Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Pentahelix Kemendukbangga dan PTPN, Dapatkan Atasi Stunting?

Politik | 2025-07-25 12:27:51

Oleh Ana Ummu Rayfa

Aktivis Muslimah

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji mengapresiasi turunnya angka prevalensi stunting Jawa Barat. Prevalensi stunting Jabar yang turun sebesar 5,8 persen ini berhasil menurunkan prevalensi nasional dari 21,5 persen menjadi 19,8 persen. Untuk kali pertama dalam sejarah prevalensi stunting Indonesia berada di bawah 20 persen. Saat peluncuran Gerakan Sehat dan Atasi Stunting (Sehati) di Desa Sukamanah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, Selasa (17/6/2025), Wihaji mengatakan jika stunting di Jabar turun, otomatis akan berpengaruh terhadap prevalensi stunting se-Indonesia. Menurut menteri jumlah penduduk yang paling banyak di Indonesia Jawa Barat. Hampir 50 juta lebih warganya. Dari 284 juta penduduk Indonesia, paling banyak Jawa Barat. Kedatangan Wihaji ke Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung dalam rangka peluncuran Gerakan Sehati untuk mendukung Genting melalui kolaborasi dengan PT Perkebunan Nusantara 1 (PTPN 1). Melalui gerakan ini, PTPN 1 akan menjadi orang tua asuh bagi 200 keluarga berisiko stunting (KRS) di sekitar perkebunan Pangalengan. Gerakan Sehati lahir untuk mendukung program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) yang menjadi salah satu quick wins Kemendukbangga/ BKKBN.

Untuk mengatasi masalah stunting, pemerintah menginisiasi kolaborasi pentahelix antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Pentahelix adalah konsep kerjasama yang melibatkan lima elemen penting: pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media, yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Pada kolaborasi ini, PTPN berperan sebagai bapak asuh bagi keluarga berisiko stunting, sementara Kemendikbudristek dan BKKBN memberikan dukungan dan bimbingan. (media online balebandung.com)

Stunting masih menjadi persoalan penting di Indonesia. Stunting adalah sebuah kondisi terjadinya gangguan gizi kronis yang berlangsung dalam rentang 1.000 hari pertama kehidupan anak sejak dalam kandungan hingga berusia 2 tahun, yang berakibat kecerdasan pada kemudian hari tidak optimal dan risiko penyakit kronis. Bila dibiarkan, tentu hal ini akan menjadi bahaya bagi generasi di masa depan. Oleh karena itu, pemerintah telah memberikan perhatian serius dalam mengatasi masalah stunting ini. Berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari penggelontoran dana untuk perbaikan gizi anak balita dalam posyandu, makan bergizi gratis bagi siswa sekolah, yang diharapkan akan meningkatkan gizi generasi, pembagian susu untuk mencegah stunting, hingga kolaborasi pentahelix yang diharapkan dapat menjadi solusi dalam masalah stunting.

Berbagai program yang dilakukan pemerintah, nyatanya belum mampu menyelesaikan masalah ini. Persoalan stunting sejatinya berakar pada satu masalah, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Selama ini, negara abai akan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan bagi rakyat. Akibatnya, banyak rakyat yang kekurangan gizi, termasuk ibu hamil, bayi, dan balita. Kesulitan ekonomi, badai PHK, membuat rakyat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. Dari sini, terjadilah stunting atau gagal tumbuh pada anak.

Solusi yang diambil oleh pemerintah belum menyentuh pada akar masalah, justru menambah masalah baru. Dari berbagai media diberitakan, banyaknya terjadi penyalahgunaan anggaran untuk stunting. Pada masa pemerintahannya, Jokowi mengakui bahwa ditemukan di suatu daerah, dari total dana Rp10 miliar untuk program stunting, hanya Rp2 miliar yang dimanfaatkan secara konkret untuk pemberian makanan bergizi. Sebesar Rp8 miliar lainnya digunakan untuk perjalanan dinas, rapat, dan program lainnya. (Republika, 14-6-2023).

Bila seperti ini, maka persoalan stunting menjadi lebih sulit diatasi. Ide kolaborasi pentahelix ini justru memperlihatkan bahwa pemerintah seolah-olah “cuci tangan” pada masalah ini, terbukti dengan gagasan menjadikan PTPN sebagai bapak asuh bagi masyarakat rentan stunting. Pemenuhan gizi yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, justru dibebankan kepada institusi lain, dan tidak ada kejelasan dari pemerintah terkait dana yang dibutuhkan dalam program ini, apakah dari pemerintah ataukah ditanggung oleh masing-masing pegawai PTPN.

Kegagalan demi kegagalan program penanganan stunting mengindikasikan ketidakseriusan pemerintah dalam menurunkan angka stunting, padahal persoalan stunting sangat penting dalam menentukan masa depan negara. Inilah yang terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, negara hanya bertindak sebagai regulator, bukan sebagai pengurus rakyat, sehingga kebutuhan rakyat tidak menjadi prioritas.

Berbeda halnya bila negara menerapkan sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara bertindak sebagai pengurus rakyatnya. Sistem ekonomi Islam menjamin pemenuhan semua kebutuhan primer tiap orang secara menyeluruh. Negara dalam Islam akan memastikan ketersediaan bahan pangan yang bergizi dan berkualitas. Negara juga akan memastikan rakyat memiliki penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. Kebutuhan gizi tiap orang akan terpenuhi, termasuk ibu hamil dan balita. Tidak hanya pangan, kebutuhan akan rumah yang sehat, air minum yang layak, sanitasi, edukasi, akses terhadap layanan kesehatan, dsb. semuanya dijamin oleh negara, sehingga tidak akan ada lagi generasi yang kesulitan berkembang akibat gizi yang tidak terpenuhi.

Oleh karena itu, masalah stunting tidak dapat diatasi selama sistem kapitalisme masih bercokol di negeri ini. Stunting, hanya dapat diatasi bila syari'at Islam diterapkan dalam sebuah institusi negara.

Wallahua’lambissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image