Solidaritas Politik yang Hampa di Tengah Bencana Kelaparan Gaza
Agama | 2025-08-12 21:28:02
Di tengah bencana kelaparan parah yang menurut laporan telah merenggut nyawa ribuan anak di Gaza, krisis kemanusiaan di wilayah tersebut semakin dalam. Situasi ini diperburuk oleh tindakan Israel yang dilaporkan oleh PBB telah menghancurkan lebih dari 1.000 truk bantuan dan memblokade 71% wilayah Gaza bagi warga Palestina. Pada saat yang sama, seorang Menteri Warisan Budaya Israel, Amichai Eliyahu, yang secara terbuka menyatakan ketidakpedulian terhadap bencana kelaparan yang melanda warga sipil di Gaza. Lebih jauh lagi, ia menyerukan agar seluruh wilayah itu "dibuat menjadi Yahudi". Kondisi tragis ini telah memicu desakan dari puluhan mantan diplomat Uni Eropa untuk adanya tindakan tegas.
Sayangnya, seruan untuk tindakan tegas seperti yang disuarakan para diplomat Eropa tersebut seringkali menjadi bagian dari siklus yang berulang tanpa hasil nyata. Selama bertahun-tahun, berbagai desakan, kecaman, bahkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap kebijakan Israel kerap berakhir sebatas ucapan tanpa adanya sanksi atau langkah konkret yang memaksa perubahan. Ironisnya, kekosongan tindakan ini juga tercermin dalam sikap banyak pemimpin negara berpenduduk mayoritas Muslim. Alih-alih menunjukkan solidaritas yang kuat dan terorganisir, respons mereka sering kali hanya sebatas kecaman normatif atau bahkan diam, diduga karena terikat oleh kepentingan politik dan ekonomi masing-masing. Akibatnya, rakyat Palestina seakan dibiarkan menghadapi tragedi ini seorang diri, karena dukungan dari saudara seiman pun tak kunjung mewujud dalam aksi nyata.
Bertentangan dengan diamnya para pemimpin, kesadaran dan solidaritas di tingkat masyarakat global justru begitu tajam. Aksi-aksi kemanusiaan yang masif, demonstrasi yang memenuhi jalanan di kota-kota besar dunia, hingga gerakan boikot yang menargetkan perusahaan terafiliasi dengan Israel menunjukkan bahwa suara masyakarat global berada di pihak Palestina. Sayangnya, gerakan-gerakan tersebut tidak cukup untuk menghentikan peperangan. Tanpa adanya kemauan politik yang berani dari mereka yang memegang kekuasaan, solidaritas warga dunia hanya akan menjadi suara di tengah deru krisis yang tak kunjung usai.
Padahal semestinya kelaparan di Gaza menjadi tanggung jawab umat islam sebagai saudara seiman. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, yang tidak akan menzalimi atau membiarkannya disakiti (HR Bukhari No. 2262). Namun, pemenuhan tanggung jawab ini mustahil terwujud jika umat tidak bersatu di bawah naungan sebuah kepemimpinan politik yang solid. Aksi-aksi kemanusiaan dan pembelaan yang ada saat ini, meskipun berharga, terbukti belum cukup efektif untuk menghentikan penindasan yang sistematis. Oleh karena itu, diperlukan solusi fundamental yang Islam tawarkan, yaitu melalui peran institusi negara islam yang memimpin umat. Dalam kerangka inilah, upaya pembebasan Palestina melalui jihad dipandang sebagai kewajiban negara, yang memiliki otoritas dan kapasitas untuk memimpin secara terorganisir, bukan sebagai tindakan yang bisa dilakukan oleh individu atau kelompok secara terpisah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
