Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Tsabitah Nurbayah

IKN Bebas Orang Miskin dengan Pertanian?

Agama | 2025-08-07 22:46:59
sumber Kompas.com

IKN Bebas Orang Miskin dengan Pertanian?

Nurbayah ummu Tsabitah, A.Md

(Pemerhati sosial dan generasi)

Pemerintah terus menggencarkan narasi optimisme seputar pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), termasuk target ambisius “IKN tanpa orang miskin tahun 2035”. Salah satu pendekatan yang saat ini tengah digodok oleh Otorita IKN adalah sektor pertanian. Direktur Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Conrita Ermanto, menyebutkan bahwa program percontohan berbasis integrated farming akan diluncurkan sebagai strategi pemberdayaan masyarakat prasejahtera. Pendekatannya meliputi smart farming, urban farming, dan agroforestry.

Namun, mungkinkah strategi ini benar-benar mengantarkan pada nol kemiskinan? Apakah cukup dengan pendekatan teknokratis dan proyek demplot untuk mencabut akar kemiskinan di tanah Kalimantan yang faktanya, menurut data BPS tahun 2024, justru termasuk dalam kategori kemiskinan ekstrem yang meningkat?

Realita di Lapangan: Proyek Besar, Kemiskinan Meningkat

IKN dibangun dengan sumber pembiayaan yang sangat bergantung pada swasta dan investasi asing. Ini menunjukkan lemahnya kemandirian dalam pembangunan proyek strategis nasional. Sementara itu, masyarakat lokal menghadapi berbagai persoalan klasik seperti keterbatasan lahan, rendahnya minat generasi muda pada pertanian, serta lemahnya akses terhadap teknologi dan modal usaha. Di sisi lain, kekayaan alam Kalimantan Timur seperti tambang batu bara dan sumber daya energi lainnya justru lebih banyak dieksploitasi oleh korporasi besar, termasuk asing.

Dari sini kita bisa melihat bahwa kemiskinan tidak hanya soal akses lahan atau keterampilan bertani, tapi juga erat kaitannya dengan sistem pengelolaan kekayaan dan kebijakan ekonomi negara. Program integrated farming tentu baik sebagai solusi teknis, namun tidak akan menyentuh akar masalah selama sistem ekonomi kapitalisme-sekuler tetap mendominasi.

Kemiskinan bukan sekadar persoalan ekonomi. Ia adalah masalah kemanusiaan yang menyentuh harga diri, keberlangsungan hidup, dan keadilan. Dalam sistem kapitalisme sekuler yang hari ini mendominasi dunia, kemiskinan justru terus meningkat meskipun angka pertumbuhan ekonomi terus digembar-gemborkan. Hal ini membuktikan bahwa masalah kemiskinan tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan parsial atau proyek-program sementara.

Berbeda dengan pandangan sistem sekarang, Islam memandang kemiskinan sebagai tanggung jawab negara. Negara Islam, yang dipimpin oleh seorang khalifah, memiliki kewajiban langsung untuk memastikan bahwa setiap individu rakyatnya dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik secara individu maupun komunal.

Islam Memiliki Sistem Pengaturan Kekayaan

Islam memiliki sistem yang khas dalam dalam kitab nidzomul iqtishodi karangan syaikh taqiyyudin annabhani bahwa pengelolaan harta dan kepemilikan. Terdapat tiga jenis kepemilikan dalam Islam: pertama Kepemilikan individu, yaitu harta yang didapat dari usaha pribadi yang halal, seperti berdagang, bertani, bekerja, atau warisan. Kedua Kepemilikan umum, yaitu kekayaan alam seperti tambang, hutan, dan laut, yang pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan masyarakat.ketiga Kepemilikan negara, yaitu harta yang didapat dari pos-pos tertentu seperti fai’, jizyah, dan kharaj yang digunakan untuk membiayai layanan umum seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Dengan sistem ini, Islam mencegah kekayaan hanya berputar di kalangan tertentu, dan sebaliknya menjamin distribusi kekayaan yang adil. Keteladanan Rasulullah SAW dalam Menangani Kemiskinan

Rasulullah SAW bukan hanya pemimpin spiritual, tetapi juga kepala negara yang bertanggung jawab atas kehidupan rakyatnya. Dalam sejarah, Rasulullah ﷺ menangani kemiskinan bukan dengan retorika, tapi dengan tindakan nyata.

