Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Berharap Indonesia Emas, yang Ada Indonesia Cemas

Politik | 2025-08-14 22:11:06

Jika kita bicara generasi muda, maka yang terbayang adalah remaja usia muda, dengan badan tegap, pikiran fresh dan rasa ingin tahunya tinggi. Tak takut risiko, melek teknologi dan pembelajar sejati.

Namun gambaran itu pudar ketika berita kriminal dengan remaja sebagai pelakunya bergiliran tayang di sosial media. Sebuah video berdurasi 19 detik viral di media sosial menampilkan aksi kekerasan terhadap seorang pelajar berseragam Pramuka di SMK Negeri 2 Pangkep, Sulawesi Selatan.

Mirisnya, pemukulan itu disaksikan sejumlah siswa lain yang justru merekam kejadian dengan ponsel mereka. Kasat Reskrim Polres Pangkep AKP Muhammad Saleh menyebut peristiwa itu terjadi dipicu senggolan bahu di dalam sekolah (beritasatu.com, 4-8-2025). Karena pelaku masih di bawah umur, maka dijerat Pasal 80 ayat (1) juncto Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang mengatur larangan kekerasan terhadap anak.

Kemudian di Serpong, Kapolsek Serpong, AKP Suhardono, menerima laporan masyarakat para pelajar berkumpul di dekat makam kawasan Cilenggang (KOMPAS.com, 9-8-2025). Sebanyak 54 pelajar diamankan polisi beserta sejumlah barang bukti berupa enam cerulit, satu bom molotov, dan 25 sepeda motor. Para remaja mengaku hendak melakukan tawuran di wilayah Kedaung.

Dan masih banyak yang lain, seperti pelajar begal sopir truk di Penjaringan, pelajar aniaya lansia, pelajar tusuk pelajar gara-gara terbakar cemburu di Bandung, siswa SD tusuk siswa MTs, pelajar SD hamil karena berhubungan seks dengan teman sebaya dan lainnya. Dimana kita bisa mendapati suksesnya pendidikan karakter yang digaungkan bersama kurikulum merdeka? Di mana kita bisa dapati karakter pemuda Pancasila yang diklaim sebagai dasar pendidikan anak bangsa?

Semua hanya berhenti di teori, sangat sulit untuk diwujudkan seberapa pun kerasnya usaha. Sepanjang sistem yang melingkupi kehidupan berkeluarga, bermasyarakat hingga bernegara asasnya sekuler keadaannya akan tetap sama. Generasi yang terlahir akan semakin rusak, tak hanya terjerat narkoba, tawuran namun hingga tak berat melakukan tindak kekerasan seperti pembegalan.

Asas sekuler juga mendasari sistem hari ini yaitu Kapitalisme. Makna kebahagiaan dalam sistem ini adalah sebanyak mungkin mendapatkan keuntungan materi atas segala perilaku. Artinya sistem ini mengedepankan kebebasan individu karena memang aturan Ilahi ditiadakan. Dengan alasan hak asasi, Tuhan pun tak diperkenankan membuat aturan.

Dengan fakta di atas, tak bisa dielakkan jika generasi bertumbuh lemah dalam mengendalikan dirinya ketika menghadapi persoalan termasuk kecemasan dan ketakutan. Sistem pendidikan jelas gagal membentuk kepribadian generasi yang memiliki kepribadian Islam. Jelas-jelas kurikulum hari ini lebih fokus pada besarnya peluang anak didik di terima di dunia kerja saja. Tanpa mempedulikan, terpeliharanya akal dan kehormatan sebagai makhluk sempurna ciptaan Allah.

Bahkan saking bodohnya mereka terhadap agamanya sendiri, tak lagi mengenali jati diri mereka sebagai generasi pembebas yang kuat, mandiri, meninggikan kalimat Allah dan tentu bertakwa. Sistem Kapitalisme memang tak menyediakan ruang lingkup sosial yang support proses pembentukan kepribadian generasi cemerlang, dan ini memang mencemaskan. Generasi hari ini cenderung bebas tanpa batas, ditambah dengan media yang bebas tanpa kontrol.

Tidak adanya lingkungan sosial yang suportif ketika proses membentuk kepribadian generasi terjadi. Media hari ini pun bebas kontrol dan memuat berbagai pemikiran yang merusak generasi.

Islam Wujudkan Generasi Cemerlang Dunia Akhirat

Berbagai persoalan generasi membutuhkan sistem yang mampu memberikan solusi komprehensif, yakni penerapan sistem Islam di bawah pengaturan Daulah Khilafah. Islam akan menjadikan negara sebagai penanggung jawab segala urusan umat, termasuk membentuk kepribadian mulia generasi.

Allah SWT.berfirman yang artinya, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (TQS An-Nisa:9).

Dan perintah inilah yang menjadi landasan wajibnya negara menjamin setiap keluarga mampu memberikan nafkah dan pendidikan yang baik bagi keturunan maupun orang-orang yang ada dibawah pengasuhannya. Negara memenuhi kebutuhan pokok publiknya seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Rakyat bisa mengakses dengan mudah, murah bahkan gratis. Dan semuanya dalam kualitas terbaik.

Sedangkan pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada penanaman nilai akademis, tapi juga membentuk kepribadian Islam pada generasi. Dari sini, masyarakat pun akan memahami Islam dan mensuasanakan generasi dalam ketaatan. Akidah Islam menjadi landasan penyusunan kurikulum, baik bagi sekolah negeri maupun swasta.

Terkait media, maka negara akan menjadikannya sebagai sarana edukasi dan dakwah agar Islam se makin tersebar ke seluruh penjuru dunia. Tentunya ini butuh kecanggihan teknologi dan kemandirian akses internet. Para ahli akan dikumpulkan oleh negara dan diminta memberi sumbangan agar maslahat umat semakin di dapat.

Dari sisi hukum dan peradilan, syariat sudah cukup jelas menjadikan pembeda anak atau dewasa adalah usia baligh. Qadi (hakim) akan memastikan pelaku sesuai dengan dua kriteria itu saja. Sehingga akan menutup celah kriminal dengan pelaku anak yang karenanya tidak bisa diberikan hukuman sebagaimana orang dewasa. Batasan ini sangat krusial, sebab dalam Islam usia baligh sudah wajib dikenai taklif (beban hukum) sehingga dia bisa lebih bertanggungjawab atas semua tindakannya, kelak di akhirat Allah akan meminta pertanggungjawab setiap orang atas apa yang dilakukannya di dunia. Wallahualam bishowab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image