Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muliadi Saleh

Bassang, Semangkuk Kenangan dan Rindu yang Mengapung dari Dapur Bugis-Makassar

Kuliner | 2025-08-05 09:44:47
Muliadi Saleh

 Oleh Muliadi Saleh 

Di banyak kampung Bugis-Makassar, ada aroma yang seakan memanggil pulang masa kecil—harum jagung pulut rebus yang berpadu dengan gurih santan, manis gula, dan sedikit sentuhan garam. Kudapan tradisional yang lahir dari kehangatan dapur, dari tangan-tangan ibu yang sabar mengaduk panci, dan dari kearifan lokal yang mengajarkan bahwa kelezatan bisa lahir dari kesederhanaan.Itulah Bassang.

Bassang bukan sekadar bubur jagung biasa. Ia adalah kisah tentang tanah subur Sulawesi Selatan yang menumbuhkan jagung pulut berbiji gemuk, tentang kelapa yang diparut lalu diperas menjadi santan kental, dan tentang gula yang meneteskan manis di lidah. Dalam setiap sendoknya, ada cerita tentang keluarga yang berkumpul, tentang pagi yang riuh di pasar, dan tentang aroma yang menembus pintu rumah kayu.

Sejarah dan Asal-usul

Meski tak tercatat secara resmi dalam buku sejarah kuliner, Bassang diyakini sudah ada sejak berabad-abad lalu, menjadi makanan rakyat Bugis-Makassar yang murah, mengenyangkan, dan penuh gizi. Jagung pulut (sering disebut jagung ketan) memang menjadi bahan pangan penting setelah padi, terutama di wilayah pedesaan. Pada masa lalu, Bassang kerap disajikan sebagai sarapan bagi petani sebelum turun ke sawah, atau bekal pengganjal lapar bagi pelaut sebelum menantang ombak.

Di Makassar tempo dulu, Bassang mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional. Penjualnya biasanya membawa panci besar berisi Bassang hangat, dijajakan bersama gorengan atau kue-kue basah. Pembeli akan disuguhi semangkuk Bassang yang masih mengepulkan uap, kadang diberi taburan kelapa parut atau biji wijen sangrai untuk menambah aroma.

Filosofi dalam Semangkuk Bassang

Bagi orang Bugis-Makassar, makanan bukan sekadar pemenuh perut, tetapi juga cerminan nilai hidup. Bassang adalah simbol kesederhanaan yang tulus, di mana bahan-bahannya mudah didapat namun mampu mengikat rasa kebersamaan. Ketika Bassang dimasak, seluruh rumah akan dipenuhi aromanya—seolah mengundang setiap anggota keluarga untuk berkumpul.

Dalam budaya Bugis-Makassar, kebersamaan di meja makan adalah wujud sipakatau (saling memanusiakan), sipakainge (saling mengingatkan), dan sipakalebbi (saling memuliakan). Bassang menjadi bagian dari itu, hadir di tengah percakapan hangat, canda, dan doa.

Bassang di Era Modern

Meski banyak jajanan baru bermunculan, Bassang masih bertahan di hati penikmat kuliner tradisional. Di Makassar, Bassang bisa ditemui di beberapa kedai sarapan, pasar tradisional, dijajakan keliling, hingga festival kuliner. Bahkan, beberapa kafe mulai berkreasi menyajikan Bassang dalam wadah modern, menambahkan topping seperti keju, cokelat, atau krim kelapa. Namun, rasa aslinya tetap tak tergantikan—manis lembut yang membawa pulang kenangan.

Menjaga Warisan Rasa

Bassang adalah salah satu dari sekian banyak kuliner Bugis-Makassar yang patut dilestarikan. Dalam setiap suapannya, tersimpan identitas budaya, kearifan pangan lokal, dan filosofi hidup. Menghidangkannya hari ini berarti meneruskan cerita masa lalu ke generasi mendatang. Sebab, di dunia yang semakin sibuk, kita membutuhkan pengingat bahwa kehangatan hidup sering kali datang dari hal sederhana—seperti semangkuk Bassang hangat di meja keluarga.

Nilai Gizi

Bassang adalah kombinasi karbohidrat, lemak sehat, dan mineral. Jagung pulut mengandung serat pangan, vitamin B, serta antioksidan alami. Santan memberikan lemak nabati yang membantu penyerapan vitamin, sementara gula menambah energi instan. Secangkir Bassang hangat (sekitar 200 ml) mengandung:

• Kalori: ± 180–200 kkal

• Karbohidrat: 30–35 gram

• Lemak: 4–6 gram

• Protein: 3–4 gram

• Serat: 2–3 gram

Dengan komposisi ini, Bassang cocok sebagai makanan pagi atau kudapan sore yang mengenyangkan tanpa membuat cepat lapar.

Resep Tradisional Bassang Bugis-Makassar

Bahan-bahan:

• 250 gram jagung pulut (jagung ketan), pipil

• 800 ml air

• 200 ml santan kental

• 100 gram gula pasir (bisa diganti gula merah untuk rasa lebih pekat)

• ½ sendok teh garam

Cara Membuat:

• Cuci bersih jagung pulut, lalu rebus dengan air hingga butirannya mulai mekar dan empuk (± 45 menit).

• Masukkan gula dan garam, aduk perlahan hingga larut.

• Tuangkan santan kental, kecilkan api, dan aduk terus agar santan tidak pecah.

• Masak hingga kuah mengental dan jagung benar-benar lembut.

• Sajikan hangat dalam mangkuk, bisa ditambahkan kelapa parut atau biji wijen sangrai sebagai pelengkap.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image