Suatu ketika, seorang sahabat datang dalam kondisi sangat miskin. Rasulullah tidak langsung memberinya uang, melainkan meminta sahabat itu menjual sebagian barangnya lalu membeli alat kerja—yakni kapak—dan mendorongnya untuk bekerja mencari kayu bakar. Dari hasil jerih payah itu, sahabat tersebut akhirnya bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. (HR. Abu Dawud)

Dari sini terlihat bahwa Rasulullah tidak mendidik umatnya menjadi peminta-minta, tetapi justru memberdayakan mereka dengan cara yang mulia dan produktif. Selain itu, Rasulullah SAW juga mendirikan Baitul Mal, sebuah institusi keuangan negara yang mengelola zakat, sedekah, dan harta lainnya, yang hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin dan kepentingan umum.

Khalifah dan Keberhasilan Menghapus Kemiskinan

Setelah Rasulullah wafat, para khalifah melanjutkan teladan beliau dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan.

1. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq

Beliau sangat cepat dalam menyalurkan zakat dan tidak pernah menunda pembagian harta yang menjadi hak rakyat. Dalam kepemimpinannya, penyaluran harta dilakukan dengan prinsip tanggung jawab moral dan ketakwaan.

2. Khalifah Umar bin Khattab

Di masanya, lembaga pencatatan rakyat dibentuk. Negara mencatat siapa saja yang membutuhkan bantuan, dan pemberian tunjangan dilakukan secara rutin, termasuk untuk anak-anak yatim, janda, dan lansia. Umar bahkan mengatakan, jika ada seekor keledai yang mati kelaparan di Irak, maka ia merasa akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT

3. Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Beliau memimpin hanya dalam waktu sekitar dua tahun lebih, tetapi berhasil mewujudkan masyarakat yang sangat sejahtera. Pada masa pemerintahannya, tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat, karena semua kebutuhan rakyat telah terpenuhi. Ini menunjukkan betapa seriusnya Islam dalam menangani kemiskinan secara menyeluruh.

Penutup: Islam Solusi Sistemik, Bukan Tambal Sulam

Keteladanan Rasulullah ﷺ dan para khalifah menunjukkan bahwa pengentasan kemiskinan dalam Islam bukan proyek karitatif semata, tetapi sistem negara yang utuh dan menyeluruh. Negara Islam tidak membiarkan rakyat kelaparan, tidak sekadar mendorong UMKM atau urban farming, tapi mengatur kepemilikan dan distribusi kekayaan dengan hukum syariah.

Dengan tegaknya sistem Islam, maka kekayaan alam yang selama ini dikuasai asing dapat dikembalikan kepada rakyat, dan negara dapat membangun kemandirian ekonomi tanpa bergantung pada utang dan investor luar negeri.

Inilah cara Islam menuntaskan kemiskinan—bukan dengan janji, tetapi dengan sistem. Maka saat kita bicara tentang kemiskinan dan IKN tanpa orang miskin, mari kita belajar dari sejarah—bukan pada teori kapitalisme, tapi pada penerapan Islam yang telah terbukti.

Dalam Islam, pengelolaan kekayaan alam seperti tambang, hutan, dan lahan besar adalah milik umum (milkiyyah ‘ammah) yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau swasta. Hasil pengelolaannya dikembalikan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.

Pertanian dalam Islam: Bukan Sekadar Lahan, Tapi Pilar Ketahanan Negara Islam juga menaruh perhatian besar pada pertanian. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Abu Dawud)

Dalam negara Islam, tanah pertanian tidak boleh dibiarkan terlantar. Negara akan mendistribusikan lahan kepada siapa saja yang mampu mengelolanya. Bila dibiarkan tidak digarap selama tiga tahun berturut-turut, maka akan dicabut dan diberikan kepada yang mampu mengelolanya. Negara juga menyediakan berbagai sarana pertanian, mulai dari irigasi, benih, pupuk, hingga akses pasar. Dengan ini, pertanian bukan hanya menjadi ladang pemberdayaan, tapi tulang punggung kedaulatan pangan dan penghapus kemiskinan.

Kesimpulan: Optimisme Sejati Hanya dengan Islam

Mewujudkan IKN tanpa orang miskin melalui sektor pertanian adalah tujuan yang mulia. Namun, mustahil tercapai selama sistem yang digunakan masih kapitalistik dan bergantung pada asing. Alih-alih memberdayakan rakyat, sistem ini justru melanggengkan ketimpangan.

Hanya dengan Islam sebagai sistem kehidupan, termasuk dalam aspek pertanian, distribusi kekayaan, dan pengelolaan sumber daya alam, maka kemiskinan bisa dihapuskan secara nyata dan bermartabat. Inilah optimisme sejati—bukan sekadar janji tahun 2035—melainkan solusi yang terbukti dalam sejarah dan berasal dari wahyu Ilahi. Wallahu A’lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image