Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Slamet Samsoerizal

Jangan Salah, Protein Berlebih Malah Bisa Berbalik Begini

Gaya Hidup | 2025-08-13 07:55:41
Anda dapat memperoleh protein yang cukup setiap hari dari sumber nabati dan hewani, tapi jangan berlebihan (Sumber: verywellmind.com/ssdarindo).

Protein sering dianggap sebagai pahlawan makronutrien. Vital untuk otot, energi, dan kesehatan tubuh secara umum. Namun, tren konsumsi protein yang terus meningkat belakangan ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah kita benar-benar membutuhkannya sebanyak itu?

Jawabannya, seperti kebanyakan hal dalam nutrisi, adalah seimbang—terlalu sedikit merugikan, terlalu banyak pun bisa menimbulkan bahaya.

Mengutip dari gulfnews.com, penelitian terbaru menunjukkan bahwa saat seseorang mengonsumsi lebih dari 22 % kalori harian dari protein, tubuh bisa memicu aktivasi sel imun yang mendorong pembentukan plak atherosclerosis: pembuluh darah mengeras, terutama akibat dampak dari asam amino seperti leucine. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit jantung, khususnya jika protein berasal dari sumber hewani yang kaya lemak jenuh dan kolesterol.

Terlebih lagi, sejumlah temuan epidemiologis dalam studi besar memaparkan korelasi langsung antara konsumsi protein hewani tinggi dengan peningkatan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular, sementara protein nabati justru menunjukkan efek protektif.

Bagi tubuh, mengolah protein berlebihan juga menimbulkan beban ekstra pada ginjal, yang harus menyaring produk sisa seperti urea dan amonia. Jika terus-menerus dilakukan, ini bisa mempercepat gangguan fungsi ginjal, terutama bagi mereka yang sudah memiliki kondisi mendasar seperti hipertensi atau diabetes.

Cleveland Clinic menyarankan agar Anda tidak hanya fokus pada jumlah, tapi juga porsi ideal per kali makan—sekitar 15–30 gram per sajian, karena lebih dari 40 gram sekaligus tidak memberikan manfaat tambahan dan justru boros. Sebuah riset bahkan menunjukkan bahwa konsumsi antara 60–90 gram protein per hari cukup untuk kebanyakan orang dewasa, tanpa perlu mengorbankan keseimbangan nutrisi.

Dari perspektif mental, protein juga penting untuk produksi neurotransmitter seperti serotonin, yang memengaruhi mood dan kualitas tidur. Namun, diet protein yang tidak seimbang—terlalu banyak hewani dan minim karbohidrat—bisa berujung pada gangguan mood atau bahkan depresi.

Ahli nutrisi juga memperingatkan agar tidak menelan semua protein sekaligus di pagi hari atau hanya di waktu tertentu saja. Distribusi sepanjang hari—misalnya 20–30 gram per makan dan 10–20 gram untuk camilan—meningkatkan efisiensi penyerapan dan mendukung sintesis otot lebih baik.

Tren masyarakat modern, terutama generasi Z, menunjukkan peningkatan obsesif terhadap protein, sering terinspirasi oleh tantangan konsumsi “100 g protein per hari”—sebuah angka yang melebihi kebutuhan banyak orang. Media sosial juga ikut menyebarkan konsumsi suplemen protein, yang kerap tidak diawasi, kurang teruji, dan berisiko mengandung kontaminan .

Lebih mengkhawatirkan, pakar jantung menyebut bahwa meski diet tinggi protein kadang tampak sehat, jika berlebihan—apalagi dari daging merah atau suplemen—bisa menimbulkan inflamasi, kelebihan beban ginjal, dan potensi gangguan jantung. Penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan dalam pola makan, termasuk memilih pendekatan diet seperti pola Mediterranean atau Blue Zones yang lebih seimbang .

Protein memang sangat penting untuk pembentukan otot, metabolisme, kekebalan, dan bahkan kesehatan mental. Namun, tren konsumsi berlebihan tanpa memperhatikan sumber atau distribusi dapat menimbulkan konsekuensi serius: dari risiko jantung dan ginjal, hingga gangguan mood dan dehidrasi.

Kunci kesehatan terletak pada pendekatan seimbang: konsumsi sekitar 0,8 g per kg berat badan (lebih untuk kebutuhan khusus seperti atlet atau lansia), dibagi dalam porsi wajar sepanjang hari, berfokus pada sumber nabati dan hewani yang berkualitas, serta waspada pada tanda-tanda tubuh yang memerlukan penyesuaian. ***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image