One Piece dan Fenomena Hilangnya Ruang Kritis
Agama | 2025-08-16 16:34:39
Pengibaran bendera one piece di berbagai wilayah, tak pelak meninggalkan senyum getir. Tren ini dengan cepat merambah ke seluruh pelosok tanah air. Tidak hanya di rumah, di jalan, menempel di dinding truk, hingga perahu nelayan Pantai Congot, Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terpasang bendera tersebut (Detik.com, 10-8-2025).
Kesadaran masyarakat terhadap ketidakadilan yang menjadikan mereka mengibarkan bendera Jolly Roger berwarna hitam, dengan lambang tengkorak bertopi jerami. Era digital telah mendorong masyarakat sepakat merasa senasib, atas kesempitan hidup yang mereka alami, seperti dunia one piece yang penuh tirani. Perlawanan Jolly Roger inilah yang akhirnya hadir di ruang publik dan dimaknai ulang sebagai bentuk ketidakpuasan, protes, atau kritik sosial.
Ada asa terhadap perubahan, yang selalunya disematkan pada pemimpin yang baru, di setiap putaran 5 tahunan. Namun harapan itu pun sirna seiring berjalannya waktu. Kembali masyarakat berkutat dengan kesempitan, berkelindan dengan kebijakan yang tak bijak. Tak dapat ke luar dari kehidupan yang serba sulit.
Lebih dari itu, masyarakat tak dapat melakukan perbaikan. Kritik terhadap penguasa, bisa jadi berujung jeruji, atau dikenakan sejumlah delik. Alhasil masyarakat enggan bersuara, menelan seluruh persoalan sendiri. Sementara itu, saluran penyampaian aspirasi rakyat pun, hilang. Akibatnya, seluruh permasalahan terus menggunung, tak mendapatkan jalan ke luarnya. Maka ketika muncul pemantik berupa bendera one piece, seketika itu pula masyarakat mendapat peluang bersuara.
Maka perlu ada upaya untuk menyadarkan masyarakat agar tidak berhenti hanya sebatas kesamaan rasa terhadap ketidakadilan. Emosi sesaat tentu akan mudah hilang jika tak dibarengi dengan pemahaman. Mereka juga harus menemukan akar persoalan agar dapat menuntaskan seluruh permasalahan. Tidak hanya sesaat, akan tetapi selamanya, bahkan mendapat keberkahan dari setiap jalan kehidupan yang ditempuh.
Keadilan Hakiki ada pada Islam
Penerapan sekularisme meniscayakan ketidakadilan. Dengan asas memisahkan agama dari kehidupan, manusia berbuat semaunya. Akibatnya terjadi friksi satu sama lain, sebab masing-masing memiliki kepentingan sendiri yang ingin dimenangkan. Akibatnya ada pihak yang kalah dan terlibas haknya.
Perlu tolok ukur yang benar agar keadilan dapat ditegakkan, dan kemaslahatan dirasakan setiap individu, yakni dengan menyandarkan seluruh aktivitas hanya pada Allah semata. Hal ini hanya akan tercapai melalui penerapan aturan Allah secara menyeluruh. Penerapan Islam secara kafah inilah yang akan melahirkan rahmat bagi semesta alam.
Kepemimpinan dalam Islam bersifat sebagai perisai (junnah) dan pengelola (ra'in) yang menegakkan syariat. Para pemimpin dibaiat untuk menjalankan aturan Allah. Ketika terjadi pelanggaran hukum syara', masyarakat dapat melakukan muhasabah melalui majelis umat, sehingga kemungkaran tidak terjadi berlarut-larut. Pun dapat segera ditanggulangi, sehingga kerusakan tidak menyebar.
Islam juga memiliki mekanisme penjagaan lainnya, yakni kepolisian (asy-syurthah) dan para petugas kehakiman (al-qadhi) yang akan segera menindaklanjuti saat terjadi keresahan di tengah masyarakat, memperbaiki, dan memastikan hukum Allah SWT tetap tegak.
Sejalan dengan itu, para penguasa pun siap menerima masukan. Mereka tidak anti kritik. Di saat-saat tertentu, Khalifah akan bertemu untuk membahas persoalan umat dan meminta pertanggungjawaban atas kinerja para penguasa. Sebaliknya Khalifah pun mendengarkan suara dari majelis umat, yang merepresentasikan masyarakat, sehingga seluruh permasalahan segera dapat ditangani.
Kebutuhan pokok rakyat dipenuhi, kesulitan mereka diberikan solusi. Seluruhnya berjalan sebagaimana tanggung jawab kepemimpinan yang diberikan oleh Allah. Allahumma ahyanaa bil Islam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
