam Film Panggil Aku Ayah
Agama | 2025-08-18 23:12:25Film terbaru produksi Visinema Studios berjudul Panggil Aku Ayah telah diputar di layar bioskop. Disutradarai oleh Benni Setiawan, film ini mengusung genre drama komedi keluarga yang sarat dengan pesan moral. Produser Anggia Kharisma menegaskan bahwa kehadiran film ini menjadi kontribusi penting bagi tontonan keluarga Indonesia.
Menurutnya, kisah dalam film ini menghadirkan benang merah yang abadi, yaitu cinta yang tidak lekang oleh waktu termasuk cinta tanpa syarat yang tidak selalu lahir dari hubungan darah.
Deretan aktor dan aktris papan atas turut memperkuat film ini. Ringgo Agus Rahman memerankan karakter utama Dedi Kosasih, seorang penagih utang yang kehidupannya berubah drastis setelah bertemu dengan seorang anak kecil. Boris Bokir tampil sebagai sepupunya, Tatang Suratang, yang menjadi rekan sekaligus partner dalam pekerjaan mereka. Myesha Lin berperan sebagai Intan kecil, sementara versi dewasanya dimainkan oleh Tissa Biani. Aktris senior Sita Nursanti juga hadir memerankan Rossa, ibu dari Intan.
Kisah Panggil Aku Ayah bermula ketika Dedi dan Tatang hendak menagih utang kepada Rossa. Karena terdesak, Rossa menitipkan anaknya, Intan Gemilang yang berusia sekitar enam tahun, kepada kedua penagih utang itu. Awalnya, Intan hanya dijadikan jaminan agar ibunya segera melunasi hutang. Namun, kepergian Rossa yang panjang justru membuat Dedi dan Tatang terpaksa mengasuh anak kecil tersebut. Dari sinilah hubungan tak terduga antara mereka bertiga mulai tumbuh.
Pada awalnya, relasi itu penuh ketegangan. Intan merasa asing dan berulang kali berusaha kabur. Sementara itu, Dedi dan Tatang kebingungan karena tidak tahu keberadaan Rossa. Dalam satu peristiwa penting, Dedi berhasil menyelamatkan Intan dari ancaman seorang predator anak di jalanan. Sejak saat itu, ikatan emosional di antara mereka semakin kuat. Intan mulai merasa aman dan nyaman bersama Dedi yang perlahan menjalani peran sebagai ayah angkatnya.
Cerita berkembang semakin menyentuh ketika Dedi rela berkorban demi pendidikan Intan. Ia menjual mobilnya, mengantar Intan ke sekolah dengan sepeda motor, hingga mendukungnya menuntut ilmu sampai perguruan tinggi. Perjalanan ini memperlihatkan transformasi Dedi dari seorang debt collector keras kepala menjadi sosok ayah penuh kasih yang menempatkan masa depan Intan di atas kepentingan pribadinya.
Ketegangan emosional semakin memuncak ketika Intan akhirnya bertemu kembali dengan orang tuanya. Ibunya, Rossa, meninggal dunia setelah pertemuan singkat itu. Sementara ayah kandungnya gagal merebut kembali hati Intan, yang justru memilih tetap bersama Dedi sebagai ayah angkatnya. Namun, takdir pahit menimpa Dedi ketika ia mengalami kecelakaan saat hendak menjemput Intan. Kecelakaan itu membuatnya kehilangan ingatan, sebelum akhirnya pulih kembali menjelang pernikahan Intan.
Secara naratif, Panggil Aku Ayah menghadirkan kisah sederhana yang dikemas dengan sentuhan komedi dan drama haru biru. Film ini menyoroti kekuatan cinta tanpa syarat yang muncul dari ikatan emosional, bukan semata hubungan darah. Kehadiran adegan-adegan penuh kehangatan sekaligus tragedi menjadikannya sebagai tontonan keluarga yang menyentuh hati.
Di balik itu, film ini memang diadaptasi dari film Korea berjudul Pawn tahun 2020. Namun, Benni Setiawan berhasil menerjemahkannya ke dalam konteks sosial Indonesia. Salah satu hal yang mencuri perhatian adalah totalitas para pemain, termasuk Tissa Biani yang menampilkan emosi mendalam saat memerankan Intan dewasa. Kehadiran para aktor juga membawa nostalgia, seperti Sita Nursanti yang tampil jauh berbeda dari citra idealisnya di film Gie dua dekade silam. Keseluruhan film ini menghadirkan refleksi tentang makna keluarga, pengorbanan, dan cinta yang melampaui batas biologis.
Alhasil, film ini secara sadar membidik target pasar yang jelas dengan mengadaptasi cerita dari film Korea, yang memang telah memiliki reputasi kuat dalam membangun narasi emosional dan citra positif di kalangan remaja Indonesia. Langkah ini sekaligus memperlihatkan kelemahan industri film nasional dalam menciptakan kisah orisinal yang mampu menyaingi daya tarik narasi Korea. Namun demikian, totalitas para aktor berhasil menutup celah tersebut. Permainan peran yang meyakinkan membuat penonton larut dalam tawa maupun air mata, terhanyut oleh perpaduan kelucuan sekaligus drama haru yang disajikan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
