Cengkraman Kemiskinan dalam Kapitalisme, Islam Wujudkan Kesejahteraan
Agama | 2025-08-01 13:54:47
Oleh: Inda Gayatri
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang, turun 0,1 persen poin terhadap September 2024. Padahal, gelombang PHK terjadi dimana-mana. Laporan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan Indonesia telah menghadapi gelombang besar PHK dengan jumlah pekerja yang terdampak mencapai sekitar 60.000 orang pada dua bulan pertama tahun ini. Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat 26.455 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 20 Mei 2025. Data ini terus bertambah. Namun, pemerintah tetap menyatakan kemiskinan berkurang. Kok bisa?
Cengkraman Kemiskinan
Pemerintah mengubah standar kemiskinan per Maret 2025 menjadi Rp609.160 per kapita per bulan, atau sekitar Rp20.305 per hari. Mau dapat apa jika satu hari cuma ada Rp 20.000an. Harga beras kian melambung tinggi, protein makin mahal, belum lagi harus menyisihkan untuk sewa kontrakan, pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Banyak ibu yang merasa setiap hari bagai lari maraton. Mereka bekerja, mengasuh anak, nabung, jualan, membantu suami dan lain-lain. Tapi, seolah tak pernah sampai pada hidup sejahtera, atau paling tidak, cukup.
Hidup kita terus digiring ke capek.
Bukan karena kita malas, tapi karena sistemnya membuat kita sibuk bertahan, bukan berkembang.
Dikasih harga mahal, disuruh pasrah. Disuruh bayar ini-itu, tapi pelayanan tidak layak. Kita disuruh kuat, tapi dikasih beban terus menerus tanpa sistem pendukung yang menguatkan kita.
Yang rusak bukan kita, tapi aturan mainnya.
Kita sedang hidup dalam sistem yang tidak dirancang untuk menyejahterakan rakyat biasa. Standar kemiskinan pun diotak atik sedemikian rupa agar bisa turun.
Inilah statistik untuk menunjukkan kemajuan semu. Sistem Kapitalisme ini lebih peduli pada citra ekonomi daripada kondisi penderitaan rakyat.
Kemiskinan Sistemik
Kemiskinan sistemik itu nyata. Bukan sekedar karena “malas” atau “kurang usaha”, tapi karena ada desain kekuasaan yang sengaja membuat rakyat tetap lemah.
Kenapa rakyat sengaja dimiskinkan?
Pertama, agar tetap bergantung pada penguasaan. Kalau rakyat lapar dan hidup dari bantuan, mereka akan terus patuh — meski disuruh diam, tunduk, bahkan memuja penindas. "Jangan protes nanti bansos dicabut."
Kedua, supaya tidak sempat melawan.
Orang yang sibuk mencari makan tidak sempat memikirkan soal kebijakan, korupsi, apalagi makar. Kritik? Demo? Pendidikan? Sempat ada, kalau anak dan keluarga di rumah belum makan.
Ketiga, membuat ilusi 'Rakyat Tidak Layak Memimpin'. Dengan membiarkan rakyat terus berada dalam kemiskinan dan kemiskinan, mereka menciptakan kesan bahwa rakyat harus terus “diselamatkan” oleh elit.
Keempat, memfokuskan arah perjuangan umat. Umat yang seharusnya menegakkan keadilan dan syariat, malah disibukkan dengan utang, harga bahan pokok, dan gaya hidup serba konsumtif. Lambat laun kehilangan ghirah perjuangan.
Mau ganti presiden, ganti partai, ganti slogan tapi kalau sistemnya masih jauh dari hukum Allah, tetap saja rakyat korban jadi.
Kita suka bilang 'ya udah lah, terima nasib aja'. Padahal Islam mengajarkan kita untuk mengubah nasib dengan ilmu, dakwah, dan perjuangan.Bukan pasrah pada sistem yang rusak.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu umat sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Islam Menyejahterakan
Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh atas kebutuhan dasar rakyat. Baik itu kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan—tanpa syarat pasar. Dari mana dananya? Allah menganugerahkan sumber daya alam yang melimpah di negeri-negeri muslim. Islam mewajibkan sumber daya alam yang dikelola negara untuk kemaslahatan umat, bukan dikomersialkan.
Islam tidak mengukur kemiskinan dari angka PPP buatan lembaga internasional, melainkan dari tidak terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu secara layak. Karena landasan iman akan membuat pencitraan masyarakat tidak ada posisinya dibandingkan pandangan Allah swt.
Dengan memenuhi kebutuhan negara ini, maka rakyat akan fokus untuk beribadah dengan amanahnya masing-masing. Pelajar akan fokus belajar bukan mencari uang untuk dana pendidikannya. Ibu akan fokus mendidik anak-anaknya dan menjadi manajer di rumahnya. Suami akan fokus mencari nafkah yang halal. Juga kewajiban dakwah juga ibadah lainnya.
Tentunya dengan Islam, Allah akan turunkan berkah dari langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah swt, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al A'raf : 96)
Saatnya kita kembali membenahi diri, membenahi iman dalam hati untuk kembali pada Allah. Kembali pada aturannya secara sempurna.
Wallahu'alam bish shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
